Jakarta, Gatra.com – Tim kuasa hukum PT Artha Bumi Mining (PT ABM) mengharapkan Mahkamah Agung (MA) mempertimbangkan penahanan tersangka FMI dalam menangani tumpah tindih IUP antara PT ABM dan PT BDW.
Salah satu kuasa hukum PT ABM, Happy Hayati pada Minggu, (7/7), menyampaikan, pihaknya meminta MA mempertimbangkan penahanan itu dalam memutus perkara tersebut karena MA selaku pilar utama atas keadilan dan sebagai titik akhir sengketa hukum terkait tumpang tindih IUP yang berlangsung sejak tahun 2016 silam.
Ia menjelaskan, Tim Peyidik Polda Sulawesi Tengah (Sulteng) telah FMI, tersangka kasus dugaan pemalsuan dokumen IUP) PT BDW di Kabupaten Morowali, Sulteng. Penahanan FMI dilakukan penyidik Polda Sulteng sejak Rabu, 3 Juli 2024.
“Penahanan ini membuktikan keseriusan penyidik Polda Sulteng dalam melaksanakan tugas dan fungsinya atas Laporan pidana yang kami sampaikan di Polda Sulteng pada 13 Juli 2023 silam,” katanya.
Happy menyampaikan, yurisprudensi MA dalam kaidah hukum Putusan MA RI Nomor 3 PK/TUN/2021, yang menyatakan bahwa sikap Pejabat Tata Usaha Negara yang Konsisten melaksanakan perintah Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang telah Berkekuatan Hukum Tetap, merupakan sikap yang harus dihormati oleh Badan Peradilan Tata Usaha Negara.
“Dalam kondisi hukum yang demikian, Hakim Peradilan Tata Usaha Negara tidak diperbolehkan duduk di kursi Pemerintahan, guna menilai sikap konsistensi tersebut, mengingat sikap tersebut lahir dari perintah badan peradilan tertinggi, yaitu Mahkamah Agung,” ujar Happy.
Lebih lanjut Happy dalam keterangan pers, mengatakan, permasalahan tumpang tindih Wilayah IUP antara PT ABM versus PT BDW terjadi sejak 2014, yakni sejak terbitnya Surat Keputusan (SK) Bupati Morowali Nomor: 540.3/SK.001/DESDM/I/2014 tanggal 7 Januari 2014 tentang Persetujuan Penyesuaian Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP-OP) kepada PT BDW yang diduga terbit berdasarkan surat palsu.
Adapun suarat diduga keras palsu tersebut yakni Surat Dirjen Minerba Nomor 1489/30/DBM/2013. Surat yang ditujukan kepada Bupati Morowali ini terkait Penyesuaian IUP-OP PT BDW tertanggal 3 Oktober 2013.
Happy menjelaskan, sebelumnya IUP PT BDW berada di Kabupaten Konawe, Sultra. Hal ini dikuatkan dengan adanya SK Bupati Konawe Nomor 29 Tahun 2010 tanggal 5 Januari 2010 tentang Persetujuan IUP–OP kepada PT BDW.
Menurutnya, lokasi IUP berada di Kecamatan Routa, Kabupaten Konawe, Sultra. Namun pada 2014, lokasi IUP berpindah ke wilayah Morowali, berdasarkan SK Nomor 1489/30/DBM/2013 dan kemudian dimuat dalam SK Bupati Morowali Nomor: 540.3/SK.001/DESDM/I/2014 tanggal 7 Januari 2014.
Terbitnya IUP PT BDW di wilayah Morowali telah diakui sebagai kesalahan oleh Bupati Morowali. Ini terbukti dengan Bupati Morowali mencabut IUP tersebut melalui SK Bupati Morowali Nomor 188.4.45.KEP.0243/DESDM/2014 tanggal 18 November 2014.
Menurut Happy, seharusnya dengan adanya pencabutan tersebut, permasalahan tumpang tindih lokasi IUP antara PT ABM versus PT BDW telah selesai.
Akan tetapi, kata Happy, pada 2015, Gubernur Sulteng mencabut SK Bupati Morowali melalui SK Gubernur Sulteng Nomor: 540/723/DESDM-GST/2015, tanggal 2 Desember 2015, dan menerbitkan Penciutan Wilayah IUP PT ABM dengan PT BDW pada tahun 2016.
"Padahal terhadap IUP PT Artha Bumi Mining adalah IUP sah dan terverifikasi saat rekonsiliasi IUP, sementara IUP PT Bintang Delapan Wahana tidak pernah masuk dalam proses rekonsiliasi, dan tidak pernah diserahkan kepada Gubernur pada saat rekonsiliasi IUP," ujar Happy.
Sengketa terhadap penciutan Wilayah IUP PT ABM Tahun 2016, dimenangkan oleh PT ABM, yakni Putusan Nomor 98 PK/TUN/2018 dan menjadi salah satu dasar terbitnya SK Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Nomor 1028/I/IUP/PMDN/2022 tertanggal 07 Juli 2022 tentang Persetujuan Penyesuaian Jangka Waktu IUP.
Selain dari itu, ujarnya, Putusan 122 PK/TUN/2021 dan Keputusan Satgas Percepatan Investasi Nomor 2 Tahun 2022 tentang Rekomendasi Penyelesaian Permasalahan Tumpang Tindih Wilayah IUP di Morowali.
“Sementara, terhadap penciutan Wilayah IUP PT Bintang Delapan Wahana, sebelumnya sempat dimenangkan oleh PT Artha Bumi Mining berdasarkan Putusan Nomor 122 PK/TUN/2021, namun terhadap Putusan tersebut dibatalkan oleh Putusan Nomor 6 PK/TUN/2023,” ujar Happy.
Kemudian IUP PT ABM SK Menteri Investasi/Kepala BKPM Nomor 1028/I/IUP/PMDN/2022 tanggal 07 Juli 2022, yang terbit berdasarkan hasil pemeriksaan badan peradilan, kembali digugat oleh PT BDW. Gugatan terdaftar dengan perkara Nomor 415/G/2022/PTUN.JKT tanggal 17 April 2023 Jo. 188/B/2023/PT.TUN.JKT tanggal 22 Agustus 2023, dan Kasasi yang tengah diajukan PT BDW Nomor 138 K/TUN/2024, dan Nomor 372/G/2022/PTUN.Jkt tanggal 8 Maret 2023 Jo. 185/B/2023/PT.TUN.JKT tanggal 22 Agustus 2023 Jo. 146 K/TUN/2024 Kasasi yang tengah diajukan PT BDW.
“Kami selaku kuasa hukum PT Artha Bumi Mining sebagai upaya preventif selalu berupaya mengingatkan Mahkamah Agung agar memberikan putusan yang seadil-adilnya,” kata dia.
Ini guna mengakhiri sengketa yang tidak berkesudahan, termasuk perkembangan-perkembangan pidana. Terkahir pihak PT ABM menyampaikan keberatan atas formasi Majelis Hakim yang menangani Kasasi karena beberapa di antaranya adalah majelis Hakim yang sama dalam perkara nomor 6 PK/TUN/2023 pada 1 Juli 2024.
Melihat semua fakta di atas, kata Happy, akankah MA mengingkari yurisprudensi Putusan MA Nomor 3 PK/TUN/2021 yang merupakan pilar utama atas keadilan dan sebagai titik akhir penyelesaian sengketa tumpang tindih wilayah IUP antara PT ABM versus PT BDW, padahal telah diketahui bahwa IUP PT BDW diduga terbit berdasarkan atas dokumen palsu.
“Apalagi terhadap kasus dugaan pemalsuan dokumen IUP, sudah dilakukan penahanan terhadap FMI selaku tersangka dalam kasus ini,” kata Happy. Gatra.com masih berupaya mengonfirmasi pihak terkait.