Mekah, Gatra.com- Kami jemaah petugas penyelenggara ibadah haji (PPIH) Kementerian Agama Republik Indonesia daerah kerja (daker) Madinah dan Bandara menutup umrah dengan tahallul (memotong rambut) usai menjalankan sai, 08/5. Usai tahallul PPIH Kementerian Agama Republik Indonesia daerah kerja (daker) Madinah dan Bandara bertolak ke hotel untuk menyiapkan perjalanan ke Madinah.
Sejarah tahallul ternama yaitu kisah saat Rasulullah SAW menunaikan haji wada’ (perpisahan). Karena rambut beliau masih tersimpan hingga sekarang di berbagai negeri. Salah satunya di Abu Dhabi, ibu kota Uni Emirat Arab, sebuah keluarga keturunan suku Khasraj dari Anshar Madinah al Munawwarah menyimpan koleksi rambut Rasulullah SAW.
Rambut Nabi SAW lainnya tersimpan di Masjid Rambut Nabi yang juga dikenal sebagai Jame Mu Mobarak sebuah masjid di dekat Kabul Bazaar, di kota Kandahar, Afghanistan. Masjid ini dibangun pada abad ke-19 oleh Kohendil Khan. Sebuah kanal melintasi halaman masjid yang teduh dilengkapi dengan rumah peristirahatan musafir. Rambut Nabi SAW disimpan di kapel samping masjid dalam sarung emas di dalam peti.
Di Indonesia penyanyi Aunur Rofiq Lil Firdaus (Opick) mengaku mendapat sehelai rambut Rasulullah SAW dari pemerintah Turki dan Dewan Ulama Thariqah Internasional yang mempercayainya untuk menyimpan. Opick menyimpan rambut itu di di Rumah Umat Tombo Ati, Pulo Gebang, Jakarta Timur.
Menurut riwayat, Nabi SAW memiliki dua ‘tukang cukur’ yaitu Kharish bin Umayah dan Muammar bin Abdullah. Kharish mencukur Nabi SAW saat di Hudaibiyah (10,4 kilometer dari Mekah). Sedangkan Muammar mencukur Nabi SAW saat Haji Wada’ (Perpisahan). Karena tiga bulan setelah haji ini Nabi SAW wafat.
Haji Wada dimulai pada Sabtu, 25 Dzulqa'dah 10 Hijriah atau 22 Februari 632 Masehi. Pada hari itu, Nabi Muhammad SAW bertolak dari Madinah bersama 140.000 umat Islam, termasuk istri-istrinya. Berangkat selepas dzuhur tiba di lembah Dzul Hulaifah -7 kilometer selepas Masjid Nabawi- sebelum Ashar. Nabi SAW bermalam dan meneruskan perjalanan selepas dzuhur esok harinya.
Beliau meneruskan perjalanan mendekati Mekah dan singgah di Dzu Thuwa’. Kemudian memasuki Makkah selepas shalat subuh dan mandi pagi, 4 Dzulhijjah. Perjalanan Madinah-Makkah -437 kilometer- ditempuh 8 hari dengan kecepatan sedang. Begitu masuk masjidil Haram beliau langsung thawaf dan sai antara Shafa dan Marwah tanpa bertahallul, sebab beliau berniat menjalankan haji qiran -berihram untuk umrah sekaligus juga untuk haji.
Pada 8 Dzuhijah (hari tarwiyah) beliau bertolak ke Mina dan shalat lima waktu di sana. Setelah matahari terbit beliau bertolak ke bukit Arafah. Setelah matahari tergelincir, beliau menaiki unta Al Qashwa, sesampai di padang Arafah menyampaikan khotbah dan melaksanakan wukuf. Ketika senja mulai menghilang beliau bertolak ke Muzdalifah dengan memboncengkan Usamah bin Zaid pergi ke Masy’aril Haram hingga fajar menyingsing.
Masya'ir adalah jamak dari kata al-masy'ar yang artinya tempat-tempat yang disyariatkan Allah SWT untuk mengerjakan ibadah haji. Disebut juga sebagai masya'ir al muqaddasah, yaitu tempat-tempat yang disucikan. Masya'ir ini terbagi menajdi 2, yaitu masya'ir di dalam kawasan tanah Haram, meliputi Masjidil Haram dan sekitarnya, Muzdalifah, Mina dan Jamarat. Masya'ir kedua di luar kawasan tanah Haram yaitu Arafah.
Dari Muzdalifah beliau ke Mina sebelum Matahari terbit dengan memboncengkan Al-Fadhl bin Abbas hingga tiba di Mahsar. Kemudian ke tempat jumrah Aqabah (jumrah pertama). Beliau melempar tujuh butir kerikil sambil bertakbir setiap kali lemparan. Kemudian beranjak ke tempat penyembelihan kurban dan menyembelih 63 ekor unta dengan tangan sendiri. Kemudian menyerahkan ke Ali bin Abu Thalib untuk menyembelih 37 ekor unta.
Selama menjalankan haji, Rasulullah dilayani Muammar bin Abdullah. Muammar menjadi seorang muslim pada tahun-tahun pertama Islam. Dia ikut berhijrah (migrasi) ke Abyssinia dengan karavan kedua. Setelah beberapa saat, dia kembali ke Makkah. Dia sedikit terlambat untuk hijrah ke Madinah.
Muammar diberi tugas menyusun keranjang di atas unta Rasulullah. Suatu ketika, keranjang mulai bergoyang di jalan karena tidak diikat dengan benar. Nabi bersabda, “Muammar! Tampak bagiku tali keranjang ini lepas.” Muammar berkata, "Ya Rasulullah! Saya mengikatnya erat-erat seperti biasa. Mungkin, seseorang yang iri dengan kehormatan saya melayani Anda melepaskannya!"
Rasulullah tersenyum dan berkata: "Muammar! Tenang saja. Saya tidak akan menunjuk siapa pun untuk menggantikanmu." Usai menyembelih kurban, Rasulullah tahallul, meminta Muammar untuk mencukurnya.
Sahabat ini merasa beruntung mendapat kehormatan mencukur rambut Rasulullah SAW. Saat menyiapkan pisau cukurnya, Rasulullah berkata dengan nada bercanda: “Muammar! Rasulullah telah menyerahkan daun telinganya kepadamu.”
Muammar sangat gembira. Dia berkata: "Ya Rasulullah! Suatu berkah dan anugerah Allah yang besar untuk mendapatkan kehormatan mencukur rambutmu.” "Mulailah dari sebelah kanan, dan gundullah," perintah Nabi pada Muammar. Muammar memotong habis rambut sebahu Nabi SAW sebelah kanan. Nabi SAW membagikan rambut itu kepada sahabat yang berada di sekitarnya.
Kemudian Muammar mencukur kepala sebelah kiri, kemudian Nabi SAW berkata: "Apakah di sini ada Abu Thalhah?" Lalu beliau menyerahkan rambut tersebut kepada Abu Thalhah Al Anshari. Abu Thalhah mengumpulkan rambut tersebut dan membawanya kepada istrinya, Ummu Sulaim (Rumaisha binti Malhan dan memintanya untuk menjaga rambut berkah itu dengan hati-hati.
Dari keturunan Ummu Sulaim inilah rupanya rambut Sang Nabi bertebaran ke berbagai penjuru dunia. Mungkin termasuk satu helai di tangan Opick.