Home Hukum Kejagung Sita 2.254 Ton Gula Impor Kasus Korupsi PT SMIP

Kejagung Sita 2.254 Ton Gula Impor Kasus Korupsi PT SMIP

Jakarta, Gatra.com – Tim Penyidik dari Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) menyita sekitar 2.254 ton gula di Kantor PT Sumber Mutiara Indah Perdana (SMIP) di Kota Dumai, Riau.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar dalam keterangan pers dikutip pada Selasa, (30/7), menyampaikan, 2.254 ton gula itu dalam 33.409 karung.

Sekitar 2.254 ton gula yang disita Tim Jaksa Penyidik Pidsus Kejagung pada Jumat, (26/7/2024), tersebut sebelumnya telah dilakukan segel oleh pihak kantor Bea Cukai Pusat.

Ia menjelaskan, sebelum dilakukan penyitaan, pihak Bea Cukai melakukan pembukaan segel dikarenakan barang bukti gula tersebut diduga kuat terkait tindak pidana korupsi.

“Selanjutnya barang bukti tersebut dititipkan kepada Kepala KPPBC Dumai di gudang PT SMIP,” kata Harli.

Penyitaan puluhan ton gula tersebut merupakan barang bukti tersebut terkait dengan perkara dugaan tindak pidana korupsi pada kegiatan importasi gula PT SMIP tahun 2020–2023 atas nama tersangka Ronny Rosfyandi (RR).

Sebelumnya, Kejagung juga menyita 793 ton gula dan menahan semua tersangka kasus dugaan korupsi kegiatan importasi gula PT SMIP pada tahun 2020–2023. Harli menyampaikan, serangkaian kegiatan itu yakni mengumpulkan keterangan saksi, penggeledahan, penyitaan, hingga penahanan.

Ia menjelaskan, Tim Jaksa Penyidik Pidsus Kejagung menyita gula sejumlah 793 ton gula tersebut terdiri dari sebanyak 413 ton gula kristal putih, 300 ton gula kristal mentah di Pabrik PT SMIP Dumai, dan empat kontainer berisi gula seberat 80 ton di Belawan, Sumatera Utara (Sumut).

Selanjutnya, menyita tiga truk trailer, 2 bidang tanah milik PT SMIP dan Harry Hartono dengan luas keseluruhan sebesar 33.616 m2 di Kota Dumai, serta uang tunai sebesar Rp200 juta.

“Penahanan terhadap para tersangka berinisial atas nama RD dan RR dalam perkara kegiatan importasi gula PT SMIP,” kata Harli.

Kejagung telah menetapkan dua orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi impor gula PT SMIP ini. Awalnya, Kejagung menetapkan Direktur PT SMIP, RD. Peran tersangka RD dalam kasus ini memanipulasi data importasi gula kristal mentah dengan memasukkan gula kristal putih.

“Dilakukan penggantian karung kemasan seolah-olah telah melakukan importasi gula kristal mentah untuk kemudian dijual pada pasar dalam negeri,” ujarnya.

Tersangka RD juga memberikan sejumlah uang kepada Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Bea Cukai Riau periode 2019–2021, Ronny Rosfyandi (RR). Uang tersebut diberikan agar impor gula PT SMIP berjalan terus.

Sepanjang 2020–2023, PT SMIP lancar melakukan impor gula sekitar 26 ribu ton yang ditempatkan di kawasan berikat dan gudang berikat yang tidak sesuai dengan aturan perundang-undangan.

Perbuatan tersangka RD tersebut bertentangan dengan Peraturan Menteri Perdagangan juncto Peraturan Menteri Perindustrian (Meperin) dan Peraturan Perundang-undangan lainnya.

“Ditemukan adanya kerugian keuangan negara dalam kegiatan importasi gula yang dilakukan oleh PT SMIP,” katanya.

Selepas itu, Kejagung menetapkan Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Bea Cukai Riau periode 2019–2021, Ronny Rosfyandi (RR), sebagai tersangka karena diduga menyalahgunakan wewenangnya setelah menerima sejumlah uang dari tersangka RD.

Direktur Penyidikan Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejagung, Kuntadi, pada Rabu, (15/5/2024), menyampaikan, yang bersangkutan mencabut Keputusan Pembekuan Izin Kawasan Berikat PT SMIP setelah menerima sejumlah uang dari tersangka RD.

“Tersangka RR dilakukan penahanan selama 20 hari ke depan, terhitung mulai tanggal 15 Mei 2024 sampai dengan 3 Juni 2024,” ujarnya.

Kejagung menyangka RD dan Ronny Rosfyandi (RR) melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

56