Jakarta, Gatra.com – Mantan Direjen Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum HAM), Ronny F. Sompie, mengatakan, semua pihak harus ikut terlibat dalam mencegah persoalan yang berpotensi menimpa calon Pekerja Migran Indonesia (PMI) akan bekerja di luar negeri.
Ronny pada Senin (8/4), menyampaikan, semua pihak (stakeholder) harus terlibat mengawasi mulai dari perekrutan calon PMI dari tingkat yang paling kecil untuk meminimalisir terjadinya pelanggaran.
Ia menyampaikan pandangan tersebut merespons banyaknya PMI yang ditahan oleh pihak Imigrasi Malaysia. Jumlahnya mencapai 3.375 orang. Angka ini menjadikan Indonesia sebagai peringkat pertama di negeri jiran.
Ia menyampaikan, perekrutan dan penempatan calon PMI ke luar negeri selama ini sudah diupayakan oleh Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) dengan baik. Namun demikian, permasalahan PMI di luar negeri selalu berawal dari dalam negeri.
Mantan Kadiv Humas Polri ini melanjutkan, untuk mencegah hal tersebut semua pihak harus memberikan respons cepat, tepat, dan proaktif untuk melakukan upaya pencegahan.
“Kita tidak bisa menunggu masalah berkaitan dengan PMI terjadi dulu baru. Harus melakukan pencegahan sejak perekrutan, penyiapan, sampai penempatan PMI di luar negeri harus dikawal oleh samua stakeholders,” ujarnya.
Menurut Ronny Sompie, semua pihak harus ambil bagian karena tidak bisa hanya membebankan tanggung jawab perlindungan PMI sesuai Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan PMI, yakni BP2MI dan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker).
“Apalagi sangat terkesan lebih banyak hanya dikerjakan oleh Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI) saja yang merekrut dan menempatkan PMI ke luar negeri tanpa melibatkan stakeholders lainnya,” ujar dia.
Ronny Sompie menyampaikan, seyogyanya semua stakeholders terkait perlu melibatkan diri secara langsung, bekerja sama tanpa ego sektoral mulai dari tahap perekrutan. Pada tahap ini, gubernur harus ambil bagian melalui kepala Dinas Ketenagakerjaan (Kadisnaker) Provinsi.
Begitu juga bupati dan wali kota, lanjut Ronny Sompie, perlu dilibatkan melalui kepala Dinas Tenaga Kerja di kabupaten dan kota se-Indonesia untuk mengecek data kebutuhan jumlah PMI yang diminta Malaysia dan juga negara lainnya.
“Pengecekan itu berkaitan dengan job order yang dibutuhkan negara-negara lain yang dimiliki datanya oleh Kemnaker atau Kementerian Luar Negeri (Kemlu) atau BP2MI,” katanya.
Selanjutnya Kemenkum HAM melalui Ditjen Imigrasi yang dibantu semua Kantor Imigrasi di seluruh Indonesia juga harus ambil bagian. Perannya saat pelayanan paspor dan perlintasan calon PMI yang akan bekerja keluar negeri, harus memiliki visa untuk bekerja dari negara tujuan bekerja.
Ia menyampaikan, Ditjen Imigrasi pada tahun 2017–2019 pernah memiliki kebijakan untuk menunda pelayanan paspor dan perlintasan calon PMI yang terindikasi bisa menjadi korban perdagangan orang di luar negeri oleh calo dan sindikat perdagangan orang melalui pemberian kerja terselubung.
“Jumlahnya tahun 2019 sekitar 20 ribu calon PMI yang ditunda pelayannya. Artinya, ada sekitar 20 ribu calon PMI yang bermasalah dan tidak sesuai prosedur dapat dicegah oleh jajaran Ditjen Imigrasi se-Indonesia,” katanya.
Pihak lainnya yang harus terlibat, lanjut Ronny Sompie, adalah Polri melalui Bhabinkamtibmas dan TNI melalui Babinsa. Mereka bisa membantu tugas lurah dan kepala desa memantau P3MI ketika merekrut calon PMI dari desa dan kelurahan.
“Jangan sampai ada sindikat perdagangan orang yang terselubung melalui peran P3MI melakukan perekrutan calon PMI di desa dan kelurahan,” ujarnya.
Kemudian Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) juga bisa membantu untuk mencegah pengiriman calon PMI bermasalah melalui pemantauan cyber di media sosial dan media massa.
“Pemantauan terhadap penawaran bekerja di luar negeri yang dapat mencegah informasi bodong atau bernuansa penipuan dan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO),” kata Ronny Sompie.