Home Hukum Korban Kasus Rumah Kemang Desak agar Santoso Halim dan 2 Notaris Segera Diseret ke Meja Hijau

Korban Kasus Rumah Kemang Desak agar Santoso Halim dan 2 Notaris Segera Diseret ke Meja Hijau

Jakarta, Gatra.com – Keluarga korban almarhum Drs. Djohan Effendi mengharapkan tiga tersangka kasus jual-beli tanah dan rumah Jalan Kemang V Nomor 12, Jakarta Selatan (Jaksel), yakni Ir. Santoso Halim, notaris Lusi Indriani, S.H., M.H.Kn. dan dan notaris/PPAT Vivi Novita Ranadireksa, S.H., M.Kn. segera diseret ke meja hijau.

“Mudah-mudahan itu bisa diajukan ke meja hijau, ke pengadilan,” kata AKBP (P) Arlon Sitinjak, S.H., M.H., kuasa hukum dari pihak keluarga Drs. Djohan Effendi ditemui Gatra.com di rumah tersebut pada Kamis malam, (4/7).

Ia menjelaskan, berkas penyidikan perkara dugaan mafia jual-beli tanah yang ditangani oleh Tim Penyidik Subdit Harda Ditreskrimum Polda Metro Jaya (PMJ) itu sudah 3 kali bola-balik karena Tim Jaksa Peneliti dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta belum menyatakan lengkap (P21).

“Masih disempurnakan oleh penyidik. Kami tetap bersinergi dengan penyidik agar ini segera dilimpahkan untuk diadili di PN Jaksel,” ujarnya.

Advokat dari Law Firm Arlon Sitinjak & Partners tersebut menyampaikan, Tim Jaksa Peneliti dari Kejati DKI Jakarta belum menyatakan berkas penyidikan telah lengkap (P21) karena berkas penyidikan tersangka Ir. Satoso Halim, Lusi Indriani, dan Vivi Novita Ranadireksa masih ada yang harus dipenuhi oleh penyidik PMJ.

Arlon mengatakan, pihaknya menyampaikan kepada penyidik agar memasukkan tiga putusan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht) sebagai barang bukti karena itu terkait dengan perkara ketiga tersangka.

Ketiga putusan pengadilan tersebut, lanjut dia, yakni:

1. Putusan Perkara Terpidana Husin Ali Muhammad

Putusan terhadap Husin Ali Muhammad, yakni Putusan PN Jaksel Nomor 1073/Pid.B/PN.Kkt.Slt, tanggal 18 Desember 2018 junto Putusan PT DKI Jakarta juncto Putusan Kasasi Mahkamah Agun Republik Indonesia No: 562/K/Pid/2019 tanggal 1 Juli 2019.

Ia menjelaskan, ini adalah putusan terhadap Husin Ali Muhammad yang divonis 4 tahun penjara karena terbukti secara sah dan meyakinkan memasukkan keterangan paslu ke dalam akta otentik dan menggunakan surat palsu untuk memalsukan 2 sertifikat tanah dan bangunan yang berlokasi di Jalan Kemang V Nomor 12 milik Drs. Djohan Effendi, mantan diplomat. Adapun dua sertifkatnya adalah SHM No.00416/Bangka luas tanah 681 m2 dan SHM No.00179/Bangka luas tanah 1.017m2.

Modusnya, terpidana Husin Ali Muhammad meminjam sertifikat Djohan Effendi untuk menurunkan daya listrik rumah di Kemang yang disewanya. Dia menyewa rumah pada Juni 2016. Awalnya dia meminta fotokopi sertifikat rumah dan tanah karena akan menurunkan daya listrik dari 22 ribu Watt ke 6 ribu Watt.

Setelah meminta fotokopi, sekitar sepekan kemudian, Husin Ali Muhammad berdalih bahwa syarat dari PLN harus menyerahkan setifikat asli. Lantaran percaya bahwa Husin Ali Muhammad sering mengadakan pengajian di rumah yang disewa, Djohan Effendi pun mengantar 2 sertifkat asli ke rumah tersebut.

Untuk meyakinkan korban Djohan Effendi, Husin Ali Muhammad sudah menghadirkan seseorang bernama Fauzi, petugas PLN gadungan. Dia berseragam pegawai PLN dan mengaku sebagai petugas dari perusahaan strum pelat merah tersebut.

Setelah menerima 2 sertfikat asli, Husin Ali Muhammad yang telah membuat setifikat palsu dari data fotokopi sertifikat asli yang sebelumnya diterima, kemudian memberikan 2 sertifikat palsu kepada Djohan Effendi.

Djohan Effendi lantas mengecek 2 sertifikatnya. Ia merasa janggal karena dalam sertifikat sebelumnya mengguakan ejaan lama, di antaranya kata Djakarta. Sedangkan di sertifikat baru tertulis Jakarta.

Djohan Effedi pun mengecek keabsahan 2 sertifikat tersebut ke BPN Jaksel. Pihak BPN menyatakan bahwa sertifikat itu palsu. Ia lantas memblokir kedua setifikat asli miliknya di BPN. Namun entah kenapa, BPN membuka blokir yang dimintakan pihak Husin Ali Muhammad tanpa memberi tahu ke Djohan Effendi.

Setelah menguasai dua sertifikat asli, Husin Ali Muhammad bersama sindikat atau komplotannya lalu menjual rumah dan tanah tersebut menggunakan akta asli senilai Rp12 miliar kepada Ir. Santoso Halim.

Tersangka Santoso Halim, pembeli rumah Kemang V Nomor 12, Jaksel. (GATRA/Ist)

Namun dari jumlah itu, hanya Rp8 miliar yang dibayarkan dan itu pun uangnya diserahkan kepada Husin Ali Muhammad meskipun penjualnya adalah Halim. Halim adalah orang yang dihadirkan sebagai Djohan Effendi gadungan di dengan menggunakan KTP palsu dalam proses jual beli di depan notaris.

Djohan Effendi pun berulang kali meminta Husin Ali Muhammad segera mengembalikan setifikat asli. Namun dengan berbagai dalih, dia tidak juga menyerahkannya.

Karena tidak mempunyai itikad baik, Husin Ali Muhammad dan Halim pun dilaporkan ke Polrestro Jaksel melalui Laporan Polisi No: LP/176/K/PMJ/RERSRO JAK-SEL pada 6 Februari 2017. Husin menjadi pesakitan sedangkan tersangka Halim sampai saat ini masih buron dan masuk dalam daftar pecarian orang (DPO) Polrestro Jaksel.

“Akhirnya dia [Husin] divonis bersalah melanggar Pasal 266 dan 263 KUHP juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP,” katanya.

Terdakwa mengajukan banding hingga kasasi. Namun Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta dan Mahkamah Agung (MA) menguatkan putusan PN Jaksel. “Jadi sudah inkracht putusannya,” ujar Alron.

Husin Ali Muhammad telah dieksekusi, yakni dijebloskan ke dalam Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) untuk menjalani hukuman 4 tahun penjara. Saat ini, dia telah meninggal dunia.

2. Putusan Peninjauan Kembali (PK) Perkara Perdata Ir. Santoso Halim

Selepas vonis tersebut, Ir Santoso Halim mengajukan gugatan perdata terhadap Djohan Effendi di PN Jaksel pada 18 Maret 2017. Dia mendalilkan bahwa tergugat melakukan perbuatan melawan hukum dan menta agar mengosongkan rumah dan tanah di Jalan Kemang V No. 12 karena telah menjadi miliknya.

“Majelis hakim Yang Mulia memutuskan bahwa perkara itu penggugatnya tidak lengkap atau atau NO karena dia tidak menggugat Husin Ali Muhammad dan Halim yang DPO,” kata Arlon.

Santoso Halim tak puas dengan putusan No. 240/Pdt.G/2018/PN. Jkt. Sel tanggal 19 Desember 2019, kemudian mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta. Anehnya, lanjut Arlon, majelis hakim dalam putusan No. 317/Pdt.G/2020/PT. DKI tanggal 23 Juli 2020, menyatakan bahwa Ir. Santoso Halim adalah pihak pembeli yang beritikad baik sehingga harus dilindungi hukum.

Atas putusan itu, pihak ahli waris Djohan Effendi mengajukan kasasi ke MA karena orang tuanya tidak pernah menjual rumah dan tanah tersebut. Namun MA dalam putusan No. 2721/K/Pdt/2021 tanggal 6 Oktober 2021 malah menguatkan putusan PT DKI Jakarta.

Tak puas dengan putusan tersebut, pihak ahli waris Djohan Effendi kemudian mengajukan Penijauan Kembali (PK) pada 2021 dengan novum pembayaran uang hasil penjualan rumah tidak diberikan kepada Halim selaku penjual palsu tetapi kepada Husin Ali Muhammad.

“Jual belinya sesuai dengan prosedur akta tapi isinya tidak sesuai dengan yang sebenarnya karena pembeli dan penjual itu, penjualnya adalan Halim yang jadi figur Djohan Effendi tetapi Ir. Santoso Halim bayar ke Husin Ali Muhammad, itu kebohongan-kebohongan yang dirangkai dalam jual-beli bodong,” ujarnya.

Fakta itu dikonfirmasi notaris Lusi dan Vivi dalam persidangan di PN Jaksel. Akhirnya, keadilan memihak kepada korban. Majelis hakim PK dalam putusan No. 189 PK/Pdt/2023 tanggal 3 Mei 2023, memutuskan bahwa Ir. Santoso Halim melakukan perbuatan melawan hukum dalam pembelian rumah di Jalan Kemang V No. 12 tersebut. Majelis hakim menyatakan pemilik yang sah atas tanah dan rumah di Jalan Kemang V Nomor 12 itu adalah Djohan Effendi.

“Ir. Santoso Halim diputuskan bahwa dia melakukan jual-beli itu dengan tipu muslihat dan secara akal-akalan, semua akta yang dibuat terkait itu, sesuai putusan PK Nomor 189 dinyatakan batal dan tanah rumah itu dinyatakan milik Djohan Effendi,” katanya.

3. Putusan Inkracht PTUN Jakarta

Setelah putusan tersebut, pihak ahli waris Djohan Effendi mengajukan upaya hukum administrasi untuk membatalkan peralihan hak kedua SHM dari Djohan Effendi ke Ir. Santoso Halim di PTUN Jakarta.

Terpidana perkara penjualan rumah Kemang, almarhum Husin Ali Muhammad. (GATRA/Ist)

Upaya hukum terhadap kepala BPN Jaksel itu karena yang bersangkutan dalam PK di atas selaku pihak tergugat. Namun kepala BPN Jaksel tidak merespons apalagi menjalankan putusan PK.

Atas dasar itu, ahli waris Djohan Effendi mengajukan gugatan TUN di PTUN Jakarta pada 30 Oktober 2023. Adapun pihak tergugatnya adalah kepala BPN Jaksel karena tidak juga mencabut dua akta tersangka Santoso Halim atas rumah tersebut.

PTUN Jakarta dalam putusan No. 547/F/2023/PTUN JKT tanggal 19 Maret 2023 mengabulkan gugatan pemohon untuk seluruhnya dan menyatakan dua SHM milik Ir. Santoso Halim atas tanah dan rumah itu tidak berlaku.

“Putusan ini sudah inkracht juga, memerintahkan kepala BPN Jaksel untuk membatalkan sertifikat yang telah beralih kepada Ir. Santoso Halim menjadi atas nama Drs. Djohan Effendi,” katanya.

Namun sayangnya, hingga rentang waktu 60 hari sebagaimana ditentukan perundang-undangan, kepala BPN Jaksel tidak juga mengeluarkan 2 SHM atas tanah dan rumah sebagai milik Drs. Djohan Effendi.

Arlon menyampaikan, pihaknya mengharapkan setelah penyidik memasukkan ketiga putusan inkracht tersebut, Tim Jaksa Peneliti dari Kejati DKI Jakarta menyatakan berkas penyidikan tersangka Ir. Sansoso Halim, Lusi, dan Vivi dinyatakan lengkap (P21).

Setelah itu, Tim Penyidik PMJ melimpahkan tahap dua, yakni tersangka dan barang bukti kepada Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati DKI Jakarta untuk disidangkan di PN Jaksel. Selain itu, para tersangka diharapkan agar ditahan.

“Memang kelopok itu, 5 orang itu [Husin Ali Muhammad, Halim, Ir. Satoso Halim, Lusi, dan Vivi] serta pihak lainnya bersekongkol melakukan perbuatan jahat mafia tanah yang menjadikan klien kami sebagai korban,” katanya.

Ir. Santoso Halim, Lusi, dan Vivi awalnya dilaporkan pihak keluarga Djohan Effendi ke PMJ dengan Laporan Polisi No: LP/3397/VIII/2021/SPKT/POLDA METRO JAYA tanggal 8 Juli 2021.

Setelah melakukan penyelidikan, PMJ menaikkan kasus ini ke tahap penyidikan dan menetapkan Ir. Santso Halim, Vivi Novita Ranadireksa, S.H., M.Kn., dan Lusi Indriani, S.H., M.Kn., sebagai tersangka sebagaimana Surat Pemberitahuan Penetapan Tersangka No.: B/18529/XII/RES.1.9./2022/Ditreskrimum tanggal 15 Desember 2022.

Perbuatan tersangka Ir. Santoso Halim bersama-sama dengan Vivi Novita Ranadireksa, S.H., M.Kn., dan Lusi Indriani, S.H., M.Kn. melanggar Pasal 266 dan 264 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Arlon menyampaikan, ketiga tersangka belum ditahan dalam perkara ini meskipun pihaknya telah meminta agar mereka ditahan. Belum ditahannya ketiga tersangka karena penyidik beralasan berkasnya masih bolak-balik sehingga khawatir masa penahanan akan habis dan berkasnya belum P21.

“Kami sebenarnya meminta penyidik menahan, namun pertimbangan penyidik tadi, tidak melakukan penahan,” ujarnya.

Ia lebih lanjut menyampaikan, berdasarkan informasi dari penyidik, tersangka Lusi ditahan di Rutan Pondok Bambu dalam perkara lain. Adapun tersangka Vivi sejauh ini masih kooperatif ketika diperlukan untuk menjalani pemeriksaan.

“Kalau Vivi, setiap dibutuhkan menurut penyidik dia hadir. Yang cukup sulit menurut penyidik adalah Ir. Santoso Halim,” katanya.

1974