London, Gatra.com - AstraZeneca, perusahaan farmasi di balik pengembangan vaksin Covishield melawan COVID-19, untuk pertama kalinya mengakui dalam dokumen pengadilan bahwa vaksinnya dapat menyebabkan efek samping yang jarang terjadi, termasuk pembekuan darah yang fatal dan jumlah trombosit yang rendah.
Gugatan yang diajukan terhadap perusahaan di Inggris, yang meminta ganti rugi hampir £100 juta ata sekitar Rp 2 triliun untuk sekitar 50 korban, mengklaim bahwa Covishield menyebabkan kematian dan cedera parah.
“Diakui bahwa vaksin [AstraZeneca], dalam kasus yang sangat jarang, dapat menyebabkan TTS. Mekanisme penyebabnya tidak diketahui,” kata perusahaan itu dalam dokumen pengadilan pada bulan Februari, dilaporkan Telegraph, Selasa (30/4).
Trombosis dengan Sindrom Trombositopenia adalah suatu kondisi yang ditandai dengan pembentukan bekuan darah dan rendahnya jumlah trombosit darah dalam aliran darah.
“Lebih lanjut, TTS juga dapat terjadi tanpa adanya vaksin [AstraZeneca] (atau vaksin apa pun). Penyebab dalam setiap kasus akan bergantung pada bukti ahli,” tambahnya.
Salah satu korban menyatakan bahwa ia mengalami pembekuan darah karena vaksin tersebut, yang menyebabkan kerusakan otak permanen dan menghalanginya untuk terus bekerja.
Diketahui, vaksin ini diberikan untuk mencegah COVID-19 di lebih dari 150 negara, termasuk India dan Inggris.
Covishield dikembangkan oleh AstraZeneca bekerja sama dengan Universitas Oxford di Inggris dan diproduksi oleh Serum Institute of India.
Organisasi Kesehatan Dunia sebelumnya juga mengatakan bahwa Covishield dapat menimbulkan efek samping seperti itu.
“Kejadian buruk yang sangat langka yang disebut Sindrom Trombosis dengan Trombositopenia, yang melibatkan kejadian pembekuan darah yang tidak biasa dan parah terkait dengan jumlah trombosit yang rendah, telah dilaporkan setelah vaksinasi dengan vaksin ini,” lapor Independent pada hari Selasa.
Namun, WHO menambahkan bahwa manfaat vaksinasi dalam mencegah infeksi COVID-19 “jauh lebih besar daripada risikonya.”