California, Gatra.com - Google telah memecat 28 pekerja yang memprotes hubungan perusahaan dengan Israel di tengah kejahatan kemanusiaan yang dilakukan militer Zionis di Gaza. Raksasa teknologi yang berbasis di Silicon Valley ini menyatakan bahwa para karyawan tersebut telah mengganggu aktivitas kerja perusahaan.
“Menghalangi pekerjaan karyawan lain secara fisik dan mencegah mereka mengakses fasilitas kami jelas merupakan pelanggaran terhadap kebijakan kami, dan merupakan perilaku yang sama sekali tidak dapat diterima,” tulis keterangan resmi Google.
“Setelah menolak beberapa permintaan untuk meninggalkan lokasi, penegak hukum dilibatkan untuk menghentikannya guna memastikan keamanan kantor.” lanjut keterangan resmi Google.
Sebelumnya, sekelompok karyawan menduduki kantor CEO Google Cloud Thomas Kurian di Sunnyvale, California pada Selasa (16/4) lalu, sementara kelompok lain melakukan aksi duduk selama hampir delapan jam di area umum kantor perusahaan di New York. Para pekerja yang tidak puas juga berdemonstrasi di area luar beberapa kampus Google.
Kelompok aktivis di balik demonstrasi tersebut, "No Tech for Apartheid" menggambarkan pemecatan tersebut sebagai tindakan ilegal dan bentuk pembalasan.
Mereka mengeklaim bahwa aksi duduk tersebut tidak merusak properti atau mengancam pekerja lain dan mendapat tanggapan yang sangat positif dan menunjukkan dukungan dari para rekan kerja mereka.
Beberapa karyawan telah berbicara secara terbuka sejak 2021 menentang Proyek Nimbus, kontrak komputasi cloud besar yang diterima Google dan Amazon dari pemerintah Israel.
Majalah Time melaporkan bulan ini bahwa Kementerian Pertahanan Israel memiliki celah masuk keamanan ke Google Cloud dan layanan AI.
Hubungan militer Israel dengan teknologi besar telah mencuri perhatian besar setelah Majalah +972 dan situs berita Local Call mengutip sumber intelijen pada awal April lalu yang mengatakan bahwa Pasukan Pertahanan Israel (IDF) menggunakan program AI rahasia yang disebut Lavender untuk mengidentifikasi target manusia selama perang dengan Hamas di Gaza.
Meskipun IDF menyatakan bahwa program-program tersebut hanyalah alat untuk analisis dan tidak bergantung pada AI untuk memilih target serangan, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan dirinya sangat prihatin dengan adanya laporan tersebut.
Berbagai kelompok pembela Hak Asasi Manusia menyebut IDF membunuh warga sipil tanpa pandang bulu di Gaza, di mana hampir 34.000 warga Palestina telah tewas sejak 7 Oktober 2023.
Tentara Israel mengaku secara tidak sengaja membunuh tujuh pekerja kemanusiaan asing, World Central Kitchen dalam serangan pesawat tak berawak terhadap konvoi bantuan pada 1 April lalu.
IDF menyebutkan kesalahan identifikasi dan kesalahan lainnya sebagai penyebab tragedi tersebut dan mengatakan bahwa mereka telah memecat dua perwira senior yang terlibat dalam serangan tersebut.