Home Regional Masa Jabatan Kepala Desa Telalu Lama Menjadi Ladang Korupsi

Masa Jabatan Kepala Desa Telalu Lama Menjadi Ladang Korupsi

Jakarta, Gatra.com - Demokrasi menjadi momentum yang krusial bagi negara Indonesia, sebab warga negara memiliki hak untuk ber kontribusi dalam memilih pemimpin politik baik di tingkat nasional daerah maupun di tingkat desa yang mencalonkan diri pada pemilihan untuk mendapatkan dukungan suara. 

Pemilihan Kepala Desa merupakan perwujudan demokrasi desa dalam rangka menentukan kepemimpinan desa yang berkualitas. Pemilihan Kepala Desa, atau seringkali disebut Pilkades, adalah suatu pemilihan kepala desa secara langsung oleh warga desa setempat.

Menurut A Junaedi selaku PDM (Pimpinan Daerah Muhammadiyah Indramayu), menjelaskan ajang pemilihan kepala desa merupakan ajang demokrasi lokal yang terjadi di desa. Dalam prosesnya pemilihan kepala desa selalu diiringi dengan berbagai dinamika sosial, politik, budaya dan ekonomi, bahkan dalam beberapa kasus pemilihan kepala desa seringkali disertai dengan konflik fisik antara pendukung.

Pada dinamika sosial masyarakat desa para calon kepala desa memiliki suatu kekusaan yang berbentuk latar belakang figur, pendidikan, keturunan, dan ketokohan. Masyarakat desa sebagai pemilih akan menentukan pilihannya dengan berbagai pertimbangan yang ada. 

Karena, bagi masyarakat desa umumnya Pilkades tidak hanya ajang pertarungan perebutan kekuasaan, lebih dari itu pilkades menyangkut harga diri, kehormatan dan simbol sosial karena kekalahan dalam pilkades menjadikan malu sosial yang akan terekam dan menjadi uji kasus pola kehidupan bersosial di desa. 

Masyarakat desa menganggapnya sebagai pengukuhan status sosial yang dekat dengan kehormatan dan harga diri karena dalam untuk mencalonkan diri kandidat harus memiliki kemampuan personal, ikatan kekerabatan serta kekayaan.

Dosen ilmu pemerintahan  Universitas Muhammadiyah Makassar A Junaedi menilai masa jabatan kepala desa yang diusulkan hingga sembilan tahun terlalu lama dan tidak cocok pada era modern seperti saat ini.

Terlebih, kawasan desa di Indonesia saat ini menerima Dana Desa (DD) dan Alokasi Dana Desa (ADD) yang cukup besar. DD/ADD yang cukup besar itutidak boleh menjadiobjek perebutan untuk berkuasa dalam kurun waktu yang cukup panjang.

"Terlebih dana desa itu besar. Ketika ini menjadi objek perebutan dengan masa jabatan yang panjang, itu akan berbahaya, tidak elok di dalam negara hukum sebuah jabatan itu tidak dibatasi, " kata Ahmad Junaedi Karso.

Ia menambahkan, semakin panjangnya masa jabatan dapat berpotensi terjadinya tindakan korupsi dan kesewenang-wenangan, dominan untuk mengarah pada korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).

“Serta tuntutan itu dominan untuk kepentingan pribadi kades, bukan rakyat dan akan memicu korupsi, (mudah-mudahan predeksi saya salah),” imbuhnya.

Namun, menurutnya, ketika korupsi masih marak terjadi di desa, perpanjangan masa jabatan yang awalnya 6 tahun menjadi 8 tahun telah di ketuk palu oleh DPR RI. Bahkan, kepala desa bisa menjabat hingga 16 tahun tidak senapas dengan konstitusi yang membatasi jabatan, presiden, Gubernur, Bupati/Walikota yang hanya 5 Tahun dengan masa jabatan maksimal 2 periode.

Diketahui, Data KPK RI dari tahun 2012 hingga 2021 tercatat sebanyak 601 kasus korupsi dana desa di Indonesia dan dari jumlah kasus tersebut telah menjerat sebanyak 686 kades di seluruh tanah air.

Perkembangan dukungan APBN untuk desa pertama kali dialokasikan pada tahun 2015 dengan anggaran sebesar Rp20.766,2 miliar. Kemudian anggaran tersebut terus mengalami peningkatan hingga mencapai Rp70.000,0 miliar pada tahun 2023, dengan rincian sebagai berikut: 

(1) dialokasikan pada tahun anggaran sebelum tahun anggaran berjalan sebesar Rp68.000,0 miliar.

(2) dialokasikan pada tahun anggaran berjalan sebesar Rp.2.000,0 miliar (Nota Keuangan APBN 2024). Menurut data dari NK Keuangan APBN 2024, perkembangan Dana Desa periode tahun 2019-2023, mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 0,04 persen, dari sebesar Rp.69.814,1 miliar pada tahun 2019, menjadi sebesar Rp69.930,0 miliar pada outlook tahun 2023 Selain itu, dana desa yang diterima oleh desa juga meningkat dari Rp931,4 juta per desa tahun 2019 menjadi sebesar Rp.933,9 juta per tahun 2023.

Kemudian anggaran dana desa per 2024 juga mengalami peningkatan menjadi Rp71 triliun. Besarnya anggaran tersebut seharusnya dapat mendorong peningkatan perekonomian masyarakat desa sesuai amanat UU tentang Desa. 

Untuk mencapai tujuan tersebut, maka kepala desa sebagai kepala pemerintahan desa harus dapat mengelola keuangan desa dengan efektif dan efisien, serta akuntabel sehingga dapat dipertanggungjawabkan.

Harapannya, Ahmad Junaedi Karso kepada pemimpin yang akan datang, "Haruslah berpegangan kepada kepentingan masyarakat Indonesia (kepentingan oknum oligarki, oknum pengusaha, penguasa dzalim) dan dalam menjalankan roda pemerintahnya bersandar kepada pancasila dan UUD 1945.

Ia melanjutkan, untuk menjaga kedaulatan negara Indonesia luas dan yang kaya raya, maka diperlukan Penjagaan, perlindungan, keamanan dan kepastian, perlindungan hukum oleh Pemerintah (TNI/Polri/Instansi lainnya) atas wilayah-wilayah territorial Indonesia dari ancaman bahaya baik dari luar negeri maupun dalam negeri.

“Selain itu, programkan kekuatan militer dengan alusitanya yang hebat, sehingga kekuatan militer dapat menghalau kekuatan baik dari dalam dan luar negeri yang akan menguasai Indonesia,” katanya.

Tak hanya itu, pilih perwira-perwira, pejabat-pejabat yang professional, smart, nasionalisme dan NKRI pro masyarakat, yang tidak kompromi dengan penyusup-penyusup, dan oknum-oknum pejabat yang KKN yang mendukung pemanpaatan kekayaan alam Indonesia untuk kepentingan Aing dan Aseng.

Menurutnya, maka harus melakukan reformasi birokrasi secara menyeluruh khususnya di sektor publik dari penyakit KKN dan pungli yang dilakukan oleh oknum pegawai/ASN terhadap pengguna jasa, jadi perlu dilakukan reformasi birokrasi dan Penegakan hukum agar terciptnya keamanan, kenyamanan menuju tata kelola pemerintahan yang baik (good governance).

275