Jakarta, Gatra.com - Advokat Benny Wullur kembali melayangkan tantangannya untuk berduel di atas ring tinju kepada pengacara kondang Hotman Paris Hutapea.
Sebagai kuasa hukum dari Hendrew Sastra Husnandar (HSH), Benny juga mengungkap adanya dugaan praktik mafia tanah dan peradilan dalam sengketa tanah Menteng 37 yang di dalamnya melibatkan PT BIA dengan kuasa hukumnya Hotman Paris.
“Sekali lagi saya sampaikan bahwa tantangan tinju ini ditujukan kepada Hotman Paris. Berani tidak untuk melakukannya di atas ring tinju?” ujar Benny Wullur dalam keterangannya kepada media di Jakarta, Selasa (21/5).
Benny mengatakan, tantangan yang dilayangkan kepada Hotman Paris ini tidak hanya sebatas di atas ring tinju saja. Tapi dia tetap menantang Hotman Paris untuk beradu otak dalam perkara hukum terkait sengketa tanah Menteng 37.
“Tidak cuma adu otot tapi adu otak juga. Sekali lagi, berani gak Hotman Paris melayani tantangan ini,” ujarnya.
Dalam perkara sengketa tanah Menteng 37 ini, Benny mengungkapkan adanya dugaan praktik mafia tanah dan peradilan. Indikasi dugaan praktik mafia tanah itu berawal dari transaksi jual-beli tanah pada 12 Juli 2007 antara HSW yang membeli tanah dari Ikatan Wanita Kristen Indonesia (IWKI) di Jalan Menteng Raya No. 37 dengan Hak Guna Bangunan (HGB) bekas Eigendom Nomor: 19766.
Selanjutnya pada tanggal 12 September 2007, objek tanah dieksekusi oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dari penguasaan Persekutuan Gereja Gereja di Indonesia (PGI) dan diserahkan kepada IWKI sebagaimana Penetapan No:025/2003.Eks tanggal 7 September 2007 perihal Berita Acara Eksekusi Pengosongan No:025/2003.
“Sayangnya proses eksekusi tersebut tidak berjalan,” kata Benny.
Di tengah proses tidak berjalannya eksekusi, Benny mengatakan, tiba-tiba saja muncul PT WWR yang menyatakan haknya terhadap tanah Menteng 37. Ia mengatakan PT WWR ini telah membeli tanah objek tanah tersebut dari PT NHT melalui proses lelang. PT NHT, kata dia, membeli tanah tersebut dari PGI.
Benny menilai lelang tersebut sangat janggal karena pemegang saham PT WWR sebagai pemenang lelang, sebagian besar sama dengan yang ada di PT NHT.
"Perlu diketahui pula, PT Wijaya Wisesa Realty telah pula mengalihkan tanahnya kepada PT Bangun Inti Artha di mana Pemegang Saham dari PT Bangun Inti Artha merupakan sebagian besar pemegang saham di PT Wijaya Wisesa dan PT Nirwana Harapan Tunggal." ungkapnya.
"Proses lelang berjalan janggal karena atas tanah tersebut tidak pernah dipasang Hak Tanggungan, dan terjadinya lelang melalui lelang sukarela dan prosesnya terjadi hanya dalam 1 (satu) hari,” tambahnya.
Lantas terkait dugaan mafia peradilan, Benny Wullur mengatakan, bisa dilihat begitu sulitnya proses eksekusi tanah Menteng 37 yang sudah dimiliki kliennya. Bahkan perkara perdana yang telah diputuskan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, kata dia, secara sepihak telah dibatalkan oleh pihak panitera.
Tidak sampai disitu saja, ungkap Benny, kliennya, HSH, juga mendapatkan kriminalisasi dengan laporan pidana di Polda Metro Jaya dari Budiman selaku Direktur PT Wijaya Wisesa, serta dari pihak yang sama di Bareskrim Polri.
“Untuk perkara di Polda Metro Jaya sudah dilakukan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dengan Nomor: B/7729/V/RES.1.9/2020/Direskrimum tertanggal 30 April 2020 karena dinilai tidak cukup bukti. Sementara untuk pengaduan di Mabes Polri masih berlanjut. Menurut kami penetapan Bapak Hendrew menjadi tersangka merupakan bentuk kriminalisasi,” ujarnya.
Dengan demikian, Benny berharap semua pihak yang terkait dapat menanggapi tantangan dan dugaan yang telah disampaikan dengan serius demi keadilan dan kebenaran.
"Kami akan terus memperjuangkan hak-hak klien kami dan berkomitmen untuk mengungkapkan kebenaran di balik sengketa tanah Menteng 37 ini," tegasnya.