Jakarta, Gatra.com - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir meminta BUMN untuk mengantisipasi dampak dari gejolak ekonomi dan geopolitik dunia yang memicu menguatnya dolar Amerika Serikat (AS) terhadap rupiah.
Erick meminta BUMN perbankan menjaga secara proporsional porsi kredit yang terdampak oleh volatilitas rupiah, suku bunga, dan harga minyak. Erick menyebut BUMN yang terdampak pada bahan baku impor dan BUMN dengan porsi utang luar negeri (dalam dolar AS) yang besar seperti Pertamina, PLN, BUMN Farmasi, MIND ID, agar mengoptimalkan pembelian dolar AS dalam jumlah besar dalam waktu singkat.
“Hal tersebut telah melemahkan rupiah menjadi Rp 16.000-16.300 per dolar AS dalam beberapa hari kebelakang. Nilai tukar ini bahkan bisa mencapai lebih dari Rp 16.500 apabila tensi geopolitik tidak menurun,” kata Erick dalam keterangan resminya pada Kamis (18/4).
Sebagaimana diketahui, berdasarkan data dari Bloomberg, rupiah hari ini ditutup sebesar Rp16.179 atau menguat 0,25%.
Menanggapi hal tersebut, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan bahwa, pembelian dolar AS di situasi dolar sedang menguat bukan hal yang bijaksana.
Menurut Airlangga, kebutuhan terhadap dolar AS memang harus diredam. Pemerintah sendiri telah memiliki instrumen peredam dalam bentuk Devisa Hasil Ekspor (DHE) dalam bentuk.
“Kalau situasi dolar lagi menguat tentu tidak bijaksana untuk beli dolar di harga tinggi. Tentu kita perlu meredam kebutuhan terhadap dolar, pemerintah sendiri punya instrumen dalam bentuk devisa hasil ekspor yang akita ingin tanam di dalam negeri,” kata Airlangga dalam Konferensi Pers terkait Perkembangan Isu Perekonomian Terkini di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Kamis (18/4).
Airlangga juga menjelaskan bahwa, dengan instrumen yang ada, nilai tukar rupiah masih relatif terkendal. “Namun, kita meminta kalau impor konsumtif ya ditahan-tahan dulu dalam situasi seperti ini,” imbuhnya.
Dalam kesempatan yang sama, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara satu suara dengan Airlangga untuk menahan impor yang sifatnya konsumtif. Ia juga menegaskan bahwa, saat ini telah terdapat aturan yang memastikan bahwa dolar yang dihasilkan dari kegiatan ekspor dari sektor pertanian, perkebunan harus ditanam di tanah air.
“Jadi ini sekaligus bisa kita himbau untuk seluruh devisa hasil ekspor kita dari para eksportir bawa pulang ke Indonesia,” pungkasnya.