Jakarta, Gatra.com – Advokat Hanry Sulistio menggugat tujuh petinggi dari beberapa lembaga penegak hukum ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) terkait masih banyaknya praktik mafia hukum di berbagai lembaga hukum.
Sulistio pada Rabu (5/6), menyampaikan, pihaknya menggugat ketujuh petinggi dari sejumlah lembaga penegak hukum tersebut karena diduga terkesan membiarkan bahkan melindungi oknum-oknum tersebut.
Sebagaimana gugatan perkara Nomor: 319/Pdt.G/2024/PN Jkt. Pst, ketujuh petinggi yang digugat tersebut yakni oknum Ketua Mahkamah Agung (MA), oknum Kepala Badan Pengawas (Bawas) MA, oknum Ketua Komisi Yudisial (KY) 2021–2023, oknum Ketua KY, oknum Sekjen KY, oknum Kapolri, dan oknum Jaksa Agung.
Ia menjelaskan, gugatan tersebut dilayangkan karena mereka sebagai pribadi di balik seragam penegak hukum yang merupakan pihak yang paling bertanggung jawab atas rusaknya penegakan hukum di Indonesia. Atas dasar itu, pihaknya menggugat mereka atas dugaan melakukan perbuatan melawan hukum.
Gugatan ini, lanjut Sulistio, berawal sejumlah oknum hakim yang diduga melakukan pelanggaran. “Oknum hakim digugat karena melakukan pemalsuan subjek hukum dan objek perkara Nomor 35/Pdt.G/2022/PN.Smr,” katanya.
Menurutnya, gugatan tersebut terkait dugaan pelanggaran Pasal 17 Ayat 5 Undang-Undang (UU) Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Persoalan ini jua dilaporkan kepada lembaga yang berwenang menangani dugaan pelanggaran hakim.
“Namun ketika dilaporkan ke Badan Pengawasan MA RI dinyatakan sebagai teknis yuridis, padahal teknis yuridis itu tidak pernah mengaitkan pemalsuan dan hal-hal kriminal,” ujarnya.
Advokat asal Samarinda, Kalimantan Timur (Kaltim) tersebut menyampaikan, mereka menyatakan bahwa pokok pemalsuan sebagai teknis yuridis sehingga ini seolah-olah dibenarkan.
Menurutnya, hal itu tidak dapat diterima karena pemalsuan bukanlah tindakan hukum yang dibenarkan melainkan delik hukum yang seharusnya ditangkap atau diproses hukum.
Sulistio lebih lanjut menyampaikan, pihaknya pun melaporkan persoalan tersebut kepada pihak kepolisia dan Kejaksaan, namun tidak pernah menggubrisnya.
“Tampak hukum tidak berlaku bagi penjahat-penjahat di balik berseragam polisi, jaksa, dan hakim, justru laporan kita ditipumuslihatkan karena selama ini praktik hukum tajam ke bawah tumpul ke atas,” kata Sulistio.
Ia meyatakan siap membongkar praktik oknum penegak hukum tersebut di persidangan yang akan dimulai pada 3 Juli nanti.
Lebih lanjut Sulistio mempertanyakan apakah panglima tertinggi di negara ini adalah hukum atau kekuasaan? Menurutnya, kalau melihat dari fundamental saat ini dan sampai pihakya mengajukan gugatan terhadap oknum-oknum ini erat dengan kekuasaan.
“Padahal amanat konstitusi UUD Pasal 1 Ayat (3) menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum, bukan negara kekuasaan,” ujarnya.
Ia menyampaikan, langkah yang dilakukan pihaknya merupakan salah satu upaya untuk memperbaiki penegakan hukum di negeri ini. Menurutnya, memperbaiki bobroknya hukum lebih penting dari pembangunan.
Alasannya, kata dia, kalau penegakan hukumnya baik maka pembangunan akan berjalan bagus. Oleh karena itu, ia meminta aparat penegak hukum di Indonesia menegakkan hukum sebaik-baiknya sebagaimana ketentuan hukum. Gatra.com masih berupaya mengonfirmasi pihak terkait.