Jakarta, Gatra.com - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menyatakan menghormati putusan Mahkamah Konstitutsi (MK) yang menolak gugatan sengketa hasil Pemilihan Presiden 2024 yang diajukan oleh pasangan calon nomor urut 1, Anies Baswedan Muhaimin Iskandar dan pasangan nomor urut 3, Ganjar Pranowo Mahfud MD.
Juru Bicara Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Ahmad Mabruri menegaskan bahwa putusan perselisihan hasil Pemilihan Umum (PHPU) merupakan bagian dari proses upaya hukum.
"Kami menghormati putusan MK, meskipun kami kecewa namun ini merupakan bagian dari proses upaya hukum sengketa Pilpres," tegasnya.
Mabruri menekankan, terlepas hakim menolak semua dalil yang diajukan Timnas Amin, namun berbagai kekurangan dan kelemahan yang terjadi dalam penyelenggaraan Pilpres 2024, harus menjadi catatan penting untuk perbaikan proses demokrasi ke depan.
"Sebagai bagian dalam membangun negara hukum yang demokratis, kami harus menjaga tradisi untuk menghormati putusan mahkamah," tuturnya.
Terkait kemungkinan PKS akan membuka komunikasi dengan Prabowo Subianto pascaputusan MK, Mabruri tak menampik bahwa PKS tentunya akan berkomunikasi dengan semua pihak. Baik secara tertutup maupun terbuka.
Seperti diketahui, sebelum sidang sengketa pilpres digelar, Prabowo maupun timnya berupaya membangun komunikasi dengan partai-partai dari Paslon nomor urut 01 dan 03. Saat itu Mabruri mengatakan, demi menghormati proses hukum di MK, PKS memilih untuk tidak berkomunikasi dengan pihak Prabowo Gibran.
Ketika itu, Mabruri mengungkapkan bahwa PKS baru akan membuka komunikasi apabila sidang sengketa Pilpres di MK sudah selesai. Menurut Ketua Bidang Humas DPP PKS itu, PKS selalu siap menjalin komunikasi dengan siapapun.
"Konteksnya bagi kami, komunikasi bagian dari silaturahim dan upaya untuk menjaga keutuhan bangsa," tegasnya
Dalam pembacaan putusan hasil sidang sengketa Pilpres di MK, Senin (22/4) sore ini, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menolak seluruh permohonan yang diajukan capres-cawapres nomor urut 01, Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar, serta capres-cawapres nomor urut 03, Ganjar Pranowo dan Mahfud MD.
Dalil-dalil permohonan yang diajukan itu antara lain soal ketidaknetralan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan DKPP.
Kemudian dalil lainnya terkait tuduhan adanya abuse of power yang dilakukan Presiden Joko Widodo dalam menggunakan APBN dalam bentuk penyaluran dana bantuan sosial (bansos) yang ditujukan untuk mempengaruhi Pemilu.
Termasuk dalil soal penyalahgunanan kekuasaan yang dilakukan pemerintah pusat, pemda, dan pemerintahan desa dalam bentuk dukungan dengan tujuan memenangkan pasangan calon presiden-calon wakil presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto - Gibran Rakabuming Raka.
Dalam amar putusannya, MK mengatakan, "Juga dalil pemohon yang menyebutkan nepotisme yang dilakukan Presiden untuk memenangkan paslon nomor urut 02 dalam satu putaran, tidak beralasan menurut hukum. Dalil nepotisme Presiden Jokowi dan melahirkan abuse of power yang terkoodinsai melalui Kemendagri, Polri, TNI, pemerintahan desa terhadap dalil itu tidak beralasan menurut hukum".
Ketua MK Suhartoyo mengatakan, bahwa keputusan diambil setelah membaca permohonan paslon nomor urut 01 dan 03, mendengar keterangan dari berbagai pihak termasuk Komisi Pemilihan Umum (KPU), kubu Prabowo-Gibran, saksi, ahli, dan pihak terkait lainnya.
MK juga mempertimbangkan pendapat berbagai pihak dan memeriksa bukti yang disajikan oleh Anies-Muhaimin, KPU, Prabowo-Gibran, dan Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu). Kendati demikian, tiga hakim konstitusi: Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, dan Arief Hidayat memiliki pendapat berbeda atau dissenting opinion.