Mekah, Gatra.com- Saat thawaf, jemaah petugas penyelenggara ibadah haji (PPIH) Kementerian Agama Republik Indonesia daerah kerja (daker) Madinah dan Bandara, 08/5, menghindari untuk menyentuh kiswah yang menyelubungi Kabah. Karena menyentuh dinding kabah dapat membatalkan thawaf.
Yaitu apabila menyentuh sisi Kabah yang terdapat syadzarwan (pondasi dari marmer di sekeliling Kabah kecuali di dinding utara dan multazam) dimana kedalaman tangan atau anggota badan yang menyentuh Kabah sejajar dengan syadzarwan.
“Sebaiknya waktu tawaf kita tidak terlalu dekat dengan Kabah karna khawatir menyentuhnya, yang menyebabkan tidak sahnya thawaf. Begitu juga dengan menyentuh kiswah. Karena kiswah itu "baju" Kabah jika kita menyentuhnya khawatir pula kita tak sengaja menyentuh Kabah, “ kata Ustaz Zulfadli, pembina PPIH Arab Saudi Kementerian Agama RI, Daerah Kerja Madinah.
Memang bait Allah berdiri di tengah-tengah area terbuka yang dikenal sebagai Masjidil Haram (tempat yang mulia dan suci) diberi baju hitam bersulam emas yang diberi wewangian. Bangunan berbentuk kubus itu beratap datar. Dimensinya tidak benar-benar kubus, dinding timur dan barat lebar 12 meter, sementara dua lainnya 10 meter, tinggi 16 meter. Kabah dalam bahasa Arab berarti tempat yang tinggi, terhormat, dan mulia.
Kata Kabah mungkin juga merupakan turunan dari kata yang berarti kubus. Beberapa nama lain meliputi: Al Atiq yang berarti paling awal dan kuno. Sesuai kisah bahwa Kabah dibangun Adam sebagai rumah ibadah. Arti kedua berarti membebaskan. Bait Al Haram rumah terhormat. Sebagai kubus dia memiliki empat dinding.
Dinding timur dan barat searah dengan Matahari terbit, searah titik balik Matahari musim panas, dan searah Matahari terbenam pada musim dingin. Dinding selatan mengarah pada bintang terang Canopus. Dinding timur laut memiliki satu-satunya pintu masuk, dua meter di atas permukaan tanah. Di dalamnya ada sebuah ruangan kosong dengan lantai marmer dan tiga pilar kayu pendukung atap.
Ada beberapa tulisan di dinding, lampu gantung, dan sebuah tangga yang mengarah ke atap. Seluruh struktur Kabah dibungkus dengan penutup sutra hitam, disebut kiswah. Tujuan pemasangan kain itu untuk melindungi dinding ka’bah dari kotoran, debu, serta panas yang dapat membuatnya menjadi rusak. Selain itu kiswah juga berfungsi sebagai hiasan Kabah. Kiswah diganti setiap tahun pada 10 Dzulhijjah.
Kabah sudah diberi kiswah sejak zaman Nabi Ismail AS. Tidak ada catatan kisah tentang bahan dan warna kiswah pada zaman Nabi Ismail itu. Pada masa kepemimpinan Raja Himyar Asad Abu Bakr dari Yaman, disebutkan kiswah terbuat dari kain tenun. Kebijakan Raja Himyar untuk memasang kiswah sesuai tradisi Arab yang berkembang sejak zaman Ismail AS yang diikuti para penerusnya.
Pada masa Qusay ibnu Kilab, salah seorang leluhur Nabi SAW yang terkemuka, pemasangan kiswah menjadi tanggung jawab masyarakat Arab dari suku Quraisy. Nabi Muhammad SAW sendiri juga pernah memerintahkan pembuatan kiswah dari kain yang berasal dari Yaman. Sedangkan empat khalifah penerus Nabi Muhammad yang termasuk dalam Khulafa Al-Rasyidin memerintahkan pembuatan kiswah dari kain benang kapas.
Pada era Kekhalifahan Abbassiyah, Khalifah ke-4 Al-Mahdi memerintahkan supaya kiswah dibuat dari kain sutra Khuz. Pada masa pemerintahannya, kiswah didatangkan dari Mesir dan Yaman. Kiswah tidak selalu berwarna hitam pekat seperti saat ini. Kiswah pertama yang dibuat dari kain tenun dari Yaman justru berwarna merah dan berlajur-lajur. Sedangkan pada masa Khalifah Mamun Ar-Rasyid, kiswah dibuat dengan warna dasar putih.
Kiswah juga pernah dibuat berwarna hijau atas perintah Khalifah An-Nasir dari Bani Abbasiyah (sekitar abad 16 M) dan kiswah juga pernah berwarna kuning berdasarkan perintah Muhammad ibnu Sabaktakin. Penggantian kiswah yang berwarna-warni dari tahun ke tahun, rupanya mengusik benak Kalifah Al-Mamun dari Dinasti Abbasiyah, hingga akhirnya diputuskan bahwa sebaiknya warna kiswah itu tetap dari waktu ke waktu yaitu hitam.
Hingga saat ini, meskipun kiswah diganti setiap tahun, tetapi warnanya selalu hitam. Pada era keemasan Islam, tanggung jawab pembuatan maupun pengadaan kiswah selalu dipikul oleh setiap khalifah yang sedang berkuasa di Hijaz, Arab Saudi pada setiap masanya. Meskipun kiswah selalu menjadi tanggung jawab para khalifah, beberapa raja di luar tanah Hijaz pernah menghadiahkan kiswah kepada pemerintah Hijaz.
Dulu, kiswah yang terbuat dari sutera hitam pernah didatangkan dari Mesir yang biayanya diambil dari kas Kerajaan Mesir. Tradisi pengiriman kiswah dari Mesir ini dimulai pada zaman Sultan Sulaiman yang memerintah Mesir pada 950-an H sampai masa pemerintahan Muhammad Ali Pasya sekitar akhir tahun 1920-an.
Setiap tahun, kiswah-kiswah indah yang dibuat di Mesir itu diantar ke Makkah melewati jalan darat menggunakan tandu indah yang disebut mahmal. Kiswah beserta hadiah-hadiah lain di dalam mahmal datang bersamaan dengan rombongan haji dari Mesir yang dikepalai oleh seorang amirul hajj. Amirul hajj itu ditunjuk pemerintah Kerajaan Mesir.
Dari Mesir, setelah upacara serah terima, mahmal yang dikawal tentara Mesir berangkat ke terusan Suez dengan kapal khusus hingga ke pelabuhan Jeddah. Setibanya di Hijaz, mahmal tersebut diarak dengan upacara sangat meriah menuju ke Makkah.
Pengiriman kiswah dari Mesir pernah terlambat hingga awal bulan Dzulhijjah. Hal itu terjadi beberapa waktu setelah meletusnya Perang Dunia I. Keterlambatan pengiriman kiswah terjadi akibat suasana yang tidak aman dan kondusif akibat Perang Dunia I.
Melihat situasi yang kurang baik pada saat itu, Raja Ibnu Saud (pendiri Kerajaan Arab Saudi) mengambil keputusan untuk segera membuat kiswah sendiri mengingat pada 10 Dzulhijjah, kiswah lama harus diganti dengan kiswah yang baru. Usaha tersebut berhasil dengan pendirian perusahaan tenun yang terdapat di Kampung Jiyad, Makkah.
Setelah Perang Dunia I berakhir, Raja Farouq I dari Mesir kembali mengirimkan kiswah ke tanah Hijaz. Namun melihat berbagai kondisi pada saat itu, pemerintah Kerajaan Arab Saudi di bawah Raja Abdul Aziz bin Saud memutuskan untuk membuat pabrik kiswah sendiri pada 1931 di Makkah. Hingga akhirnya kiswah dibuat di Arab Saudi hingga saat ini.
Kain kiswah memiliki keunikan dan keunggulan tersendiri. Pintalan-pintalan benang berwarna emas maupun perak bersatu padu merangkai goresan kalam Ilahi. kiswah menjadi sangat berharga, bukan hanya karena firman-firman Allah SWT yang suci yang dipintal pada kiswah, tetapi juga karena keindahan dan eksotisme pintalan benang berwarna emas dan perak pada permukaannya.
Kaligrafi terbuat dari emas dan perak yang menghiasi kiswah terdiri dari ayat-ayat yang berhubungan dengan haji dan Kabah juga asma-asma Allah yang mulia. Hiasan kaligrafi yang terbuat dari emas dan perak tampak berkilau indah saat terkena cahaya Matahari.
Perpaduan warna emas dan perak pada kaligrafi yang menghiasi kiswah tersebut memiliki nilai seni yang luar biasa. Sebab pembuatannya membutuhkan skill dan bakat yang luar biasa karena tidak semua orang mampu membuat seni seindah itu. Kiswah merupakan simbol kekuatan, kesederhanaan, juga keagungan.
Karena menggunakan bahan baku yang sangat berharga seperti sutera, emas, maupun perak, harga kiswah ini menjadi sangat mahal sekitar Rp50 miliar. Sehingga setiap tahun Jawatan Wakaf Kerajaan Arab Saudi harus menyediakan dana Rp50 miliar untuk pembuatan kiswah.