Jakarta, Gatra.com – Pemilik PT NKLI, A. Hamid Ali (80 tahun) beserta dua orang anaknya RAG dan ZA, serta menantunya ET meminta perlindungan hukum kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi), Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo, dan Kompolnas.
Kuasa Hukum PT NKLI, Sugeng Teguh Santoso, S.H., pada Senin, (23/7), menyampaikan, mereka menyampaikan permohonan perlindungan hukum karena ditetapkan sebagai tersangka lantaran dituding menjual mobil Mitsubishi Pajero Sport milik perusahaan.
“Pihak keluarga A. Hamid Ali dituduh menjual mobil Pajero Sport, aset perusahaan tanpa persetujuan Asnil selaku dirut,” katanya.
Padahal, ujar Sugeng, penjualan mobil Pajero tersebut itu atas perintah yang bersangkutan untuk menutupi kebutuhan operasional perusahaan sebagaimana Skin-Forensic Audit yang dilakukan Independen Forensic Auditor Purwady Setiono (Ady Setio), SE, MM, Ak, CFA, CIA, CISA, CPM,
Sugeng menyampaikan, alat bukti yang dipakai untuk menetapkan tersangka terhadap 4 orang keluarga Hamid diduga mengandung pidana memberikan keterangan palsu, berupa Laporan Keuangan KAP Umaryadi yang dibuat atas permintaan Dirut PT NKLI, tanpa persetujuan RUPS, dan tidak sesuai tata cara kelola audit yang benar berdasarkan UU RI No. 5/2011 tentang Akuntan Publik.
Bahkan, lanjut dia, Izin KAP tersebut telah dicabut Kemenkeu RI berdasarkan surat dengan pemberitahuan Nomor: PENG-6/MK.1/PPPK/2023. Ini menunjukan bahwa KAP yang dipakai penyidik memang abal-abal.
“Informasi terkini gedung KAP Umaryadi jadi tempat penyimpanan uang palsu sebesar Rp22 miliar yang belum lama ini terbongkar,” ujarnya.
Sugeng menjelaskan, mereka ditetapkan sebagai tersangka oleh Tim Penyidik Dittipideksus Bareskrim Polri pada 11 Juni 2024 atas dugaan penggelapan dalam jabatan, yakni menjual mobil tersebut serta memakai Hasil Audit Laporan Keuangan KAP Umaryadi yang di dalamnya diduga memuat keterangan palsu.
Penetapan tersangka ini berdasarkan LP No. LP/B/0207/III/2021/BARESKRIM dan Surat Perintah Penyidikan Nomor: SP.Sidik/629/VII/RES.1.11/2021/Dittipideksus pada tanggal 23 September 2021.
Sugeng menjelaskan, kasus yang dituduhkan kepada A. Hamid Ali, dua anak, dan satu menantunya itu bermula pada Mei 2019. Kala itu, Hamid dan putranya, RAG dikenalkan kepada AS dan FS yang mengaku sebagai pengusaha di bidang batubara.
Selain itu, lanjut Sugeng, FS juga mengaku memiliki jaringan luas karena kedudukannya selaku bendahara umum di salah satu organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan dan mengaku dekat dengan mantan dirut perusahaan stroom.
Setelah perkenalan itu, kata Sugeng, Hamid dan putranya percaya ketika FS meminta dana sejumlah Rp33,3 miliar untuk membeli 51% saham PT BIC, perusahaan batubara di Kalimantan Timur (Kaltim). Selain itu, meminta saham kosong di PT NKLI sejumlah 30% atas nama FSdan 16% untuk AS.
Setelah FS dan kawan-kawan menerima dana Rp33 miliar dan saham PT NKLI sejumlah 46%, ternyata pemilik PT BIC tidak pernah menerima dana sejumlah tersebut meskipun terdapat Akta Risalah RUPS PT BIC No. 04, tanggal 16 Januari 2020.
Uang Hamid sejumlah Rp44 miliar, ujar Sugeng, melayang tak kembali. Sementara itu, 46% saham miliknya di PT NKLI terlanjur dilepas diserahkan kepada FS dkk.
Merasa ditipu, Hamid dan keluarganya melaporkan FS, AS, dkk ke Bareskrim dengan Laporan Polisi No. LP/B/0175/III/2021/BARESKRIM tanggal 17 Maret 2021.
Adapun Akta Risalah RUPS PT BIC No. 04, tanggal 16 Januari 2020, atas gugatan yang diajukan H. Ijab telah dibatalkan berdasarkan Putusan Nomor: 17/Pdt.G/2020/PN.Tgr tanggal 30 November 2020. Putusan tersebut telah berkekuatan hukum tetap (inkcraht) sebagaimana Putusan Mahkamah Agung (MA) No. Nomor 1315 K/Pdt/2022 pada tanggal 12 Mei 2022.
AS dan FS juga diberhentikan dari kedudukannya sebagai dirut dan komisaris perseroan PT NKLI, melalui RUPS tanggal 21 Juni 2021, yang telah disahkan oleh Dirjen AHU, sehingga, sejak itu bukanlah lagi Direksi dan Komisaris Perseroan.
Pada tanggal 22 Nopember 2021, PT NKLI telah memohon penghentian Laporan Penyidikan tersebut diatas dan telah disampaikan kepada Dirtipideksus.
Anehnya, kata Sugeng, alih-alih melanjutkan Laporan Polisi No. LP/B/0175/III/2021/BARESKRIM tanggal 17 Maret 2021 yang telah memiliki bukti lebih dari cukup dengan kerugian Rp44 miliar, Dittipiddeksus Bareskrim Polri malah menghentikannya.
Sebaliknya terhadap Laporan Polisi Nomor: LP/B/0207/III/2021/BARESKRIM yang telah 3 tahun berhenti, Dittipideksus Bareskrim Polri, dengan alat bukti yang diduga memuat keterangan palsu, malah menetapkan A. Hamid Ali, kedua puteranya RAG dan ZA, serta menantunya ET, menjadi tersangka, pada 11 Juni 2024.
“Diduga ada faktor 'perdagangan pengaruh' (trading in influence) dan/atau atensi Irjen (Pol) ADJ “ ujarnya.
Menurut Sugeng, persangkaan lainnya, AS dan FS yang tidak pernah setor moda terkait dana yang tidak dapat dipertanggungjawabkan sebesar Rp47 miliar. Tuduhan ini tentu tidak mendasar, lantaran fund raising untuk working capital capex maupun opex PT NKLI 100% dilakukan oleh Hamid dan keluarganya, dengan menjaminkan harta, aset, dan rumah pribadinya.
Atas hal itu, Hamid dan keluarganya merasa telah diperlakukan tidak adil dan mengalami diskriminasi dalam penegakan hukum yang dilakukan oleh Dittipideksus Bareskrim Polri. Mereka pun meminta perlindungan hukum.
“Saya minta Kapolri dan Kadiv Propam Mabes Polri turun tangan memberi atensi pada kasus ini,” ujar Sugeng yang juga Ketua IPW itu. Gatra.com masih berupaya mengonfirmasi pihak terkait.