Jakarta, Gatra.com – Legal Corporate PT Bumi Menara Internusa (BMI), Dwi Ibnu, mengatakan, pihaknya telah menemukan bukti-bukti baru (novum). Tujuh novum menjadi dasar pengajuan Peninjauan Kembali (PK) terkait sengketa lahan pabrik milik PT BMI, di Dampit, Kabupaten Malang, Jawa Timur (Jatim).
“Pengajuan Permohonan PK dan Memori PK tersebut dilakukan karena kami menemukan bukti-bukti baru (novum) yang sifatnya sangat menentukan, yang telah ada ketika perkara berlangsung di tingkat sebelumnya,” kata Dwi dalam keterangan pers diterima pada Sabtu (20/4).
Ia menyampaikan, PT BMI selaku pemohon PK II dan Indra Winoto selaku pemohon PK I telah mengajukan upaya hukum tersebut Mahkamah Agung (MA). Salah satu novumnya sangat menentukan, yakni Buku Desa Letter C yang aslinya disimpan oleh kantor Kelurahan Dampit dan telah diverifikasi oleh Pengadilan Negeri Kepanjen dalam rangka pengajuan PK tersebut.
Dalam Buku Desa Letter C No. 202 Persil 97 S II, lanjut Ibnu, terungkap bahwa tanah seluas 7.300 m2 yang menjadi objek sengketa itu tercatat merupakan tanah atas nama Ny. B. Rasmi Rasti, yang merupakan istri dari Soemowiarso.
Ia menjelaskan, ketujuh novum tersebut menguak fakta-fakta yang saling berkaitan dan mendukung satu sama lain bahwa Ny. B. Rasmi Rasti tersebut merupakan buyut dari para penggugat dan bukan nenek sebagaimana yang diklaim selama ini.
Pasangan Ny. B Rasmi Rasti dan Soemowiarso ini, kata Ibnu, memiliki 13 orang anak. Satu di antaranya adalah Ny. Rasmi, yang merupakan nenek pihak penggugat yang kebetulan memiliki kemiripan nama dengan buyut mereka, Ny. B. Rasmi Rasti.
Dalam Buku Desa Letter C No. 3744 Persil 97 S II dan didukung oleh novum lainnya, Ny. B. Rasmi Rasti telah mewariskan tanah yang menjadi objek sengketa kepada Soenarwan, saudara kandung nenek pihak penggugat (Ny. Rasmi).
Hal ini telah melalui suatu musyawarah yang dilangsungkan pada tahun 1972 dengan dihadiri ahli waris dan dipimpin langsung oleh Camat dan Kepala Desa Dampit. Namun para penggugat telah membuat klaim yang keliru bahwa Ny. B. Rasmi Rasti yang tercatat di Buku Desa Letter C sebagai pemilik lahan seolah-olah adalah nenek mereka bernama Ny. Rasmi dengan memanfaatkan kemiripan nama tersebut.
“Dengan demikian, fakta-fakta di atas sudah cukup untuk menunjukkan bahwa para penggugat atau dalam hal ini para termohon PK tidak mempunyai kepentingan hukum atau kedudukan hukum atau legal standing untuk mengajukan gugatannya, sehingga tidak memiliki hak menuntut kerugian apa pun terhadap siapa pun dalam perkara ini,” ujarnya.
Ibnu mengatakan, dokumen yang paling mudah membuktikan kebenaran klaim para penggugat ini adalah akta kelahiran atau kartu tanda penduduk (KTP) dari Ny. Rasmi/nenek.
“Namun, kami tidak pernah melihat dokumen-dokumen ini diajukan sebagai bukti oleh para penggugat dalam persidangan selama ini,” katanya.
Sebaliknya, lanjut Ibnu, bukti-bukti yang diajukan oleh para penggugat seperti akta kematian justru membuktikan bahwa nama nenek mereka hanya satu kata, yaitu Ny. Rasmi selaras dengan novum yang kami ajukan ini.
“Artinya, tidak ada satu pun bukti yang diajukan yang dapat membuktikan bahwa Ny. B Rasmi Rasti adalah nama nenek mereka apakah nama asli, nama panggilan, ataupun nama lainnya,” kata Ibnu.
Yang lebih mengejutkan, para penggugat atau para termohon PK juga tidak pernah mengajukan Buku Desa Letter C yang riil yang memuat secara lengkap riwayat pewarisan dan pengalihan tanah obyek sengketa sejak awal.
“Para penggugat atau para termohon PK sekadar mengajukan dokumen sederhana satu lembar seperti surat keterangan berjudul Letter C Desa yang hanya memuat informasi yang sangat umum,” ujarnya.
Menurutnya, ?dengan adanya skenario pembatasan terhadap bukti-bukti yang diajukan oleh pihak penggugat, maka pengadilan hanya mengacu kepada bukti-bukti ala kadarnya dalam menyusun putusannya sehingga putusan tersebut keliru.
“Artinya, pengadilan telah menjadi korban di sini. Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa para penggugat secara sengaja mengelabui proses hukum dengan membelokkan fakta seakan-akan ada yang salah dengan transaksi jual beli yang sesungguhnya sudah sah dan benar,” ujarnya.
Ia menjelaskan, duduk perkara yang menjadi pangkal persoalan. Menurutnya, pasangan Ny. B. Rasmi Rasti dan Soemowiarso mempunyai 13 orang anak yang kini semuanya telah meninggal. Dua di antara 13 orang anak tersebut bernama Ny. Rasmi (nenek para penggugat) dan Soenarwan.
Dalam Buku Desa Letter C No. 3744 Persil 97 S II yang diajukan sebagai novum tersebut, tanah seluas 7.300 m2 ini mengalami peralihan hak dari buyut Ny. B Rasmi Rasti kepada anak Soenarwan karena pewarisan berdasarkan hasil musyawarah yang dipimpin oleh Camat dan Kepala Desa Dampit pada 18 Agustus 1972.
Kemudian, pada 27 Maret 1982, berdasarkan Buku Desa Letter C No. 5159 Persil 97 S II, tanah yang kini menjadi obyek sengketa tersebut mengalami peralihan hak milik kepada Kasiatun yang merupakan pihak ketiga (bukan ahli waris) melalui transaksi jual beli.
Selanjutnya, pada tahun 1983, Indra Winoto selaku pemohon PK I membeli tanah tersebut dari Kasiatun sebagaimana tertuang dalam Akta Jual Beli Nomor 86/DPT/1983 tertanggal 18 April 1983 dan telah bersertifikat hak milik.
“Dengan demikian, Bapak Indra Winoto telah menjadi pemilik yang sah secara hukum atas tanah tersebut sekitar 40 tahun. Selama ini tidak pernah ada pihak yang mempersoalkan kepemilikan Bapak Indra Winoto atas lahan ini,” ujarnya.
Baru pada 19 Maret 2021, cucu dari Ny. Rasmi atau cicit dari Ny. B Rasmi Rasti secara tiba-tiba mengajukan gugatan perkara ini. Artinya, gugatan dilayangkan oleh penggugat ?sekitar 49 tahun setelah pewarisan tanah tersebut kepada Soenarwan.
“Atau sekitar 39 tahun setelah penjualan tanah tersebut dari Soenarwan ke Kasiatun, atau sekitar 38 tahun setelah tanah tersebut dibeli secara sah oleh Bapak Indra Winoto,” katanya.
Ibnu memaparkan, selama proses persidangan di tingkat Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, dan Kasasi, para penggugat telah memanfaatkan posisi Indra Winoto maupun PT BMI sebagai pihak-pihak yang mempunyai keterbatasan akses terhadap dokumen-dokumen penting mengenai sejarah pewarisan dari pewaris dan para ahli waris.
Hal ini karena pihak Indra Winoto membeli tanah tersebut dari pihak ketiga yang bukan ahli waris, yaitu atas nama Kasiatun. Akibatnya, selama persidangan-persidangan sebelumnya, bukti-bukti yang dapat diajukan para pemohon PK hanya sebatas akta jual beli dan sertifikat tanah yang secara faktual memang berada di tangan Indra Winoto sejak lama.
Sehingga, lanjut Ibnu, upaya untuk menjalankan skenario perkara bahwa Ny. Rasmi yang merupakan nenek para penggugat untuk diidentikkan atau dimaksudkan seolah-olah sebagai Ny. B. Rasmi Rasti yang merupakan buyut para penggugat berjalan mulus.
“Padahal semua itu keliru. Ny. Rasmi yang merupakan nenek para penggugat bukan dan bahkan tidak pernah menjadi pemegang hak atas tanah tersebut,” katanya.
Ibnu meyampaikan, Ny. B Rasmi Rasti yang merupakan buyut para penggugat bukanlah nama dari Ny. Rasmi nenek para penggugat sebagaimana yang selama ini mereka klaim, melainkan buyut mereka.
“Oleh karena itu, kedudukan Bapak Indra Winoto sangat jelas di sini yaitu sebagai pembeli tanah yang beriktikad baik yang harus dilindungi oleh hukum,” katanya.
Permohonan PK ini merupakan upaya PT BMI dan Indra Winoto untuk mendapatkan perlindungan hukum sesuai dengan rasa keadilan dan kebenaran.
Atas langkah hukum tersebut, ujar Ibnu, pihaknya meminta kepada Ketua MA untuk menunda eksekusi yang dimohonkan termohon PK di PN Kepanjen hingga putusan PK.
“Karena ini bukan hanya berkenaan dengan orang per orang, melainkan menyangkut hajat hidup sekitar 5.000 orang baik karyawan PT Bumi Menara Internusa,” katanya.
Ia menjelaskan, PT BMI merupakan perusahaan pengolahan hasil laut dengan orientasi ekspor. BMI sangat erat dengan pemasok, petambak, maupun para pedagang warga sekitar yang menggantungkan hidupnya dan mencari nafkah di lokasi perusahaan. Gatra.com masih berupaya mengonfirmasi pihak terkait.