Home Ekonomi DPR: PPN 12% Dinilai Kian Menghimpit Rakyat dan Memukul Industri

DPR: PPN 12% Dinilai Kian Menghimpit Rakyat dan Memukul Industri

Jakarta, Gatra.com - Rencana kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada tahun 2025, disebut akan makin memukul kondisi perekonomian masyarakat.

Anggota DPR RI dari Fraksi PKS Ecky Awal Mucharam menilai bahwa langkah pemerintah yang bersikukuh menaikkan PPN terbilang kontraproduktif mengingat kondisi daya beli masyarakat saat ini sedang tidak baik.

“Rencana kenaikan PPN sangat menghimpit masyarakat. Ini akan memukul mundur daya beli masyarakat yang saat ini dihadapkan pada berbagai tekanan perekonomian,” ujar Ecky.

Ecky memandang beberapa tahun terakhir merupakan tahun tersulit yang dihadapi masyarakat. Ia mencontohkan berbagai macam guncangan yang mengakibatkan pendapatan mereka tergerus karena gejolak perekonomian.

“Kita bisa merasakan mulai dari kenaikan harga harga bahan bakar minyak. Kenaikan harga bahan pokok juga belum kunjung reda. Beberapa waktu lalu kita merasakan kenaikan harga pangan khususnya beras. Belum usai beras meningkat, bahan pangan berbasis protein," bebernya.

Ecky menyebut daya beli masyarakat benar-benar menghadapi pelemahan. Merujuk, survei konsumen yang dilakukan BI menunjukkan bahwa rasio konsumsi kelompok dengan pengeluaran di bawah Rp5 juta sebagian besar mengalami penurunan.

"Penurunan paling dalam dicatatkan kelompok pengeluaran Rp 2,1 juta – Rp 3 juta, diikuti kelompok pengeluaran Rp 4,1 juta – Rp 5 juta. Ini menunjukkan bahwa daya beli masyarakat semakin terpukul,” ungkap Ecky.

Ecky juga menuturkan bahwa pukulan terhadap daya beli masyakarat juga ditunjukkan dengan konsumsi yang belum cukup mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi pada triwulan I.

“Terbaru kita bisa melihat bagaimana konsumsi rumah tangga hanya tumbuh di 4,91 persen, angka ini berada di bawah level pertumbuhan ekonomi nasional. Padahal, triwulan I memiliki beberapa momentum penting untuk dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi lebih tinggi lagi, seperti momen Ramadan dan lebaran. Nyatanya, daya beli justru sedang terpukul,” jelas Ecky.

Ecky menuturkan bahwa PPN dominan dalam struktur penerimaan perpajakan. Demikian halnya dengan PPN impor yang cukup besar. Dengan mayoritas bersumber dari dalam negeri berupa konsumsi masyarakat, kenaikan tarif PPN tidak hanya akan berdampak pada pelemahan daya beli masyarakat, melainkan juga meningkatkan tekanan bagi perekonomian nasional.

"Kita bisa melihat bagaimana penerimaan pajak utama seperti PPN pada triwulan I-2024 menurun sekitar 24,8 persen. Padahal porsi PPN ini dominan terhadap struktur penerimaan perpajakan," terangnya.

"Secara sektoral, pajak yang bersumber dari sektor industri juga turun sebesar 14,6 persen. Demikian halnya dengan perdagangan yang pada triwulan ini turun sekitar 0,74 persen,” tambah Ecky.

Ecky juga menjelaskan bahwa transmisi kenaikan PPN pada jangka panjang justru akan melemahkan daya saing dan profit industri.

“Daya beli yang tergerus akibat kenaikan PPN justru memiliki peran terhadap penurunan penjualan oleh industri. Dampaknya adalah penjualan tergerus dan menekan output produksi secara agregat. Di sisi lain, kenaikan ini juga akan mengganggu daya saing industri dalam negeri dan menggerus ekspor,” katanya.

Ecky menjelaskan, bahwa sejak awal partainya menolak kenaikan PPN dalam pembahasan RUU HPP.

“Sejak awal PKS sudah menolak kenaikan PPN dalam pembahasan RUU HPP, PKS melihat bahwa kenaikan PPN hanya akan memberatkan daya beli dan ekonomi masyarakat. Kami konsisten terhadap sikap ini (penolakan kenaikan PPN),” tegasnya.

121