Jakarta, Gatra.com – Kejaksaan Agung (Kejagung) memeriksa Direktur PT Jardin Traco Utama, DTW, dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan kegiatan usaha komoditi sejumlah 109 ton emas tahun 2010–2022.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, di Jakarta, Kamis, (27/6), menyampaikan, penyidik juga memeriksa satu orang lainnya, yakni Financial Reporting dan Consolidation Manager PT Antam Tbk., AAW.
Ia menjelaskan, Tim Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejagung memeriksa kedua orang tersebut sebagai saksi bagi enam tersangka, yakni TK, HN, DM, AHA, MA, dan ID.
“Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dimaksud,” katanya.
Sebelumnya, Kejagung menetapkan 6 tersangka kasus dugaan korupsi tata kelola komoditi emas sebanyak 109 ton oleh PT Antam tahun 2010–2021. Direktur Penyidikan Pidsus Kejagung, Kuntadi, menyampaikan, penetapan tersangka ini berdasarkan dua alat bukti permulaan yang cukup.
Kuntadi pada Rabu malam, (29/5/2024), menyampaikan, keenam tersangkanya yakni mantan General Manager (GM) Unit Bisnis Pengelolaan dan Pemurnian Logam Mulia (UB PPLM) PT Antam.
Para tersangkanya, yakni TK selaku GM periode 2010–2011, HN selaku GM periode 2011–2013, DM selaku GM periode 2013–2017, AH selaku GM periode 2017–2019, MAA selaku GM periode 2019–2021, dan ID selaku GM periode 2021–2022.
Ia menjelaskan dalam kasus ini keenam tersangka selaku GM UBPPLM PT Antam diduga menyalahgunakan kewenangannya dengan melakukan aktivitas manufaktur ilegal. Mereka melakukan kegiatan peleburan, pemurnian, dan pencetakan logam mulia yang tidak sesuai dengan ketentuan dan aturan PT Antam.
“Yang bersangkutan secara melawan hukum dan tanpa kewenangan telah melekatkan logam mulia milik swasta dengan merek Logam Mulia Antam,” ujarnya.
Kuntadi menegaskan, seharusnya pelekatan merek Logam Mulia PT Antam tidak bisa dilakukan secara sembarangan tanpa ada kontrak kerja. Selain itu, seharusnya ada pembayaran biaya yang diterima PT Antam sebagai hak eksklusif.
Kuntadi menyebut telah tercetak logam mulia dengan berbagai ukuran sebanyak 109 ton. Logam mulia itulah yang kemudian juga diedarkan ke pasar bersamaan dengan produk logam mulia PT Antam resmi.
“Logam mulia dengan merek ilegal ini mengerus pasar logam mulia PT Antam. Sehingga kerugiannya menjadi berlipat-lipat lagi,” ujarnya.
Atas perbuatan tersebut Kejagung menyangka keenam tersangka di atas melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.