Khan Younis, Gatra.com — Kamp pengungsi Nuseirat yang gerah dengan jalan-jalan sempit yang dipadati warga. Situasi terasa normal siang hari itu, sampai suara tembakan pertama menggema dikawasan itu, Sabtu (8/6).
Tembakan itu datang dari pasukan khusus Israel yang menjalankan operasi pembebasan empat sandera. Israel menyebutnya sebagai operasi militer paling sukses sejak Oktober 2023. Empat sandera berhasil dibawa pulang. Sedikitnya 274 warga Palestina terbunuh, ratusan lainnya luka. Dan satu orang komandan pasukan khusus Israel tewas.
Bagaimana peristiwa itu, terjadi, laman Associated Press merangkai kisahnya berdasarkan informasi dari militer Israel dan saksi Palestina, Senin (10/6).
Serangan Siang Bolong
Empat sandera ditahan di dua tempat terpisah. Noa Argamani, 26 ditahan di satu apartemen. Tiga sandera lain, Almog Meir Jan, 22, Andrey Kozlov, 27, dan Shlomi Ziv, 41, berada di lokasi lain yang terpisah jarak sekitar 200m.
Menurut pengakuan mereka, selama disandera, mereka ditahan berpindah-pindah tempat. Tapi tidak pernah ditahan di dalam terowongan. Saat dibebaskan, mereka ditahan di ruangan terkunci dengan pengawal bersenjata.
Menurut Laksamana Muda Daniel Hagari, juru bicara militer Israel, "Intelijen Israel sudah mengetahui di mana mereka berada dan pasukan komando menghabiskan waktu berminggu-minggu berlatih dengan ruangan yang seukuran tempat penahanan para sandera.
“Ini seperti operasi bedah, seperti operasi otak,” katanya.
Dia mengatakan mereka memutuskan untuk menyerang pada tengah hari karena ini akan menjadi “kejutan terbesar” dan menargetkan dua bangunan secara bersamaan. Para perencana khawatir jika mereka menyerang salah satu sandera terlebih dahulu, para penculik akan mendengar keributan dan membunuh para sandera lainnya.
Hagari menolak untuk mengatakan bagaimana pasukan Israel mencapai jantung Nuseirat, sebuah kamp pengungsi yang padat dan dibangun di Gaza tengah sejak perang Arab-Israel tahun 1948. Namun didugas, berdasarkan operasi sebelumnya, setidaknya beberapa pasukan khusus yang ikut serta dalam serangan tersebut kemungkinan besar berpakaian seperti orang Palestina dan fasih berbahasa Arab.
Kamal Benaji, seorang pengungsi Palestina dari Kota Gaza yang tinggal di sebuah tenda di pusat Nuseirat, mengatakan dia melihat sebuah truk kecil dengan sebuah mobil di depan dan satu lagi di belakang berhenti di depan sebuah bangunan di jalan tempat dia mendirikan tendanya.
Pasukan komando melompat dari truk dan salah satu dari mereka melemparkan granat ke dalam rumah. Bentrokan dan ledakan terjadi di mana-mana, katanya.
Pemboman Brutal
Proses penyelamatan Argamani tampaknya berjalan lancar, sementara tim yang mengevakuasi tiga sandera lainnya mengalami kesulitan.
Inspektur Kepala Arnon Zamora, seorang perwira di unit komando elit polisi Israel, terluka parah dalam pembobolan tersebut, yang menewaskan semua penjaga Hamas, tulis Amos Harel, seorang koresponden pertahanan veteran, di surat kabar Haaretz Israel. Kemudian kendaraan penyelamat yang membawa ketiga sandera terjebak di kamp, katanya.
Militan Palestina yang bersenjatakan senapan mesin dan granat berpeluncur roket melepaskan tembakan ke arah tim penyelamat, sementara Israel membalas dengan serangan besar-besaran dari darat dan udara untuk melindungi proses evakuasi mereka ke pantai.
Pengeboman inilah yang tampaknya telah membunuh dan melukai begitu banyak warga Palestina.
Mohamed al-Habash, pengungsi Palestina lainnya, sedang berada di pasar Nuseirat, mencari bantuan kemanusiaan atau makanan murah ketika pemboman besar-besaran dimulai. Dia berlindung bersama setengah lusin orang lainnya di sebuah rumah yang rusak. Dia mengatakan banyak rumah lain yang terkena dampaknya.
“Kami mendengar ledakan yang sangat keras dan suara tembakan yang keras,” katanya. “Kami melihat banyak jet tempur terbang di atas wilayah tersebut.”
Tim penyelamat Israel akhirnya berhasil mencapai pantai. Zamora dievakuasi dengan helikopter dan kemudian meninggal karena luka-lukanya di rumah sakit. Militer mengganti nama operasi tersebut untuk menghormatinya.
Rekaman yang dirilis oleh militer menunjukkan tentara menggiring para sandera di sepanjang pantai menuju perairan dan helikopter menimbulkan awan pasir saat mereka lepas landas.
“Kami menyebut para sandera itu berlian, jadi kami katakan kami memegang berlian itu di tangan kami,” kata Hagari.