Doha, Gatra.com - Seorang pejabat senior Hamas mengatakan bahwa kelompok Palestina itu akan mempertimbangkan relokasi kepemimpinannya ke Yordania, jika keadaan memaksa mereka meninggalkan Qatar. Tempat mereka berada sejak Doha diminta oleh Washington untuk menampung mereka.
Mousa Abu Marzouk menegaskan bahwa setiap pembicaraan mengenai pemimpin Hamas yang meninggalkan Qatar saat ini tidak berdasar, namun mengatakan bahwa Yordania dapat menjadi tujuan alternatif.
“Semua pembicaraan tentang kepergian Hamas dari Qatar tidak ada gunanya, [tetapi] jika kepemimpinan Hamas bergerak… kami akan pindah ke Yordania,” kata pejabat Hamas itu dalam sebuah wawancara dengan saluran berita Iran berbahasa Arab al-Alam, pada akhir pekan, dikutip Al-arabiya, Rabu (1/5).
Dia menggambarkan hubungan Hamas dengan Amman sebagai “baik,” dan menambahkan bahwa sebagian besar pemimpin Hamas memiliki paspor Yordania.
Abu Marzouk mengklaim bahwa para pemimpin Hamas saat ini bermarkas di Qatar karena Amerika Serikat “memaksa” Doha untuk menampung mereka. “Jika bukan karena campur tangan AS, kepemimpinan Hamas akan berada di “tempat alaminya, yaitu Yordania,” katanya.
Mantan menteri informasi Yordania Samih al-Maaytah, berbicara kepada Al Arabiya pada hari Selasa, mengatakan bahwa Amman tidak akan mengizinkan organisasi non-Yordania beroperasi di dalam perbatasannya dan bahwa Yordania “bukan sebuah hotel.”
Ghazi Hamad, anggota biro politik Hamas, mengatakan dalam sebuah wawancara dengan Al Arabiya pada hari Senin bahwa masalah relokasi ke Yordania belum dipertimbangkan secara serius dalam kelompok tersebut.
“Hamas menjaga hubungan baik dengan Qatar dan tidak mendapat tekanan dari Doha untuk meninggalkan negara Teluk tersebut,” kata Hamad.
Ketegangan antara Yordania dan Hamas dimulai pada tahun 1999 ketika kerajaan tersebut mengusir ketua kelompok tersebut, Khaled Meshaal.
Turki juga pernah menjadi tuan rumah bagi para pejabat dan anggota Hamas di masa lalu. Pada hari Rabu, Menteri Luar Negeri Turki Hakan Fidan mengatakan kepada Al Arabiya bahwa relokasi kepemimpinan kelompok tersebut ke Turki adalah hal yang mustahil untuk saat ini.