Jakarta, Gatra.com - Direktur Eksekutif Center For Energy Security Studies (CESS), Ali Ahmudi Achyak meminta pemerintah mengaktifkan kembali dan memaksimalkan kinerja satuan tugas (satgas) khusus untuk menangani illegal drilling serta illegal tapping.
Ali menyebut pemerintah sudah seharusnya memperkuat penegakan hukum dan menangani kedua aktivitas ilegal itu dengan lebih serius. Karena bukan hanya berbahaya dan mengancam bagi lingkungan, aktivitas tersebut juga merupakan pelanggaran hukum dan turut menghambat target lifting 1 juta barel oil per day (BOPD).
“Illegal drilling maupun illegal tapping turut berpengaruh terhadap target lifting 1 juta BOPD. Karena jika tidak segera diselesaikan, akan semakin menggila dan berefek domino ke wilayah lainnya,” kata dia dalam keterangan tertulis, Rabu (22/5).
Ali menilai, pemerintah harus menangani kedua aktivitas ilegal ini dengan lebih serius. Di antara langkah konkret yang dapat dilakukan negara dan stakeholder terkait yaitu mengaktifkan kembali dan memaksimalkan kinerja satuan tugas (satgas) illegal drilling dan illegal tapping.
Sementara itu, Pengamat Energi sekaligus Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi Pertambangan (Pushep) Bisman Bhaktiar mengatakan, dampak utama dari aktivitas lifting pada sumur ilegal yakni berkurangnya pendapatan negara hingga gambaran buruk terhadap industri migas nasional.
Bisman mengatakan, Illegal drilling menyebabkan kerugian negara, baik secara langsung maupun tidak langsung. Ketika ada kecelakaan, maka SKK Migas dan KKKS akan diminta oleh instansi terkait untuk membantu melakukan penanganan, yang itu tentu saja akan membutuhkan biaya dan sumber daya terkait.
"Biaya penanganan itu menggunakan biaya KKKS, akibatnya biaya operasional KKKS akan bertambah yang pada gilirannya akan mengurangi penerimaan negara," tutur dia.
Menurut Bisman, risiko kebocoran lifting pada aktivitas illegal drilling dan illegal tapping sangat tinggi seperti yang banyak terjadi di wilayah Sumatra Selatan (Sumsel). Illegal drilling dan illegal tapping merupakan tindak pidana, berisiko tinggi dan juga merusak lingkungan hidup.
"Hal ini karena lemahnya penegakan hukum. Selain itu masalah sosial di sekitar lokasi, masyarakat merasa tidak dapat menikmati potensi sumber daya alam yang ada di daerahnya,” beber dia.
Sebelumnya, sebanyak tiga sumur minyak ilegal di Keluang, Musi Banyuasin, Sumsel meledak dan terbakar hebat selama dua hari. Insiden itu terjadi di sebuah kebun Karet di Desa Tanjung Dalam, Minggu 12 Mei 2024.
Kabupaten Musi Banyuasin, Provinsi Sumsel memang dikenal sebagai kawasan yang banyak terjadi illegal drilling. Banyaknya sumur-sumur minyak ilegal di wilayah tersebut kerap kali meresahkan warga sekitar sekaligus mengganggu kegiatan operasional hulu migas di dalam negeri.
Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), pada tahun 2021 saja tercatat sekitar 8.000 sumur ilegal di Indonesia dan menghasilkan minyak kurang lebih sebanyak 2.500 – 10.000 BOPD. Angka ini diperkirakan terus meningkat tiap tahunnya dan ikut mengancam sektor hulu migas nasional.