Semarang, Gatra.com - Pengamat transportasi Unika Soegiyapranata, Semarang, Ir. Djoko Setijowarno, MT., menilai pengawasan terhadap bus pariwisata masih perlu diperketat dan harus ada sanksi bagi pengusaha bus yang lalai terhadap tertib administrasi.
“Sudah saatnya, pengusaha bus yang tidak mau tertib administrasi diperkarakan. Selama ini, selalu sopir yang dijadikan tumbal setiap kecelakaan bus,” katanya, Senin (20/5).
Menurut Djoko, sangat jarang sekali ada pengusaha bus yang diperkarakan hingga di pengadilan bila terjadi kecalakaan. Termasuk pemilik bus lama juga harus bertanggung jawab.
Aparat kepolisian, lanjut Djoko, harus berani memperkarakan pengusaha bus termasuk pengusaha lama, termasuk panitia penyelenggara atau event organizer yang menawarkan tarif bus murah juga bisa diperkarakan.
“Selama ini jarang didengar Polisi menindak pengusaha bus yang tidak taat aturan. Polisi harus berani menindak pengusaha bus yang tidak tertib administrasi, sehingga dapat menyebabkan kecelakaan,” katanya.
Pernyataan Djoko ini menanggapi kecelakaan bus pariwisata yang terulang kembali saat mengangkut peserta study tour pelajar SMK Lingga Kencana, Depok, Jabar, tergelincir saat melewati jalan raya Desa Palasari, Subang, Jabar pada Sabtu (11/5).
Dalam kecelakaan itu sebanyak 11 orang meninggal dunia di lokasi kejadian. Hasil penyelidikan bus Trans Putra Fajar AD-7524-OG yang kecelakaan tersebut tidak terdaftar dan kir nya mati tanggal 6 Desember 2023.
“Berdasarkan data bus tersebut milik PT. Jaya Guna Hage. Diduga bus ini armada AKDP yang berdomisili di Banyuretno, Wonogiri. Sepertinya, sudah dijual dan dijadikan bus pariwisata dan umurnya diperkirakan sudah 18 tahun,” ujar Djoko.
Lebih lanjut, Djoko yang juga wakil ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat ini, menyatakan, masih banyak perusahaan tidak tertib administrasi.
Padahal sekarang sudah dipermudah, pendaftaran dengan sistem online. Pengawasan terhadap bus pariwisata masih perlu diperketat dan harus ada sanksi bagi perusahaan bus yang lalai terhadap tertib administrasi.
“Hampir semua bus pariwisata yang kecelakaan lalu lintas adalah bus bekas AKAP/AKDP. Dan korban-korban fatal dengan polanya sama, yaitu tidak adanya sabuk keselamatan dan body bus yang keropos, sehingga saat terjadi laka terjadi deformasi yang membuat korban tergencet,” ujarnya.
Djoko menambahkan, pemerintah dalam membuat aturan batas usia kendaraan bus masih setengah hati, karena bus yang lama tidak di-scrapping. Akan tetapi dijual kembali sebagai kendaraan umum, sebab masih pelat kuning sehingga bisa dikir tapi tidak memiliki izin.
Keadaan ini terus terjadi dan tidak bisa dikendalikan, seperti kecelakaan rem blong di Pamijahan, Cianjur, Jawa Barat, tahun 2022.
“Dirjen Hubdat dan Kasubdit Angkutan Orang menemukan dengan mata kepala sendiri bus bus wisata yang parkir di Pamijahan mengantar wisatawan ziarah, semuanya pelat kuning, kir hidup tapi tidak ada satupun yang terdaftar di Sistem Perizinan Online Angkutan Darat dan Multimoda (SPIONAM), alias tidak berizin. Hingga sekarang tidak ada upaya bagaimana mengatasi masalah ini,” ujarnya.