Home Regional Hasilkan 120 Karya Sinema, Pendanaan Film dari Danais Mencapai Rp24 Miliar

Hasilkan 120 Karya Sinema, Pendanaan Film dari Danais Mencapai Rp24 Miliar

Yogyakarta, Gatra.com – Kompetisi pembuatan film Yogyakarta dalam beberapa tahun terakhir ini telah menghasilkan 120 film pendek bertema kebudayaan yang kental unsur lokalitas.

Dengan anggaran per film Rp200 juta, sampai 2023 anggaran yang bersumber dari Dana Keistimewaan (Danais) Yogyakarta untuk 120 film mencapai Rp24 miliar. Tahun ini ada lima film yang diputar secara terbatas oleh Dinas Kebudayaan sebagai pemangku program.

Kepala Disbud DIY Lakshmi Pratiwi menyatakan pendanaan pembuatan film menjadi daya tarik utama bagi sineas muda untuk menghasilkan karya terbaik.

“Ini menjadi komitmen kami untuk pengembangan dan memajukan para sineas muda sehingga mampu membentuk ekosistem perfilman Yogyakarta yang berdampak pada peningkatan ekonomi elemen-elemen di dalamnya,” jelasnya saat pemutaran terbatas, Jumat (26/4) sore.

Lima film terbaru yang produksinya mendapat pendanaan dari Danais tersebut berjudul ‘Bakmi Kangen Rasa’, ‘Mancing Mayit’, ‘Lampahing Cakra’, ‘Dolanan Kota’, dan ‘Suintrah’.

Setiap tahunnya, Lakshmi menyatakan, pihaknya menghadirkan tantangan kepada sineas muda menghasilkan karya yang menampilkan kearifan lokal dan budaya Yogyakarta agar lebih menarik.

“Tantangan ini bertujuan agar kebudayaan semakin berkembang dan ditampilkan dalam sesuatu yang mungkin belum pernah ada. Untungnya, kebudayaan temanya luas, sehingga mampu memberi lebih ruang kreatif,” lanjutnya.

Seperti tahun-tahun sebelumnya, lima film yang diputar perdana terbatas ini selama setahun ke depan tidak diperbolehkan untuk diputar umum. Pasalnya film-film ini akan diikutkan dalam berbagai festival film.

Setelah setahun, masyarakat baru bisa memperoleh izin pemutaran film lewat Divisi Seni Disbud dan Tim Pengembangan Film DIY.

Saat Talk Show Gala Premier Film Hasil Kompetisi Pendanaan 2023, Sabtu (27/4), kurator Budi Irawanto mengatakan semua film memenuhi harapan para kurator. Film-film tersebut berpotensi, meski bukan target, berpartisipasi di sejumlah festival.

“Dalam produksinya untuk mencari ide cerita yang potensial, sineas muda ini berdiskusi panel atau one on one meeting. Proses ini dilakukan untuk menggali dan memastikan proposal ide cerita yang nantinya lolos cukup layak dan kuat,” ucap dosen dan peneliti film dari Universitas Gadjah Mada (UGM) ini.

Supervisor Pendanaan Film Disbud DIY, Bambang Utara Mukti, mengatakan, setelah lolos seleksi, proses supervisi dalam produksi film juga dinamis. Ini dilakukan untuk menjaga selera dan sudut pandang yang berbeda.

“Begitupun dengan para sineas, punya keunikan yang beragam dalam proses produksi. Terkadang kami menawarkan masukan-masukan ke sineas. Ada yang langsung mengiyakan, ada yang masih berargumen,” katanya.

Mewakili tim produksi, sutradara ‘Dolanan Kota’, Yohanes Aditya Sanjaya, menyebut film dokumenter ini berkisah tentang perajin dan penjual dolanan tradisional di kawasan Malioboro.

“Kami melihat, di tengah meredupnya pasar peminat dolanan tradisional di kawasan pinggiran Yogyakarta, mereka menjadikan Malioboro sebagai area pasar utama namun keberadaan mereka harus kucing-kucingan dengan petugas penertiban,” ujarnya.

69