Home Pendidikan Prof. Nugroho: Usahid Serius Dorong Kembangkan Ekonomi Biru

Prof. Nugroho: Usahid Serius Dorong Kembangkan Ekonomi Biru

Jakarta, Gatra.com – Ketua Umum (Ketum) Yayasan Universitas Sahid (Usahid) Jakarta, Prof. Dr. Nugroho B. Sukamdani, MBA., BET., mengatakan, pihaknya serius mendorong pengembangan ekonomi biru (blue economy) guna mendukung upaya pemerintah mewujudkan Indonesia Emas 2045 dan melestarikan alam.

“Kita sangat serius [kembangkan blue economy], kita sangat khawatir cita-cita bangsa menjadi Indonesia Emas di tahun 2045 bisa berubah menjadi Indonesia cemas, bukan Indonesia Emas. Ini enggak boleh terjadi,” katanya di Hotel Sahid, Jakarta, Sabtu (25/5).

Prof. Nugroho usai menghadiri acara Wisuda ke-50 Usahid, lebih lanjut menjelaskan, ekonomi biru (blue economy) adalah pola ekonomi yang sehat, bermartabat, menjaga alam, serta tidak menghalalkan segala cara.

“[Blue economy] yaitu dengan cara membangun profesionalisme, kompetensi, dan kemampuan yang berdasarkan ilmu pengetahuan,” katanya.

Agar Indonesia Emas terwujud dan alam lestari, ujar Prof. Nugroho, Usahid serius mendidik mahasiswa yang merupakan kader bangsa agar memiliki visi dan karakter jangka panjang yang jelas.

“Kita bekali mereka [mahasiswa] ilmu pengetahuan dan pendidikan karakter yang sangat-sangat lebih banyak dari tempat [kampus] lain. Artinya, mereka mengandalkan kompetensi, keilmuan, kemampuan, dan penelitian untuk mencapai suatu cita-cita,” ujarnya.

Usahid akan terus menerus meningkatkan kompetensi mahasiswa mengenai ekonomi biru. “Blue ekonomi ini sebetulnya tidak boleh merusak, harus betul-betul mendatangkan kesejahteraan, kemaslahatan, kesehatan, kebahagian, dan keberkahan. Bukan merusak alam, tetapi justru alam menyejahterakan kita,” ujarnya.

Ia mencontohkan, ketika laut dirusak dan terumbu karang dihancurkan maka turis atau wisatawan tidak akan mau datang lagi untuk berwisata karena ikannya pergi, lautnya hancur atau rusak.

“Apalagi darurat sampah, sampah kita ini sudah gawat. Ketika tidak dikelola dengan benar, sampah-sampah itu akan menjadi malapetaka yang menimbulkan kesengsaraan bagi umat manusia,” katanya.

Menurutnya, Indonesia harus belajar dari negara-negara yang telah berhasil mengendalikan sampah, polusi, dan berbagai pencemaran lainnya di berbagai sektor, termasuk di dalamnya pembakaran sampah dan radiasi. “Ini memerlukan penanganan yang khusus dan serius,“ ujarnya.

Atas dasar itu, lanjut Prof. Nugroho, Usahid memberanikan diri membuka Magister Manajemen Lingkungan (S2). Usahid akan berkolaborasi dengan universitas dari Jepang dan Korea yang lebih dahulu ahli di bidang lingkungan.

“Jepang itu langganan gempa, langganan tsunami, dia sering mengalami malapetaka dan bencana. Tapi di sana minim korban karena memiliki sistem, memiliki cara, memberi tahu publik sebelum betul-betul kejadian,” katanya.

Menurutnya, ini berbanding terbalik dengan di Indonesia yang kerap terlambat. “Sudah kejadian, korban sudah banyak, kebingungan mau berbuat apa. Kemudian seperti saling menyalahkan,” katanya.

Padahal, ujar Prof. Nugroho, itu semua bisa dipelajari, ada ilmu atau cara dan tekniknya. “Kita meski belajar dari bencana demi bencana yang kita alami. Kita sudah harus belajar dari peristiwa-peristiwa tersebut,” ujarnya.

“Bencana terjadi setiap saat tapi penanggulangannya harus jelas, tepat, dan cermat. Oleh karena itu, saatnya kita peduli lingkunan. Jangan malah merusak alam karena alam itu merespons perbuatan manusia,” katanya.

Seluruh elemen masyarakat harus sadar dan mempunyai tekad menjaga alam. Pasalnya, kalau hutan dibabat maka banjir akan mengancam, oksigen berkurang, dan ekosistem kehidupan terganggu.

“Ini merupakan satu pelajaran bagi kita di mana kalau [alam] dirusak, itu yang ada malah malapetaka dan kemiskinan karena itu merupakan satu ekonomi,” katanya.

Ini juga menyangkut ekonomi karena ketika alamnya rusak maka turis tidak akan mau datang sehingga tidak ada pemasukan. “Jadi kesadaran ini kita harap dimiliki oleh seluruh komponen bangsa dan bersama-sama kita cegah kerusakan itu dengan cara keilmuan, kompetensi, mengetahui cara-cara pencegahan,” katanya.

97