Milwaukee, Gatra.com – Mantan Presiden AS, Donald Trump memilih James David (JD) Vance --seorang senator Republik AS dari Ohio, sebagai calon wakil presidennya. Trump mengangkat seorang politisi yang pernah mengkritiknya dengan kata-kata pedas, namun belakangan menjadi salah satu pembelanya, yang paling setia.
Berita tersebut, pertama kali diumumkan di situs web media sosial Trump's Truth, dan muncul pada awal Konvensi Nasional Partai Republik selama empat hari di Milwaukee, ketika delegasi Republik, seperti yang diharapkan, mengumumkan mantan presiden tersebut sebagai calon mereka.
"Setelah pertimbangan dan pemikiran yang panjang, dan mempertimbangkan bakat luar biasa banyak orang lain, saya telah memutuskan bahwa orang yang paling cocok untuk memangku jabatan wakil presiden Amerika Serikat adalah Senator JD Vance dari Negara Bagian Ohio," tulis Trump di Truth Social, dikutip Reuters, Selasa (16/7).
Konvensi empat hari tersebut dibuka di Fiserv Forum di pusat kota Milwaukee, dua hari setelah Trump selamat dari percobaan pembunuhan di Pennsylvania, dan beberapa jam setelah ia memperoleh kemenangan hukum besar ketika seorang hakim federal menolak salah satu tuntutan pidana Trump.
Pemilihan Vance, penulis memoar terlaris Hillbilly Elegy, dianggap mampu meningkatkan jumlah pemilih Trump dalam pemilihan 5 November. Warga asli Ohio ini sangat populer di kalangan basis kandidat Republik.
Vance, seorang konservatif yang gigih dari negara bagian yang menganut Republik, dinilai kalangan tidak akan banyak berpengaruh dalam pemilihan Trump nantinya, dan bahkan mungkin mengasingkan beberapa kaum moderat. Beberapa pendukung Trump telah mendesaknya agar memilih seorang wanita atau orang kulit berwarna sebagai orang nomor 2, untuk memperluas koalisi yang condong ke arah pria kulit putih.
Segera setelah pengumuman Trump, Vance kemudian muncul di arena konvensi bersama istrinya Usha. Berjabat tangan dan memeluk delegasi yang mengerumuni pasangan itu. Ia tersenyum saat secara resmi dicalonkan menjadi wakil presiden dan dijadwalkan untuk berpidato di konvensi pada hari Rabu.
Beberapa penasihat Trump mengatakan jika mantan presiden itu, yang selamat dari upaya pembunuhan di rapat umum kampanye Pennsylvania pada hari Sabtu, telah fokus pada memilih calon wakil presiden yang ia percaya dapat akur.
Menurut beberapa sumber yang mengetahui masalah tersebut, di antara mereka yang secara pribadi mendukung Vance, adalah putra tertua Trump, Donald Trump Jr, dan komentator konservatif Tucker Carlson.
Pengusaha minyak Dan Eberhart, seorang donatur Trump, melihat pilihan Vance sebagai bentuk kepercayaan Trump pada kampanyenya melawan Presiden Joe Biden. Jajak pendapat menunjukkan kedua kandidat bersaing ketat di tingkat nasional. Trump memiliki keunggulan yang terukur di sebagian besar negara bagian yang menjadi medan pertempuran, yang akan menentukan hasil pemilu.
"Ini menunjukkan bahwa Trump tidak merasa perlu wakil presidennya untuk mewakili kelompok demografi atau negara bagian tertentu," kata Eberhart. "Ia yakin bahwa ia telah menyelesaikan pemilihan ini," tambahnya.
Dalam memilih Vance, Trump mengabaikan calon lain diantaranya Senator AS, Marco Rubio dan Tim Scott serta Gubernur North Dakota, Doug Burgum.
Di usia 39 tahun, Vance dianggap mewakili kaum generasi muda dalam pemilihan umum ketika Trump berusia 78 tahun, dan Biden, 81 tahun. Dan, sebagai penyeimbang bagi pasangan Demokrat, yakni Wakil Presiden Kamala Harris, berusia 59 tahun.
Vance memiliki pendekatan agresif seperti Trump terhadap politik, dan pernyataan konservatifnya mengenai isu-isu seperti aborsi dapat menjauhkan pemilih moderat.
Biden mengatakan kepada wartawan di Pangkalan Gabungan Andrews di Maryland bahwa Vance adalah "tiruan Trump dalam berbagai isu".
Jajak pendapat menunjukkan persaingan ketat antara Trump dan Biden, meskipun Trump unggul di beberapa negara bagian yang kemungkinan akan menentukan hasil pemilu. Trump belum berkomitmen untuk menerima hasil pemilu, jika ia kalah.
Terpilihnya Vance merupakan hal yang tidak terduga dalam dunia politik Amerika. Masa kecil yang sulit dan miskin di Ohio selatan, ketika ia bertugas di Korps Marinir, memenangkan beasiswa di Sekolah Hukum Yale, dan kemudian bekerja sebagai kapitalis ventura di San Francisco.
Ia menjadi terkenal setelah tahun 2016 ketika menulis Hillbilly Elegy, di mana ia mengeksplorasi masalah sosial ekonomi yang dihadapi kampung halamannya dan siklus kemiskinan yang telah menjebak orang Amerika di Pegunungan Appalachian, tempat asal ibu dan keluarganya.
Buku tersebut mengkritik apa yang dilihat Vance sebagai budaya merusak diri sendiri di pedesaan Amerika, dan berusaha menjelaskan popularitas Trump di kalangan warga Amerika kulit putih yang miskin.
Vance sendiri sangat kritis terhadap Trump sebelum dan sesudah kemenangannya dalam pemilu 2016 melawan calon presiden dari Partai Demokrat Hillary Clinton. Ia malah menyebutnya "idiot" dan "Hitler-nya Amerika", di antara julukan lainnya.
Namun, saat Vance bersiap mencalonkan diri sebagai Senat AS di Ohio pada tahun 2022, ia berubah haluan dan menjadi salah satu pembela mantan presiden Trump. Ia paling konsisten mendukung, bahkan ketika sejumlah senat menolaknya.
Penembakan saat kampanye
Vance dianggap mengabaikan serangan 6 Januari 2021 di Gedung Capitol AS.
Ia menyebut telah "meragukan" nyawa Mike Pence dalam bahaya, meskipun pengunjuk rasa melakukan kekerasan berada dalam jarak beberapa meter dari mantan wakil presiden tersebut, saat agen Secret Service bergegas membawanya keluar dari gedung Capitol.
Vance juga menyuarakan kritik Trump terhadap cara Departemen Kehakiman yang mengadili para perusuh 6 Januari, dan menuduh departemen tersebut mengabaikan perlindungan proses hukum.
Pada bulan Februari, ia juga menolak untuk mengkritik Trump setelah mendorong Presiden Rusia Vladimir Putin untuk menyerang sekutu NATO Amerika, jika mereka gagal meningkatkan anggaran pertahanan mereka.
Meskipun Partai Republik secara historis mendukung pasar bebas dan menerima intervensi asing sebagai alat keamanan nasional yang penting, pemilihan Trump tahun 2016 membuka keretakan yang signifikan dalam partai tersebut.
Vance telah menjadi salah satu penentang paling vokal terhadap bantuan berkelanjutan untuk Ukraina di Senat. Sebuah sikap yang bertentangan dengan banyak pemimpin legislatif Republik.
Di jalur kampanye, mantan kapitalis ventura ini juga berperan sebagai jembatan antara rekan-rekan Trump dan donatur Silicon Valley yang kaya. Banyak di antaranya telah membuka dompet mereka untuk Trump dalam pemilihan ini.
Proses pemilihan yang sulit
Retorika anti-korporasi Vance dan penentangannya terhadap bantuan Ukraina membuat beberapa donor berpikir ulang. Ada empat donor mengatakan kepada Reuters beberapa saat setelah pemilihan Cawapres, bahwa mereka merasa kecewa. Banyak kontributor kampanye berharap untuk calon yang moderat atau pro-bisnis, yang akan merangkul ekonomi pasar bebas dan memperluas peta elektoral.
"Dari semua pilihan, saya rasa dia memilih yang terburuk," kata Donatur dan pengusaha logam Andy Sabin, yang telah menunggu pilihan Trump untuk calon wakil presiden, untuk mengetahui apakah dia akan menyumbang untuk kampanye Rubio tersebut.
"Vance akan lebih merugikan Trump daripada membantunya," kata Sabin, mengutip sikap Vance terhadap Ukraina. "Sekarang saya jelas tidak akan menyumbang," tambahnya.
Menurut sumber yang mengetahui langsung masalah tersebut, beberapa penasihat kampanye senior memihak Rubio. Rubio dianggap memiliki pengalaman politik yang signifikan dan mungkin telah membantu meningkatkan dukungan mantan presiden itu di kalangan warga Latin.
Proses pemilihan wakil presiden Trump dirancang dan dikalibrasi untuk menciptakan ketegangan yang maksimal.
Sementara mantan presiden itu memulai dengan daftar panjang informal yang berisi sedikitnya selusin orang. Ia telah menyaring pilihan-pilihannya selama tahun 2024. Vance, Burgum dan Rubio muncul sebagai pesaing paling serius.
Banyak penasihat terdekat Trump tidak tahu hingga hari Senin siapa yang akan dipilih mantan presiden itu.
Menurut empat sumber yang mengetahui interaksi tersebut, Burgum dan Rubio menerima panggilan telepon yang memberi tahu mereka bahwa tidak akan dipilih, hanya beberapa jam sebelum Trump secara resmi menunjuk Vance.
Dalam sebuah pernyataan, kampanye Biden mengatakan Trump memilih Vance karena senator Ohio itu tidak akan melawannya, jika mantan presiden itu melakukan tindakan otoriter saat menjabat.
"Trump memilih JD Vance sebagai calon wakil presidennya karena Vance akan melakukan apa yang tidak akan dilakukan Mike Pence pada tanggal 6 Januari: Berusaha sekuat tenaga untuk mendukung Trump dan agenda MAGA-nya yang ekstrem, bahkan jika itu berarti melanggar hukum dan tidak peduli dengan kerugian yang dialami rakyat Amerika," kata Jen O'Malley Dillon dalam sebuah pernyataan.
Pence, yang dua kali menjabat sebagai calon wakil presiden Trump, menolak untuk mendukung mantan bosnya dalam pemilihan tahun ini.
Tidak ada tempat pelaku kekerasan
Upaya penembakan terhadap Trump segera mengubah dinamika kampanye presidensial, yang sebelumnya difokuskan: Apakah Biden harus mengundurkan diri karena kekhawatiran mengenai usia dan ketajamannya, menyusul penampilan debat yang terhenti pada 27 Juni.
Puluhan rekan Biden di Kongres telah mendesaknya untuk mengakhiri upaya pemilihannya kembali dan mengizinkan partai memilih calon pembawa standar lain.
Fokus minggu ini akan tertuju pada Trump
Setelah mengonsolidasikan kendali partai, Trump dapat memanfaatkan kesempatan untuk menyampaikan pesan pemersatu atau melukiskan gambaran gelap suatu negara yang dikepung oleh elite kiri yang korup, sebagaimana yang pernah dilakukannya pada masa kampanye.
Trump sering kali menggunakan retorika kekerasan dalam pidato kampanyenya, melabeli musuh-musuhnya sebagai "hama" dan "fasis".
Biden telah menggambarkan Trump sebagai ancaman bagi demokrasi AS, --komentar yang menurut beberapa anggota Partai Republik turut menciptakan suasana yang memicu penembakan tersebut, meskipun pihak berwenang belum menentukan motif di balik upaya pembunuhan tersebut. Penembak itu sendiri mati ditembak.
Setelah penembakan hari Sabtu, Biden berusaha meredakan ketegangan setelah berbulan-bulan retorika politik yang memanas.
"Tidak ada tempat di Amerika untuk kekerasan semacam ini," kata Biden dalam pidato di Gedung Putih pada hari Minggu.
Dalam kutipan wawancara dengan NBC News yang akan ditayangkan pada hari Senin, Biden mengatakan bahwa merupakan sebuah "kesalahan" karena memberi tahu para donor minggu lalu bahwa "sudah waktunya untuk mengarahkan Trump ke sasaran," tetapi ia juga mencatat bahwa Trump sering menggunakan kata-kata yang menghasut.
Biden memerintahkan peninjauan independen tentang bagaimana pria bersenjata, yang menewaskan seorang penonton, bisa begitu dekat dengan Trump. Penyelidik Kongres juga berusaha untuk menanyai kepala Dinas Rahasia AS, yang bertanggung jawab untuk melindungi mantan presiden tersebut.