Jakarta, Gatra.com – Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Asmiati Malik, mengatakan bahwa Indonesia mesti mewanti-wanti eskalasi konflik global, termasuk antara Tiongkok dengan Taiwan. Jika itu terjadi, ia memprediksi ekonomi makro Tanah Air, terutama di sektor ekspor dan impor, akan mengalami shock.
“Kalau misalnya kita heavily economy rely di Asia, terutama dengan Tiongkok, jadi kalau misalnya terjadi invasi Cina ke Taiwan maka kita akan mendapatkan shock yang luar biasa dari konflik tersebut,” ujar Asmiati dalam diskusi publik ekonom perempuan INDEF pada Sabtu (20/4/2024).
Oleh karena itu, Asmiati menilai bahwa pemerintah Indonesia harus segera bersiap-siap. Menurutnya, salah satu strategi yang bisa diambil adalah diversifikasi negara tujuan ekspor dan negara asal impor.
“Itu yang harus kita lihat secara bersama supaya jika kemungkinan perang itu terjadi, kita bisa melihat celah apa yang bisa kita lakukan,” kata Asmiati.
Di sisi lain, Asmiati merasa lega karena Indonesia tidak terlalu bergantung dengan negara-negara yang sedang berkonflik saat ini seperti Rusia, Ukraina, Israel, Palestina, dan Iran, terutama di sektor ekspor dan impor.
“Kita tidak memiliki partnership dagang yang cukup signifikan dengan negara berkonflik, kalau kita baca data ekspor kita, which is Tiongkok number one,” ujarnya.
Merujuk pada data Badan Pusat Statistik (BPS) 2000-2022, pada tahun 2022 saja, volume ekspor menurut negara tujuan utama tertinggi Indonesia adalah negara Tiongkok. Total volumenya mencapai 226.633,4 ribu ton. Padahal volume ekspor Indonesia ke negara-negara Asean saja jika ditotal hanya 127.973,1 ribu ton.
Sektor impor pun setali tiga uang. Merujuk pada data volume impor menurut negara asal utama 2017-2023 dari BPS, pada tahun 2023 lalu, volume impor dari Tiongkok mencapai 35.420 ribu ton. Negara dengan volume impor tertinggi untuk Indonesia adalah negara tetangga, Australia, yang pada 2023 lalu mencatatkan volume impor ke Tanah Air sebesar 25.747,7 ribu ton.
Asmiati melihat bahwa ketergantungan di sektor ekspor dan impor Indonesia ini bisa berdampak kurang baik apabila Tiongkok benar-benar menyerang Taiwan. Isu aneksasi Taiwan oleh Tiongkok sudah berdengung sejak lama.
Ketegangan makin meningkat usai kedatangan Ketua DPR Amerika Serikat, Nancy Pelosi, ke Taiwan pada Agustus 2022 lalu. Tiongkok pun mengencangkan ikat pinggang dengan melakukan sejumlah latihan militer, termasuk penggunaan pesawat siluman J-20 untuk pertama kalinya.
Di sisi lain, Taiwan pun mulai berbenah diri dengan memperkuat sistem pertahanannya, termasuk dengan mengembangkan pesawat nirawak bunuh diri yang tergolong ke dalam amunisi berkeliaran (loitering munitions). Mereka juga melakukan rangkaian latihan militer yang ekstensif guna persiapan menghadapi konflik yang diyakini skalanya belum pernah terjadi sebelumnya.
Kementerian Pertahanan Taiwan (MND) telah memerintahkan agar komandan-komandan militer negaranya tak sungkan-sungkan mengambil tindakan apabila terdapat kapal dan pesawat perang musuh, dalam hal ini dari Cina, yang masuk ke dalam wilayah negaranya.
Rencana Cina menganeksasi Taiwan sudah muncul sejak lama, termasuk sejak Rusia menginvasi Ukraina pada Februari 2022 lalu. Kemungkinan itu makin besar lagi usai Iran melancarkan serangan retaliasi kepada Israel beberapa hari lalu. Banyak ahli menilai bahwa perang proxy ini di berbagai belahan dunia itu memang akan memicu konflik antara Cina dan Taiwan.