Jakarta, Gatra.com – Kejaksaan Agung (Kejagung) memeriksa JT selaku pihak dari Toko Cahaya Matahari dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan kegiatan usaha komoditi emas sejumlah 109 ton tahun 2010–2022.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, pada Selasa, (25/6), menyampaikan, selain itu Tim Jaksa Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejagung memeriksa 4 orang lainnya.
Adapun keempat orang tersebut, lanjut Harli, semuanya berasal dari pihak swasta, yakni SJ, LE, GAR, dan IJP. Kelima orang tersebut diperiksa sebagai saksi untuk 6 tersangka.
“Kelima orang saksi diperiksa dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi pada pengelolaan kegiatan usaha komoditi emas tahun 2010–2022 atas nama tersangka TK, HN, DM, AHA, MA, dan ID,” ujarnya.
Harli menyampaikan, pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dugaan korupsi usaha komoditi emas tersebut.
Sebelumnya, Kejagung menetapkan 6 tersangka kasus dugaan korupsi tata kelola komoditi emas sebanyak 109 ton oleh PT Antam tahun 2010–2021. Direktur Penyidikan Pidsus Kejagung, Kuntadi, menyampaikan, penetapan tersangka ini berdasarkan dua alat bukti permulaan yang cukup.
Kuntadi pada Rabu malam (29/5/2024), menyampaikan, keenam tersangkanya yakni mantan General Manager (GM) Unit Bisnis Pengelolaan dan Pemurnian Logam Mulia (UB PPLM) PT Antam.
Para tersangkanya, yakni TK selaku GM periode 2010–2011, HN selaku GM periode 2011–2013, DM selaku GM periode 2013–2017, AH selaku GM periode 2017–2019, MAA selaku GM periode 2019–2021, dan ID selaku GM periode 2021–2022.
Ia menjelaskan dalam kasus ini keenam tersangka selaku GM UBPPLM PT Antam diduga menyalahgunakan kewenangannya dengan melakukan aktivitas manufaktur ilegal. Mereka melakukan kegiatan peleburan, pemurnian, dan pencetakan logam mulia yang tidak sesuai dengan ketentuan dan aturan PT Antam.
“Yang bersangkutan secara melawan hukum dan tanpa kewenangan telah melekatkan logam mulia milik swasta dengan merek Logam Mulia Antam,” ujarnya.
Kuntadi menegaskan, seharusnya pelekatan merek Logam Mulia PT Antam tidak bisa dilakukan secara sembarangan tanpa ada kontrak kerja. Selain itu, seharusnya ada pembayaran biaya yang diterima PT Antam sebagai hak eksklusif.
Kuntadi menyebut telah tercetak logam mulia dengan berbagai ukuran sebanyak 109 ton. Logam mulia itulah yang kemudian juga diedarkan ke pasar bersamaan dengan produk logam mulia PT Antam resmi.
“Logam mulia dengan merek ilegal ini mengerus pasar logam mulia PT Antam. Sehingga kerugiannya menjadi berlipat-lipat lagi,” ujarnya.
Atas perbuatan tersebut Kejagung menyangka keenam tersangka di atas melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.