Jakarta, Gatra.com – Tim Jaksa Eksekutor pada Kejaksaan Negeri Jakarta Timur (Kejari Jaktim) melaksanakan sita eksekusi dan penitipan aset hasil sita eksekusi lahan konsesi pertambangan nikel PT Tiga Samudra Perkasa dan PT Tiga Samudra Nikel mikik atau terafiliasi terpidana Heru Hidayat.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung), Harli Siregar, di Jakarta, Senin, (8/7), mengatakan, lahan konsesi pertambangan nikel kedua berada di Kabupaten Luwu Timur, Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel).
“Sita eksekusi dan penitipan tersebut dalam perkara PT ASABRI (persero) dengan kerugian senilai Rp22,78 triliun,” katanya.
Harli menjelaskan, eksekusi lahan konsesi pertambangan nikel itu didampingi oleh Tim Pengendalian Eksekusi Direktorat Upaya Hukum Luar Biasa Eksekusi dan Eksaminasi pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejagung.
Adapun aset yang dilakukan sita eksekusi tersebut, yakni:
1. Konsesi pertambangan nikel seluas 3.000 hektare (Ha) di Desa Puncak Indah, Kecamatan Malili, Kabupaten Luwu Timur, Sulsel milik Terpidana Heru Hidayat dan atau pihak terafiliasi berupa PT Tiga Samudra Perkasa.
Adapun perusahaan tersebut berdiri berdasarkan Surat Izin Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi menjadi IUP Operasi Produksi Mineral Logam/Nikel Nomor: 1/I.03/PTSP/2018 tanggal 23 Januari 2018. Saat disita, konsesi masih belum produksi.
2. Konsesi pertambangan nikel di Desa Nuha, Kecamatan Nuha, Kabupaten Luwu Timur, Sulsel, juga milik terpidana Heru Hidayat dan atau pihak terafiliasi berupa PT Tiga Samudra Nikel.
Perusahaan tersebut berdiri berdasarkan Keputusan Gubernur Sulawesi Selatan Nomor: 2/I.18/PTSP/2018 tanggal 15 Januari 2018.
“Selanjutnya, kedua objek sita eksekusi ini ditempatkan di bawah pengawasan atau pengelolaan penerima benda sitaan di Kantor Kejaksaan Negeri Luwu Timur,” katanya.
Harli menjelaskan, ketentuannya, Kejaksaan Negeri (Kejari) Luwu Timur tidak boleh mengubah bentuk, mengalihkan atau memperjualbelikan dan apabila diperlukan untuk kepentingan lelang agar yang bersangkutan wajib menyerahkan kembali benda titipan tersebut kepada pihak Kejagun Cq. Kejari Jaktim.
“Saat ini kedua aset tersebut telah dilakukan pemblokiran di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) agar tidak terjadi pengalihan izin tambang,” ujarnya.
Selain itu, lanjut Harli, kedua objek sita tersebut, Tim Jaksa Eksekutor juga melakukan penyitaan terhadap 687.000.000 lembar saham milik PT Tiga Samudra Perkasa yang terafiliasi dengan terpidana Heru Hidayat.
“Saat ini saham tersebut telah dilakukan pemblokiran di Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) pada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia agar tidak terjadi peralihan saham yang telah disita,” ujarnya.
Sita eksekusi dilakukan untuk melaksanakan Surat Perintah Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Timur (P-48A) Nomor: 1156/M.1.13/Fu.1/10/2023 tanggal 18 Oktober 2023 jo. Print – 222 /M.1.13/Fu.1/02/2024 tanggal 16 Februari 2024.
Sita eksekusi tersebut merupakan pelaksanakan dari Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor: 50/Pid.Sus-TPK/2021/PN.Jkt.Pst tanggal 18 Januari 2022 jo. Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor: 42/Pid.Sus-TPK/2022/PT.DKI tanggal 18 Januari 2023 jo. Putusan Mahkamah Agung RI Nomor: 3989K/Pid.Sus/2023 tanggal 5 September 2023 atas nama terpidana Heru Hidayat.
Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta yang diketuai Ignatius Eko Purwanto membacakan putusan perkara korupsi dan pencucian uang terkait pengelolaan keuangan dan dana investasi PT Asabri pada beberapa perusahaan periode tahun 2012–2019 di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa siang.
Dalam amar putusannya, majelis hakim menyatakan terdakwa Heru Hidayat selaku presiden komisaris PT Trada Alam Minera (TRAM) secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana turut serta melakukan Tindak Pidana Korupsi dalam dakwaan kesatu Primair dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) sebagaimana dalam dakwaan kedua Primair JPU.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa [Heru Hidayat] tersebut oleh karena itu dengan pidana nihil,” kata Leonard Eben Ezer, Kapuspenkum Kejagung kala itu mengutip amar putusan majelis hakim.
Kemudia, majelis hakim menjatuhkan pidana tambahan terhadap terdakwa Heru Hidayat, yakni membayar uang pengganti kepada negara sebesar Rp12.643.400.946.226 diperhitungkan dengan barang bukti (asset) milik terdakwa yang disita untuk dilelang.
Apabila terdapat kelebihan pengembalian uang pengganti hasil lelang maka dikembalikan kepada terdakwa Heru Hidayat. Sebaliknya, jika terdapat kekurangan uang pengganti maka hartanya dapat disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.
Adapun ketentuannya, apabila terdakwa tidak membayar uang pengganti paling lambat 1 bulan setelah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap untuk menutupi uang pengganti tersebut.