Jakarta, Gatra.com – Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Dr. Suhartoyo, S.H., M.H., menjelaskan ada 4 amar putusan MK. Keempat amar putusan tersebut langsung berkekuatan hukum tetap (inkracht) serta mempunyai daya eksekusi.
Suhartoyo saat menjadi narasumber dalam Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) Angkatan IV DPC Peradi Jakbar dan UPN Veteran Jakarta di DPC Peradi Jakbar, Sabtu (25/5), menyampaika, keempat amar putusan MK tersebut, yakni:
1. Permohan pemohon tidak dapat diterima (NO).
Ia menjelaskan, putusan MK bahwa permohonan tidak dapat diterima (NO) jika gugatan yang diajukan pemohon tidak memenuhi syarat formil, misalnya perkara yang diajukan bukan merupakan kewenangan MK.
“Pemohon tidak mempunyai legal standing, permohonan pemohon kabur karena tidak jelas,” ujarnya.
Kemudian, permohonan yang diajukan pemohon sudah melebihi tenggang waktu. Ketentuan ini apabila perkara-perkara yang ada ketentuan tenggat waktunya. Kemudian, gugatan tidak memenuhi syarat formil.
2. Permohonan dikabulkan untuk seluruhnya atau sebagian.
Suhartoyo menjelaskan, kalau permohonan dikabulkan karena memenuhi syarat formil dan bagian materiilnya beralasan. Selain itu, pemohon dapat membuktikan permohonannya berdasarkan bukti-bukti dari fakta persidangan.
“Berdasarkan fakta-fakta hukum di persidangan, hakim yakin bahwa permohonan ini memang beralasan makanya dikabulkan. Kalau beralasan sebagian, dikabulkan sebagian. Kalau beralasan seluruhnya akan dikabulkan seluruhnya,” kata dia.
3. Permohonan ditolak untuk seluruhnya.
“Sebaliknya, kalau memenuhi syarat formil tapi pada bagian materilnya tidak beralasan semuanya, ya akan ditolak,” ucapnya.
4. Permohonan dikabulkan secara bersyarat termasuk menunda keberlakuan putusan.
Suhartoyo menyampaikan, terkadang MK menjatuhkan putusan secara bersyarat. “Artinya, pemaknaan terhadap berlakunya sebuah norma dengan syarat-syarat tertentu, termasuk menunda keberlakuan putusan,” katanya.
Lebih lanjut Suhartoyo dalam PKPA yang dihelat secara hybrid tersebut menjelaskan, MK mengadili tingkat pertama dan terakhir sehingga putusannya bersifat final (inkracht).
Artinya, MK ini bukan peradilan berjenjang seperti di peradilan di bawah MA yang terdiri tingkat pertama, banding, kasasi, dan peninjaun kembali (PK).
“Kalau di MK tidak, hanya satu tingkat dan putusannya bersifat final. Artinya langsung mempunyai sifat eksekutorial. MA kan sepanjang belum inkracht belum mempunyai kekuatan eksekutorial, belum bisa dieksekusi,” ujarnya.
“Kalau di MK tidak. Putusan MK mempunyai kekuatan hukum tetap setelah diucapkan dalam sidang pleno terbuka untuk umum. Jadi bukan dibacakan, [tapi] diucapkan,” katanya.