Jakarta, Gatra.com - Plt Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana mengatakan, Industri hulu migas nasional menjadi harapan masyarakat Indonesia dalam mencapai ketahanan energi di tengah eskalasi konflik Timur Tengah. Eskalasi tersebut berisiko mengerek harga minyak dunia hingga ke level US$100 per barel, atau tertinggi sepanjang sejarah (all time high).
Menurut Dadan, pemerintah dapat mengandalkan sektor hulu migas nasional, terutama dengan dibukanya wilayah kerja (WK) baru untuk peningkatan kegiatan ekplorasi dan pengembangan yang masif saat ini.
“Potensi di Indonesia masih menarik investor. Akhir-akhir ini study untuk pembukaan WK baru cukup banyak. Jadi dari sisi potensi migas, sektor hulu migas di Indonesia masih bisa diandalkan,” ujar Dadan dalam keterangannya, Rabu (8/5).
Dapam kondisi tersebut, Dadan menilai dukungan terhadap sektor hulu migas nasional perlu hadir dalam bentuk kebijakan yang ramah investasi serta kemudahan dan kecepatan perizinan demi mendongkrak kinerja hulu migas di Tanah Air. Menurutnya, perbaikan regulasi kedepan akan menjadi pendorong para pelaku bisnis berinvestasi menjadi faktor utama kinerja hulu migas.
Ditjen Migas mencatat realisasi investasi migas 2023 sebesar US$ 15,6 miliar atau naik 12% dari tahun 2022 sebesar US$ 13,90 miliar. Rinciannya, investasi hulu sebesar US$ 13,72 miliar dan investasi hilir US$ 1,88 miliar.
Dadan juga menekankan bahwa pihaknya berupaya mengurangi ketergantungan impor minyak dan LPG sebagai respons pemerintah di tengah ketegangan geopolitik. Salah satu strateginya adalah dengan mengoptimalkan pemanfaatan gas bumi domestik untuk sektor pupuk, industri dan ketenagalistrikan melalui program hilirisasi gas bumi, gasifikasi pembangkit listrik berbahan bakar diesel hingga optimalisasi pemanfaatan gas melalui moda CNG.
Sementara itu, Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi menyatakan bahwa tensi geopolitik saat ini terbukti berdampak pada harga minyak dunia. Menurutnya, eskalasi konflik di Timur Tengah, terutama yang terjadi pada Israel dan Iran menjadi perhatian lebih dibandingkan dengan konflik lainnya.
“Harus dilihat bahwa Iran ini salah satu negara penghasil minyak terbesar ketiga di dunia. Tetapi secara cadangan terbesar dunia itu ada di Iran, buka di Arab Saudi, sehingga ada ketakutan Israel menyasar kilang-kilang minyak Iran dan membuat produksi ini akan turun drastis,” kata dia.
Indonesia dalam kondisi ini, sambung Ibrahim, dapat mengambil kesempatan di tengah ancaman krisis energi global seperti saat ini. Ditambah dengan adanya sanki Amerika Serikat (AS) terhadap Rusia yang juga merupakan negara produsen minyak terbesar kedua di dunia.
Tak pelak, ia berharap kepada pemerintah melalui Kementerian Investasi untuk mendatangkan investor di sektor hulu migas demi terciptanya ketahanan energi nasional, khususnya saat menghadapi situasi seperti sekarang di mana harga migas global menjadi tak menentu.
“Kita lihat bahwa Indonesia ini sebenarnya banyak kilang-kilang minyak yang bisa dieksplorasi. Saat ini banyak investor kita dari China, sehingga kemungkinan besar pemerintahan ke depan dapat terus melakukan kerja sama dengan China untuk melakukan eksplorasi,” papar dia.