Jakarta, Gatra.com - PT Sepatu Bata Tbk (BATA) secara resmi menutup pabriknya di Purwakarta, Jawa Barat sejak 30 April 2024 lalu. Penutupan pabrik ini akibat perusahaan mengalami kerugian selama empat tahun berturut-turut sejak Pandemi Covid-19 melanda.
Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan bahwa saat ini BATA sedang melakukan upaya transformasi digitalisasi. Selain itu, BATA juga disebut sedang menyesuaikan kegiatan bisnisnya agar lebih efisien.
"Termasuk yang kita ketahui bersama mereka sudah menjual aset dalam rangka untuk menjadikan perusahaan kembali sehat dan efisien," katanya di Bali, Selasa (7/5).
Direktur Eksekutif Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo), Firman Bakri juga menyebut bahwa sejak tahun 2019 lalu, industri alas kaki memang menghadapi tantangan besar dalam biaya produksi. Bahan baku berupa tekstil atau kain dikenakan bea masuk tambahan dari kebijakan safeguard dari tahun 2019 hingga 2022.
"Meskipun safeguards tidak diperpanjang pada tahun berikutnya, permohonan izin untuk bahan baku industri alas kaki sempat tertunda lama. Karena ada ketentuan verifikasi kemampuan industri," ujar Firman dalam keterangan yang diterima pada Selasa (7/5).
Selain itu, lanjutnya, di tahun 2023 juga diberlakukan kebijakan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36 Tahun 2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor. Kebijakan ini membuat sekitar 70% bahan baku alas kaki dikenakan larangan terbatas (lartas) secara maksimal.
"Dari HS terkait dengan industri alas kaki yang mencapai lebih dari 100 HS, 70%-nya dikenakan lartas secara maksimal. Lartas maksimal yaitu dikenakan wajib Persetujuan Impor (PI), wajib Laporan Surveyor (LS), Wajib Persetujuan Teknis (Pertek) dari Kemenperin," ujarnya.
Ia menjelaskan, dalam Pertek pengusaha dikenakan wajib verifikasi kemampuan industri oleh pihak ketiga. Bahkan, untuk sejumlah HS bahan baku alas kaki berupa kain/tekstil seluruhnya dikenakan lartas secara maksimal.
Menurutnya, orientasi pasar domestik bagi industri alas kaki sejak pandemi covid tahun 2020 hingga saat ini belum pernah mengalami masa normal.
"Dengan penambahan beban lartas untuk bahan baku, produk alas kaki buatan Indonesia menjadi kalah harga dengan produk-produk khususnya impor illegal," jelasnya.