Jakarta, Gatra.com - Pengamat Transportasi Bambang Haryo Soekartono (BHS) menegaskan bahwa biaya logistik tak bisa dikonotasikan sebagai biaya transportasi dan tak bisa sepenuhnya yang dijadikan penyebab utama harga produk meningkat.
"Pada kenyataannya, biaya transportasi itu hanya mengambil porsi kecil pada biaya logistik. Pengaruhnya tidak signifikan. Bisa dikatakan pengaruh biaya transportasi domestik hanya mengambil 1/4 dari total keseluruhan biaya logistik," kata pria yang akrab disapa BHS itu dalam keterangannya, Minggu (2 /6).
Ia menjelaskan, yang pertama mengambil pengaruh besar pada harga produk adalah persediaan atau persediaan. "Kaitannya, persediaan ini sangat berpengaruh pada harga barang. Sesuai dengan teori supply and demand. Jika demand lebih banyak dibandingkan supply, maka ya harganya menjadi mahal. Jadi kalau cadangan barang itu menurun, sudah pasti harga akan naik," ucapnya.
Baca juga: Saudi akan Uji Taksi Terbang dan Drone pada Musim Haji Tahun Ini
Faktor lain yang mempengaruhi biaya logistik adalah penyimpanan, pengemasan atau pengemasan, pengelolaan pesanan, dan layanan pada pelanggan. “Pergudangan dan seluruh item ini mengambil porsi yang besar dalam biaya logistik,” ucapnya lagi.
Komponen selanjutnya adalah pajak, baik pajak dari barang atau pajak dari alat transportasi beserta _nilai premi asuransinya. Oleh karena itu, untuk memastikan harga produk tetap terjangkau, semua pihak terkait harus memastikan keseimbangan persediaan produk.
Artinya, pendistribusian logistik itu harus terus dilakukan secara reguler. Sehingga, jika saat hari libur nasional, transportasi logistik masyarakat dilarang jalan, maka efeknya mendorong naiknya harga pada produk yang dibutuhkan, kata BHS.
Terlebih lagi, jika produk yang didistribusikan tersebut adalah bahan-bahan yang memiliki tingkat kadaluarsa cepat. Baca juga: Dukung Jadi Pusat Wisata Maritim, SPSL Siap Kelola Area Pengembangan BMTH
"Seperti sayuran, buah - buahan, ikan dan daging - dagingan, itu bisa cepat ya masa gunanya. Jika dalam proses pengiriman, tidak ada penyimpanan yang sesuai, contohnya reefer truck/truk freezer, juga cold storage maka produk tersebut akan cepat rusak. Jika produk rusak, maka cost-nya akan bertambah. Misal, jika 100 item itu harga adalah Rp100 ribu dan harga satuan ya seribu, saat yang rusak 50 persen, maka harga satuannya menjadi Rp2 ribu,” urainya.
Jika produk tersebut rusak, maka ketersediaannya juga terganggu, yang juga memicu kenaikan harga barang. “Sehingga, pemerintah juga perlu mempertimbangkan penyediaan infrastruktur cold storage di pasar-pasar dan lemari freezer untuk pedagang, untuk membantu penyimpanan produk yang memiliki masa guna yang singkat,” urainya lagi.
Ia menekan, untuk transportasi khususnya moda transportasi laut, biayanya sudah cukup murah, tetapi dari sisi transportasi daratnya mahal, apalagi ketersediaannya tidak dipertimbangkan maka tetap saja harga produk atau barang akan mahal.
Transportasi laut itu murah. Untuk pengangkutan barang dari Jakarta ke Singapura, biayanya hanya 427 Dollar Amerika atau setara Rp6,9 juta atau hanya Rp4.800 per kilometer. Sementara, Jakarta Karawang yang berjarak 76 kilometer, Rp2,5 hingga Rp3 juta, artinya per kilometer-nya sekitar Rp40 ribu lebih. Itu di Jakarta ya, apalagi jika di daerah, seperti Kalimantan,” kata BHS lebih lanjut.
Ini, selanjutnya, adalah PR bagi pemerintah, untuk memastikan tersedianya infrastruktur jalan yang layak, yang memungkinkan transportasi darat bisa lebih murah, baik di daratan maupun di pedalaman. Karena mengandalkan kehadiran tol laut saja, tidak cukup untuk mengurangi biaya transportasi.
Baca juga: Banjir dan Tanah Longsor, BNPB Gunakan Helikopter Saluran Logistik ke Luwu
“Apakah dengan menyediakan jalan raya yang lebih banyak lajurnya atau dengan memperbanyak infrastruktur rel dan rangkaian_ kereta logistik. Karena kereta pengangkut logistik itu, baik dari jumlah barang yang diangkat maupun waktu pengangkutan, itu jauh lebih efisien, dibandingkan menggunakan truk pengangkut barang,” ujarnya.
Terakhir, ia berharap semua pihak terkait dapat memahami keterkaitan antara logistik dengan harga produk secara lebih menyeluruh.
“Tidak bisa jika hanya menyalahkan sektor transportasi saja, apalagi jika disebut itu adalah transportasi laut yang mengambil porsi besar. Karena, secara fakta, biaya logistik terbesar itu ya di wilayah perdagangan-nya. Butuh pembenahan, baik regulasi hingga infrastruktur,” pungkas Politisi Gerindra ini.