Mataram, Gatra.com - Lembaga Kajian Sosial -Politik Mi6 NTB menilai makin ke sini situasi menjelang Pemilihan Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) 2024 semakin tidak menarik untuk pencerahan maupun ekpektasi sosial politik kemasyarakatan. Pasalnya, isu yang dilontarkan oleh bakal calon kontestan lebih banyak mengekplore kekuatan dan kelebihan dirinya secara personal disertai gimmick klise.
"Menjelang menuju Pilkada Gubernur NTB , 27 November 2024 , Mi6 tidak menemukan intensitas isu-isu human interest yang dilontarkan oleh Cagub sebagai bentuk komitmennya sebagai pemimpin yang kelak akan melayani rakyat. Justru isu yang dibangun terkesan elitis dan berjarak dengan isu kerakyatan," kata Direktur Mi6, Bambang Mei Finarwanto pada Sabtu ( 4/5).
Menurut pengamat politik beken NTB ini, para bakal calon Gubernur NTB tersebut hanya sebatas melontarkan jargon-jargon yang tidak secara spesifik mem-branding isu-isu populis dan kerakyatan yang berkaitan dengan hajat hidup rakyat NTB
"Test the water terlalu monoton sehingga publik tidak memiliki second opini terhadap gagasan dan pemikiran pembaruan dari calon gubernur NTB di luar petahana," ujar Didu, panggilan akrab Direktur Mi6.
Didu menambahkan, pascavideo Zul Rohmi beredar beberapa hari yang diasumsikan kuat sebagai Zul Rohmi Jilid II, praktis pertarungan Pilgub NTB sudah selesai.
"Jika Zul Rohmi jilid II benar adanya , maka pertarungan Pilgub NTB 2024 sudah end game. Yakni Zul Rohmi jilid II sulit dikalahkan karena elektabilitas dan popularitasnya sangat kuat di hati masyarakat NTB," katanya.
Meskipun demikian, Didu tidak menampik jika dalam Pilgub NTB mendatang akan diwarnai kejutan-kejutan tak terduga di luar prediksi semua pihak, termasuk lembaga survei. Yakni munculnya paslon yang mampu menggeber isu dan nemanfaatkan celah kelemahan lawan politik secara optimal.
"Peluang memenangkan Pilgub NTB oleh nonpetahana tetap terbuka asal tidak egois, merasa sudah populer dan kuat didukung rakyat meskipun tidak turun atau melakukan operasi teritorial day by day," ujarnya.
Bercermin pada situasi Pilgub NTB 2018, kala itu Zul Rohmi dianggap calon underdog yang sulit memenangkan pertarungan Pilgub NTB, tapi di luar dugaan Zul Rohmi justru unggul telak dengan suara 800 ribuan atau 31%.
"Resepnya Zul Rohmi unggul saat itu rajin jalan menemui rakyat sehari 15-30 titik every day plus menempatkan kuda troya," katanya.
Didu melanjutkan, di Pilgub NTB 2024, diduga akan terjadi anomali dan ketidakjelasan paslon yang maju secara determinan. Kalaupun ada hanya sebatas penjajagan dan komunikasi politik dengan parpol. Hal ini dikarenakan sulitnya memastikan siapa calon yang benar-benar siap maju dan bertarung dalam Pilgub NTB 2024.
"Beberapa paslon sudah mendaftar tapi parpol belum memastikan secara jelas dan tegas siapa jagoannya di Pilgub NTB mendatang," tandas Didu.
Masih berjaraknya keinginan antara cagub NTB dengan parpol bisa jadi karena belum adanya chemistry kepentingan yang sama.
"Kalaupun dari parpol sudah membuka pendaftaran untuk pilkada, tapi greget maupun situasinya terkesan biasa saja," ucapnya.
Didu memprediksi jika calon penantang petahana untuk Pilgub NTB 2024 gerakannya masih standar tidak out of the box akan makin sulit mengatasi duet duo doktor tersebut.
"Jika langkah awal saja terkesan biasa-biasa saja, maka langkah selanjutnya patut diduga tidak ada kejutan yang out of the box," katanya.
Didu menambahkan, masih ada waktu dan kesempatan bagi calon nonpetahana untuk bisa revans dan memenangi Pilgub NTB asalkan ada terobosan isu yang menjadi perekat bagi semua kepentingan dan rakyat. Isu perekat itu penting untuk menjadi energi baru dalam membangun kepercayaan pemilih yang lebih luas dan holistik.
"Jika situasi kontestasi Pilgub NTB masih datar dan minim gebrakan-gebrakan yang tidak biasa, maka rakyat tidak akan memperoleh pencerahan politik apapun," tukasnya.