Home Gaya Hidup Anak Bangsa ‘SabangMerauke’ Belajar Bahasa Isyarat hingga Toleransi

Anak Bangsa ‘SabangMerauke’ Belajar Bahasa Isyarat hingga Toleransi

Jakarta, Gatra.com – Pelajar dari komunitas “Seribu Anak Bangsa Merantau Untuk Kembali” (SabangMerauke) yang tergabung dalam program “Pertukaran Pelajar Antardaerah SabangMerauke” Juni-Juli 2024 berkumpul di Gedung Graha Mitra, Jalan Jendral Gatot Subroto, Jakarta Selatan pada Kamis, 11 Juli 2024.

Dalam kunjungan Hari Bhinneka Tunggal Ika, pelajar dari Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan kelompok mahasiswa mengikuti kegiatan Kelas Bahasa Isyarat Bahasa Indonesia di Gedung Graha Mitra. Kegiatan tersebut masuk dalam Agenda Aktivitas Offline SabangMerauke 2024 yang digagas Indika Foundation dan komunitas SabangMerauke.

SabangMerauke sendiri merupakan program pertukaran pelajar antardaerah di Indonesia yang bertujuan menanamkan nilai-nilai toleransi, pendidikan, dan ke-Indonesiaan. Tujuan dari program ini, yakni agar orang muda berkontribusi terhadap upaya promosi bina damai untuk mendukung terciptanya Indonesia yang damai dan nir-kekerasan.

SabangMerauke lahir untuk memberikan kesempatan anak-anak dari berbagai wilayah Indonesia merasakan indahnya toleransi, keberagaman, dan pentingnya pendidikan. Lebih lanjut, program SabangMerauke memberikan kesempatan kepada siswa-siswi SMP untuk live-in bersama keluarga angkat yang berbeda agama dan/atau etnis, serta membangun hubungan yang bermakna dengan sesama peserta selama program berlangsung.

Tahun ini terdapat lebih kurang 28 orang—dari kelompok SMP dan mahasiswa—yang diikutsertakan dalam program SabangMerauke 2024. Mereka di antaranya Adik SabangMerauke (ASM) yang merupakan siswa SMP (13 orang) dan Kakak SabangMerauke (KSM) yang merupakan mahasiswa (15 orang). Selain itu, juga ada Famili SabangMerauke (FSM) dengan 13 keluarga.

Project Lead Pertukaran Pelajar Antardaerah SabangMerauke 2024, Regita Savira Putri mengatakan, program aktivitas offline SabangMerauke 2024 diharapkan berdampak secara jangka panjang dan luas bagi masyarakat. “Kami fokus untuk bagaimana adik-adik dan kakak-kakak ini pulang dari SabangMerauke bisa berdampak dulu bagi diri mereka. Yang mana mereka bisa melakukan aksi yang berkelanjutan di lingkungannya. Mereka bisa menyebarkan pembelajaran, informasi, dan pengalaman yang pasti bisa menghasilkan beneficiaries atau dampak yang lebih luas lagi,” kata Egi kepada Gatra.com.

Project Lead Pertukaran Pelajar Antardaerah SabangMerauke 2024, Regita Savira Putri (GATRA/ Andhika Dinata)

Menurutnya, program SabangMerauke berupaya membina pesertanya untuk berpikir kritis dan toleransi, membangun dialog yang sehat, aktif berkomunikasi (Ask Me Anything), dan memiliki kesadaran diri (Self Awareness). Senjata itu disiapkan dengan serangkaian program termasuk di antaranya mengunjungi tempat ibadah, visit atau kunjungan ke perusahaaan, serta belajar Bahasa Isyarat Bahasa Indonesia.

Ia menyampaikan Indika Foundation terlibat secara dalam dalam mensponsori kegiatan Pertukaran Pelajar Antardaerah Sabang Merauke. Program tersebut akan berlanjut setiap tahun dengan pengayaan materi dan konsep. “Indika Foundation berperan sebagai kolaborator program pertukaran pelajar SabangMerauke di tahun ini karena kami melihat kesamaan value baik visi maupun misi yang fokusnya pada isu toleransi, perdamaian, dan keberagamaan,” ucap Egi.

Program Kelas Bahasa Isyarat Bahasa Indonesia turut menghadirkan narasumber dari komunitas tuli sekaligus Pengajar Bahasa Isyarat Indonesia (BISINDO), Mohammad Adhika Prakoso. Selain itu juga turut hadir Pendiri Kopi Tuli (Koptul), Putri Sampaghita Trisnawinny Santoso yang turut menceritakan kisah suksesnya merintis Kopi Tuli pada 12 Mei 2018 dengan mempekerjakan semua karyawan dari kelompok tuli atau penyandang disabilitas.

**

Pengajar BISINDO, Mohammad Adhika Prakoso menyampaikan tingginya antusiasme dari partisipan dari pelajar SabangMerauke 2024 ketika belajar Kelas Bahasa Isyarat Bahasa Indonesia. “Pada saat belajar bahasa isyarat adik-adik pada nanya, jadi saya jawab satu-satu isyaratnya. Misalnya, Jakarta isyaratnya seperti ini. Makassar, begini. Atau Medan, isyaratnya begini. Jadi, banyak banget pertanyaan ke saya dan saya senang sebetulnya,” ujar Mohammad Adhika Prakoso atau karib disapa Kak Adhika.

Menurutnya, belajar kelas bahasa isyarat menjadi sesuatu hal yang unik dan langka. Hanya orang-orang yang punya minat, kemauan, dan kesadaran yang bisa menekuni pembelajaran yang satu ini. “Kalau menurut saya pribadi sebetulnya tergantung kemauan masing-masing personal, kita enggak bisa memaksa,” kata Adhika.

Kelas Bahasa Isyarat yang Digagas Indika Foundation dan SabangMerauke (GATRA/ Andhika Dinata)

Meski demikian, di tengah kemajuan zaman dan tingginya toleransi dan inklusivitas, belajar bahasa isyarat menjadi keharusan. “Menurut saya pribadi belajar bahasa isyarat itu harus, karena [pesertanya] masih muda maka kesempatan untuk ke depan masih sangat terbuka. Agar tidak ragu-ragu atau ketakutan ketika ketemu dan berinteraksi dengan orang-orang tuli,” ujarnya.

Adhika mengatakan, bahasa isyarat itu sesuatu yang unik dan memiliki karakteristik di setiap daerah. “Misal, kalau saya di Jakarta maka saya pakai bahasa isyarat Jakarta. Tapi kalau ketemu teman dari Bali dan dia tuli, isyarat yang kami gunakan berbeda. Sama juga ketika orang dengar ketemu orang asing komunikasinya pakai Bahasa Inggris,” kata Adhika.

Bahasa isyarat, lanjut Adhika, memiliki pertautan dan persinggungan, sehingga dapat digunakan secara global. “Pakai bahasa isyarat kami masih tetap bisa nyambung, meski saya pakai bahasa isyarat Indonesia atau mungkin teman asing pakai American Sign Language (ASL). Tapi baik yang Indonesia maupun yang ASL bisa saling memahami,” paparnya.

Adhika menerangkan, komunitas tuli terus berusaha mengedukasi masyarakat dan melobi pemerintah agar disedikan kebutuhan dan prasarana yang memadai bagi kelompok disabilitas. “Misalnya, kebutuhan tuli ini komunikasi dan akses informasi. Kalau teman-teman netra mungkin guiding block, dan untuk daksa mungkin akses gedung seperti lift, rem, dan tangga. Saya pikir wajib semua orang bisa bahasa isyarat,” pungkasnya.

Di kesempatan yang sama, Pendiri Kopi Tuli (Koptul), Putri Sampaghita Trisnawinny Santoso menyatakan, sikap toleransi penting dimiliki semua orang termasuk kalangan tuli maupun non-tuli. Ia berharap agar kelompok disabilitas mendapatkan perlakuan yang setara dengan masyarakat normal terutama akses berusaha dan kesemparan kerja.

“Sikap toleransi bagi orang-orang tuli sangat penting. Salah satu contoh yang bisa kita lakukan, yakni ketika kita ada acara atau seremoni di perusahaan maka perlu membuka dirinya kepada orang tuli dan disabilitas lainnya. Kalau itu sudah ada, maka inklusivitas bisa terjadi,” ujar Putri.

Pendiri Kopi Tuli, Putri Sampaghita Trisnawinny (GATRA/ Andhika Dinata)

Dirinya menyemangati masyarakat Indonesia termasuk partisipan dari pelajar SabangMerauke 2024 untuk belajar bahasa isyarat dan memasyarakatkannya. “Bagi teman-teman dengar atau masyarakat dengar pada umumnya ayolah belajar bahasa isyarat Indonesia. Dengan demikian, komunikasi bisa berjalan lebih baik dengan orang-orang tuli dan lebih mudah,” katanya.

Putri menyampaikan terima kasih kepada Indika Foundation dan SabangMerauke yang telah memfasilitasi kegiatan dan meminta kelompok tuli menjadi narasumber kelas bahasa isyarat. “Untuk kegiatan hari ini sungguh luar biasa dan saya sangat berterima kasih telah melibatkan kami orang-orang tuli dalam kegiatan ini. Sehingga, teman-teman di sini bisa sadar akan ketulian dan bisa mensosialisasikannya juga khususnya terkait budaya tuli, bahasa isyarat Indonesia, dan cara komunikasi dengan orang tuli,” katanya.

Kakak SabangMerauke (KSM) Shine Natasha Nauli Simanjuntak menyatakan, kelas bahasa isyarat yang diikutinya menjadi pengalaman dan pembelajaran berharga. “Ketika kita bertemu dengan seorang difabel sebagai kakak (SabangMerauke) yang sudah belajar, kita akan lebih tahu bagaimana memperlakukan mereka, bagaimana berinteraksi dengan mereka (difabel). Karena semakin ke sini kita akan ketemu orang yang karakternya beda banget, dan kita harus memahami,” ucap Shine.

 

13 Adik SabangMerauke Terpilih:

1. Andhika Saputra - SMP YKP Pertamina Jambi, Jambi

2. Andika Fransbert G - SMPN 2 Jayapura, Papua

3. Andreas Daluama K - SMPN 1 Kota Sorong, Papua Barat

4. Angeli Christiani H - SMPN 3 Simanindo, Sumatera Utara

5. Azzami Haikal - PKBM Samera Indonesia, Sumatera Utara

6. Clara Ruel E. Biantoro - SMP Sanggar Anak Alam, Yogyakarta

7. Frezellya Sakura Rumpuin - SMPN 1 Kairatu, Maluku

8. Kennard Favel J. Asra - MTsN 1 Balikpapan, Kalimantan Timur

9. Nadi Pertiwi - SMPN 3 Batang, Jawa Tengah

10. Nisrina Vita Rafifah - SMPN 2 Mataram, Nusa Tenggara Barat

11. Novariani Muliana A - SMPN 1 Pangkajene, Sulawesi Selatan

12. Rakha Zaki Trinaldy - SMPN 1 Surabaya, Jawa Timur

13. Zidane Farrel H. Marlissa - SMPN 1 Kota Sorong, Papu Barat

 

15 Kakak SabangMerauke Terpilih:

1. A. Ayu Mirah Kirani - Politeknik Kesejahteraan Sosial Bandung

2. Astrid Marsanda Putri Simbolon - Universitas Indonesia

3. Daffa Ulhaq - Universitas Indonesia

4. Enjel Dwi Kala'Lembang - Universitas Indonesia

5. Febrianto Day - Universitas Pelita Harapan

6. Irfandi Rizky Tomagola - Universitas Darunnajah Jakarta

7. Ivan Tanoto - Universitas Muhammadiyah Bandung

8. Ken Cinta An Rusdewo - Universitas Sebelas Maret Surakarta

9. Masayu Syakira Quinna - Universitas Negeri Malang

10. Matius Romoranda Sitopu - Institut Teknologi Sumatera (ITERA)

11. Mira Nadhira - Institut Pertanian Bogor

12. Mita Sihotang - Universitas Indonesia

13. Nadiyya Dinar Ambarwati - UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

14. Septian Andre Kuntoro - Universitas Kristen Satya Wacana

15. Shine Natasha Nauli Simanjuntak - Universitas Padjadjaran

135