Jakarta, Gatra.com – Wasekjen PB Jaringan Nasional Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Hasnu Ibrahim, mengatakan, pihaknya menolak calon anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI dari unsur politikus dan anggota DPR yang sedang menjabat.
Hasnu pada Selasa, (23/7), menyampaikan, PMII akan serentak menggulirkan penolakan tersebut karena anggota atau pimpinan BPK yang berasal dari politikus dan anggota DPR berpotensi besar merusak marwah BPK sebagai lembaga independen dan berintegritas.
Penolakan yang akan digulirkan secara serentak secara nasional tersebut, lanjut Hasnu, untuk menjauhkan BPK dari kepentingan politik pragmatis dan konflik kepentingan. Pasalnya, kepentingan partai politik dikhawatirkan akan menyandera masa depan BPK.
“Kami mengajak publik secara luas agar bersama-sama memantau dan mengawal secara ketat proses seleksi yang tengah berlangsung,” katanya.
Pria yang juga mencalonkan diri sebagai ketua umum (Ketum) PB PMII Periode 2024–2027 lebih lanjut menyampaikan, di samping dapat menyanandera, politikus dan anggota DPR yang mencalonkan diri sebagai anggota BPK potensi konflik kepentingan.
Terlebih lagi, DPR yang merupakan lembaga wakil rakyat, tetapi tidak bersuara sama sekali terkait kepentingan publik. Anehnya lagi, kata dia, saat ini DPR kentara suka bermain mata dan bersuara secara lantang apabila bicara terkait kepentingan diri dan kepentingan partainya.
Berdasarkan fakta itu, kata Hasnu, proses pencalonan anggota DPR aktif sebagai calon anggota BPK kental dengan konflik kepentingan. Sebab, mereka adalah kader partai politik dan wajah ganda mereka adalah seorang politikus.
Menurut Hasnu, tentu saja konflik kepentingan itu membawa dampak negatif terhadap publik seperti korupsi dan merusak marwah BPK sebagai lembaga independen serta berintegritas.
“Contoh terdekatnya adalah 3 mantan anggota BPK dijerat kasus korupsi, kasus suap, dan pemerasan. Mereka adalah kader parpol,” ujar Hasnu.
Publik, kata dia, tentunya mengharapkan agar proses pencalonan pimpinan BPK periode 2024–2029 jauh dari konflik kepentingan, korupsi, dan nepotisme agar lembaga BPK kembali mendapatkan kepercayaan publik. Jika yang terpilih dari unsur DPR, kader parpol atau politisi, maka melanggengkan praktik buruk pada tubuh BPK.
“WTP yang keluar sejauh ini hanyalah iseng-iseng semata untuk mengaburkan praktik korupsi yang tampak terlihat oleh mata publik,” katanya.