Jakarta, Gatra.com – Ketua Umum (Ketum) Peradi, Prof. Otto Hasibuan, mengatakan, pihaknya akan menyelidiki isu bahwa ada advokat dalam kasus pembunuhan Vina dan Eky menjadi kuasa hukum pihak tertentu hanya untuk melegitimasi berita acara (BA) pemeriksaan polisi.
“Dia statusnya sebagai pembela seorang tersangka tapi hanya cap untuk melegitimasi berita acara. Itu pelanggaran etika,” kata Otto usai meninjau Ujia Profesi Advokat (UPA) Peradi di Untar, Jakarta, Sabtu, (29/6).
Ia menceritakan, setelah kasus pembunuhan Vina dan Eky kembali bergulir karena pelakunya yang telah dipenjara seumur hidup diduga kuat merupakan korban rekayasa, melahirkan berbagi versi serta banyak advokat yang menjadi kuasa hukum dari berbagai pihak.
“Sampai saat ini banyak pemberitaan yang liar sekali. Banyak versi-versi. Sekarang Anda lihat sendiri, banyak pihak-pihak yang mulai berseberangan,” ujarnya.
Advokat ada yang menjadi kuasa hukum dari pihak tersangka, pihak keluarga terpidana/tersangka dan korban Vina maupun Eky. “Bahkan sekarang ada juga advokat yang membela polisi. Ini fenomena yang harus dicermati juga,” katanya.
Otto melanjutkan, memang advokat ini boleh membela pihak manapun sesuai dengan keinginannya. Namun, jangan sampai advokat ini dipakai pihak tertentu untuk meloloskan berkas penyidikan supaya dinyatakan lengkap (P21).
“Jangan sampai advokat itu dipakai sebagai cap saja, dia statusnya sebagai pembela seorang tersangka tapi hanya 'cap' untuk melegitimasi berita acara. Itu pelanggaran etik,” ucapnya tegas.
Otto mengingatkan, kalau menjadi kuasa hukum atau pengacara seseorang, baik tersangka atau terdakwa, pihak keluarga atau pihak lainnya, harus benar-benar membela kepentingan kliennya, bukan malah menjadi alat untuk melegitimasi berita acara, misalnya di tingkat penyidikan.
“Banyak isu sekarang ini, katanya ini baru katanya, banyak oknum-oknum pengacara pura-pura menjadi pengacara tersangka tapi bukan menjadi pengacara tersangka sebenarnya, tetapi agar berita acara yang dibut polisi itu sah,” katanya.
Menurut Otto, kalau isu itu benar adanya, ini merupakan hal yang sangat miris. “Ini pelanggaran kode etik berat. Kami akan selidiki dan akan kami tindak kalau itu benar. Inikan masih isu, mudah-mudahan itu tidak benar,” katanya.
Sedangkan ketika ditanya bagaimana perkembangan dari upaya hukum 7 terpidana yang meminta Peradi sebagai kuasa hukum untuk mengajukan Peninjauan Kembali (PK) setelah bayak orang memberikan kesaksian bahwa mereka korban rekayasa, Otto menyampaikan, Peradi masih memperjuangkannya.
“Peradi sekarang ini dalam proses untuk memeriksa bahwa terlepas mereka apa yang terjadi ini, kami sedang berjuang untuk mengajukan PK mereka,” ujarnya.
Otto menjelaskan, pihaknya hanya ingin membuka kebenaran apakah betul yang 7 orang divonis penjara seumur hidup yang kini mendekam di penjara itu sebagai pelakunya atau korban rekayasa.
?“Kalau mereka kami temukan bersalah, ya tentunya kami minta keringanan dari hukuman. Tapi kalau ditemukan fakta-faktanya tidak bersalah, kami berupaya untuk membebaskan mereka,” ujarnya.
Lebih lanjut Otto menyampaikan, dari 7 terpidana, hanya tinggal Sudirman yang belum memberikan kuasa kepada tim advokat yang dibentuk DPN Peradi. Pasalnya, tim dan keluarga Sudirman dipersulit untuk bertemu Sudirman.
“Yang lain sudah bertemu. Ini ada yang namanya Sudirman, menurut informasi yang kami peroleh, Sudirman ini sudah ada pengacaranya. Karena sudah ada pengacaranya, ya tentu sudah tidak masalah,” katanya.
Tetapi persoalan atau permasalahannya, lanjut Otto, pihak keluarga tidak bisa bertemu dengan Sudirman. Masalah ini tidak begitu ribet kalau semua pihak, khususnya kepolisian transparan.
“Yang menjadi soal sekarang, mengapa orang tuanya tidak boleh bertemu Sudirman, apa yang salah. Kenapa polisi mencegah ini,” kata dia.
Pihak keluarga dan tim dari Peradi kesulitan menemui Sudirman karena dari informasi yang didapat, dia tidak sedang berada di Lapas karena dibon di Polda Jabar untuk penyidikan kasus tersangka Pegi Setiawan.
“Aturannya kalau dibon, itu enggak bisa berhari-hari, dia dibon, diperiksa boleh dan harus dikembalikan ke lapas. Ini berhari-hari bahkan sampai sebulan katanya,” ujar dia.
Otto berjanji akan mengeceknya apakah benar dia berada di Polda. Pasalnya, kalau dibon untuk pemeriksaan tidak bisa lama sekali dan harus segera dikembalikan ke Lapas. Kemudian, kalau dia benar berada di Polda, mengapa polisi tidak mengizinkan keluarga Sudirman dan tim dari Peradi untuk bertemu dia.
“Kan nanti timbul lagi kecurigaan orang terhadap polisi. Kok polisi ambil orang dari Lapas disimpan di Polda, kalau pemeriksaan berapa lama,” ucapnya.
“Ini kan membuat jadi kecurigaan. Kecurigaan itu akan muncul, ya saya imbau kembalikan saja normal. Bertemu orang tuanya, apa salahnya. Bertemu dengan pengacara apa salahnya. Nothing the rong. Kalau kita merasa berbuat tidak salah, ya transparan saja,” ujarnya.