Jakarta, Gatra.com - Mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyurati Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk memilih panitia seleksi (pansel) calon Komisioner dan Dewan Pengawas KPK yang berintegritas, kompeten, serta independen.
Surat itu dibuat bersama oleh Erry Riyana Hardjapamekas, Mohamad Jasin, Mas Achmad Santosa, dan Busyro Muqoddas. Kemudian Adnan Pandu Praja, Abraham Samad, Laode M Syarif, Basaria Panjaitan, dan Saut Situmorang.
Para mantan pimpinan lembaga antirasuah itu mengingatkan pentingnya Presiden Jokowi memilih pansel terbaik. Karena situasi pemberantasan korupsi di Indonesia kian mengkhawatirkan.
"Bukan hanya itu saja, kondisi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun mengalami hal serupa. Rentetan pelanggaran etik, bahkan persoalan hukum, turut mewarnai kepemimpinan Komisioner KPK masa jabatan 2019-2024. Sejalan dengan hal itu, berdasarkan data dari sejumlah lembaga survei, tingkat kepercayaan masyarakat terhadap KPK perlahan mulai pudar," demikian isi surat yang didapat Gatra pada Sabtu (18/5).
Mantan pimpinan KPK menilai situasi tersebut membutuhkan perhatian lebih dari pemerintah untuk kembali meningkatkan performa KPK seperti sedia kala. Momentum perbaikan saat pergantian Komisioner KPK yang tak lama lagi akan dilangsungkan menjadi kuncinya.
"Jika Panitia Seleksi diisi oleh figur-figur problematik, maka hal itu akan berimbas pada proses penjaringan dan dapat berujung pada terpilihnya Komisioner serta Dewan Pengawas bermasalah."
Presiden Jokowi diharapkan dapat mempertimbangkan kriteria nilai integritas. Hal ini tidak hanya dibuktikan dengan rekam jejak hukum, akan tetapi juga menyangkut etika. Kemudian, kompetensi dan independensi.
"Anggota Panitia Seleksi diharapkan tidak memiliki afiliasi dengan kelompok, institusi, atau partai politik tertentu. Poin independen menjadi krusial guna meminimalisir adanya konflik kepentingan saat menjalankan tugas sebagai Panitia Seleksi."
Sebelumnya, Koalisi Masyarakat Sipil yang terdiri dari Transparency International Indonesia, IM57+ Institute, Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI), dan Indonesia Corruption Watch (ICW) mendorong Presiden untuk menggelar seleksi dan pemilihan Pansel dengan mempertimbangkan kriteria rekam jejak dalam pemberantasan korupsi serta integritas yang teruji.
"Proses seleksi dan pemilihan Pansel dilakukan secara terbuka dan melibatkan partisipasi bermakna masyarakat yang seluas-luasnya," kata peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, Rabu (8/5).
Pansel sekurangnya harus memiliki sensitivitas pada tiga isu utama, yaitu jatuhnya independensi KPK pasca-Revisi UU KPK 2019 dan kebutuhan menghadirkan sosok-sosok yang mampu melawan arus pelemahan independensi tersebut; penguatan kembali fungsi trigger mechanism KPK dalam penegakan hukum tindak pidana korupsi; dan memprioritaskan pencegahan korupsi di sektor politik.
"Kehadiran Pansel yang objektif, minim konflik kepentingan dan berorientasi pada penguatan independensi KPK akan sangat menentukan keberhasilan kinerja Pimpinan dan Dewan Pengawas di masa mendatang," imbuhnya.