Jakarta, Gatra.com - Saat ini kita semua sedang menyaksikan bahkan mengalami sendiri sebuah “ritual” tahunan berupa mudik Lebaran. Puluhan juta manusia melakukan perjalanan dari satu kota ke kota yang lain, terutama dari kota kota besar seperti jabodetabek ke kota kota kecil di kampung halaman di seluruh Indonesia. Pergerakan massa dari DKI Jakarta saja diperkirakan sekitar 11.7 juta jiwa yang bergerak ke luar jakarta. Pergerakan puluhan juta jiwa dalam waktu yang relatif sempit secara bersamaan dan kolosal seperti ini, memerlukan dukungan infrastruktur yang memadai, terutama dalam hal infrastruktur transportasi beserta pendukungnya.
Infrastruktur adalah semua struktur dan fasilitas dasar, baik fisik maupun sosial yang diperlukan untuk operasional kegiatan masyarakat atau perusahaan. infrastruktur merupakan pondasi dasar dalam pertumbuhan ekonomi di Indoensia. Penyediaan infrastruktur demi untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat luas memiliki multi dimensi derta memiliki banyak tantangan. Tantangan utama dan terbesar yang juga terjadi di berbagai negara di seluruh dunia adalah keterbatasan anggaran pemerintah untuk melakukan Pembangunan infrastruktur tersebut.
Tentu saja, Pemerintah memerlukan bantuan untuk mengatasi masalah tersebut. Salah satu mekanisme yang kini populer berkembang adalah sistem KPBU. Apa yang disebut dengan KPBU menurut Kementerian Keuangan adalah "Kerjasama antara Pemerintah dan Badan Usaha" dalam penyediaan infrastruktur dan/atau layanannya untuk kepentingan umum mengacu pada spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya oleh pemerintah, yang sebagian atau seluruhnya menggunakan sumber daya badan usaha dengan memperhatikan pembagian risiko di antara para pihak. KPBU biasa juga disebut dengan PPP (Public Private Partnership).
Percepatan pembangunan infrastruktur di Indonesia perlu ditingkatkan antara lain dalam bentuk pembangunan infrastruktur penggerak ekonomi, pemerataan pelayanan dasar di seluruh Indonesia, dan pembangunan infrastruktur untuk menopang perkembangan berbagai kota seiring dengan urbanisasi di Indonesia. Dalam RPJMN 2020-2024, pembangunan infrastruktur diprioritaskan pada infrastruktur untuk mendukung pelayanan dasar, pembangunan ekonomi, dan perkotaan.
Prioritas pembangunan infrastruktur tersebut akan di dukung dengan pembangunan di sektor energi dan ketenagalistrikan, serta pelaksanaan transformasi digital dengan mempertimbangkan beberapa pengarusutamaan seperti tujuan pembangunan berkelanjutan, transformasi digital serta modal sosial dan budaya.
Sumber Pembiayaan Infrastruktur
Pemerintah dalam menjalankan peranannya senantiasa berupaya menyediakan barang dan pelayanan yang baik untuk warganya terutama dalam penyediaan infrastruktur. Penyediaan infrastruktur merupakan tanggung jawab pemerintah bagi warga negaranya karena infrastruktur tidak hanya dipandang sebagai public goods tetapi lebih kepada economic goods. Oleh karena itu, pemerintah memiliki kepentingan untuk membangun infrastruktur yang penting bagi masyarakat.
Dalam upaya mencapai target pertumbuhan PDB dalam RPJMN 2020-2024, diperlukan upaya inovatif untuk mendorong peran serta investasi masyarakat dan badan usaha melalui skema KPBU dan skema pembiayaan kreatif lainnya. Hal ini sesuai dengan paradigma baru pendanaan infrastruktur yang menjadikan APBN/APBD sebagai alternatif sumber pendanaan terakhir. Berikut adalah beberapa alternatif/opsi dari pembiayaan yang bisa dipilih untuk membangun infratruktur di Indonesia baik di pusat maupun di daerah. Setiap pilihan pembiayaan mempunyai karakteristik masing masing.
Berbagai pilihan pembiayaan pembangunan infratruktur :
Mengapa harus dengan KPBU ?
Adalah menjadi tugas pemerintah untuk menyediakan pelayanan pubik, termasuk didalamnya infrastruktur. Kebutuhan infrastruktur Indonesia sangat tinggi, padahal ketersediaan anggaran pembangunan terbatas. Mempertimbangkan hal tersebut, dengan memanfaatkan skema KPBU ini, memungkinkan Pemerintah lebih memiliki kesempatan menyediakan layanan infrastruktur yang memadai kepada publik dengan lebih efektif, efisien, akuntabel, dan berkesinambungan.
Berbeda dengan rezim pengadaan barang dan jasa secara konvensional, pengadaan infrastruktur melalui KPBU mengumpulkan semua komponen suatu layanan infrastruktur pada satu kontrak kerjasama, termasuk di dalamnya disain, pembangunan, pembiayaan, pemeliharaan, dan operasionalnya. Dalam pengadaan infrastruktur, yang di adakan adalah layanannya bagi masyarakat, bukan barang-nya
Berikut adalah beberapa alasan mengapa Pemrintah, baik Pemeringtah Pusat maupun Pemerintah Daerah perlu mempertimbangkan untuk memanfaatkan skema KPBU:
• Fokus pengadaan pada penyediaan layanan infrastruktur
• Pihak badan usaha/swasta membiayai penyediaan infrastruktur terlebih dahulu, sehingga dapat mengatasi keterbatasan anggaran negara/daerah, dibayar kemudian selama masa kerjasama
• Terdapat ruang bagi badan usaha untuk melakukan inovasi baik pada saat pembangunan infrastruktur maupun inovasi untuk mendorong efisiensi dalam penyelenggaraan pelayanan
• Terdapat pembagian risiko antara pemerintah dan badan usaha
• Kontrak tunggal dengan badan usaha untuk seluruh kegiatan penyediaan infrastruktur
• Tersedia dukungan pemerintah pada tahap persiapan proyek
Dengan pola KPBU memungkinkan Masyarakat bisa menikmati terlebih dahulu layanan infrastruktur yang dibutuhkan, tanpa harus menunggu pemerintah mempunyai anggaran yang cukup untuk membangunnya sendiri. Karena pihak swasta telah membangunnya terlebih dahulu dengan investasi dari pihak swasta, kemudian pemerintah akan membayar atas layanan tersebut dalam jangka waktu beberapa tahun sesuai dengan kontrak yang disepakati dalam perjanjian, setelah pihak swasta menyelesaikan 100% pembangunan infrastruktur serta infrastruktur sudah bisa nikmati oleh Masyarakat. Pembayaran dari pemerintah kepada swasta ini bisa dalam bentuk tarif atau dalam bentuk Ketersedian Layanan atau Avalability Payment (AP) dari APBN/APBD
Beberapa hal yang membedakan antara pembiayaan infrastruktur dengan cara konvensional dan dengan pola KPBU :
Dalam pembiayaan dengan pola KPBU, inisiatip pembangunan bukan hanya dari pihak pemerintah, tetapi di mungkinkan bahwa inisiatif atau prakarsa bisa berasal dari pihak pemerintah maupun pihak swasta. Apabila ide Pembangunan infrasruktur dari pihak pemerintah disebut dengan Solicited dan apabila ide Pembangunan infratruktut berasal dari pihak swasta disebut dengan Unsolicited.
Bidang apa saja yang bisa dibangun melalui pola KPBU ?
Dasar hukum dari KPBU ini adalah dari Perpres no 38 tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha, kemudian untuk pelaksanaannya melalui Peratutan Menteri PPN/Bappenas no 7 tahun 2023. Permen No 7 tahun 2023 merupakan permen PPN/Bappenas terbaru yang merupakan perbaikan dari Permen sebelumnya yaitu Permen No 4 tahun 2015, Permen No 15 tahun 2020 tetang Petunjuk Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha. Mengingat bahwa selalu terjadi perubahan dan dinamika dalam pelaksanaan KPBU ini di lapangan, Kementerian PPN/Bappenas selalu memperbaruhi peraturannya untuk bisa mengakomodir perubahan perubahann yang terjadi agar terjadi persepatan dan tidak banyak kendala di lapangan.
Peraturan Menteri PPN/Bappenas No 7 tahun 2023 yang terbaru selain lebih mensimplifikasi proses KPBU mulai dari perencanaan, penyiapan, transaksi sampai dengan implementasi, selalu mempebaiki dan memperbaharui dari sisi proses, Kementerian PPN/Bappenas juga menambahkan beberapa sektor yang masuk menjadi sektor yang bisa di biayai dengan pola KPBU. Berikut sektor2 yang bisa dibiayai melalui pola Kerjasama KPBU berdasarkan Permen PPN/ Bappenas No 7 tahun 2023 :
Untuk mendukung penerapan KPBU di Indonesia, Kementerian Keuangan juga telah melakukan inovasi pembiayaan infrastruktur dengan menyediakan berbagai fasilitas dan dukungan pemerintah, yaitu
• Fasilitas Penyiapan Proyek atau dikenal sebagai Project Development Facility (PDF), adalah fasilitas yang disediakan untuk membantu PJPK menyusun kajian akhir prastudi kelayakan, dokumen lelang, dan mendampingi PJPK dalam transaksi proyek KPBU hingga memperoleh pembiayaan dari lembaga pembiayaan (atau mencapai financial close).
• Dukungan Kelayakan atau Viability Gap Fund (VGF) adalah Dukungan Pemerintah dalam bentuk kontribusi sebagian biaya konstruksi yang diberikan secara tunai pada proyek KPBU yang sudah memiliki kelayakan ekonomi namun belum memiliki kelayakan finansial. Dukungan Kelayakan dapat diberikan setelah tidak terdapat lagi alternatif lain untuk membuat Proyek Kerja Sama layak secara finansial. Pemerintah Daerah dapat berkontribusi atas pemberian dukungan ini setelah memperoleh persetujuan dari DPRD penjaminan infrastruktur.
• Penjaminan infrastruktur adalah pemberian jaminan atas kewajiban finansial PJPK untuk membayar kompensasi kepada badan usaha saat terjadi risiko infrastruktur – sesuai dengan alokasi yang disepakati dalam perjanjian KPBU – yang menjadi tanggung jawab PJPK. Penjaminan infrastruktur dilaksanakan oleh PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PT PII) sebagai single window policy. Apabila cakupan kebutuhan penjaminan melewati kapasitas modal PT PII, maka akan dilakukan penjaminan bersama antara Kementerian Keuangan dengan PT PII.
Dengan adanya berbagai fasilitas dukungan dari pemerintah ini diharapkan Pembangunan infrastruktur di Indonesia terutama melalui pola KPBU bisa berjalan lebih cepat untuk mengejar ketertinggalan Indonesia dalam Pembangunan infratruktur.
Jokowi's Inglorious Exit
Di akhir tulisan ini ijinkan saya menyampaikan apresiasi sekaligus kekecewaan kepada preseden Joko Widodo. Selama hampir satu dekade kepemimpinan presiden Jokowi, keuangan publik dalam keadaan membaik dan perekonomian relative lebih stabil, Indonesia tumbuh sekitar 5 persen per tahun secara konsisten dan Pembangunan infrastruktur berlangsung secara massive, terutama infrastruktur di bidang transportasi yang belum pernah terjadi pada presiden2 sebelumnya. Tetapi sungguh amat sangat di sayangkan, di akhir masa jabatan untuk periode kedua, Presiden Joko Widodo telah mengambil jalan yang banyak menuai kritik, terutama di dalam hal Pembangunan infrastruktur mental, Pembangunan infrastruktur demokrasi bahkan dianggap telah menghianati semangat reformasi tahun 1998. Presiden Jokowi dinilai telah gagal memenuhi misi utamanya melawan elit seperti saat pertama kali bertarung sebagai presiden 10 tahun silam. Kemunculan Jokowi pada 2014 dianggap sebagai angin segar karena latar belakangnya sebagai seorang pedagang mebel, sebagai rakyat biasa, bukan dari elit politik, elit keuasaan dan elit keagamaan. Saat itu presiden Jokowi seakan membuktikan bahwa siapa saja rakyat indonesia, dari kalangan apa saja bisa menjadi presiden. Satu dekade Jokowi meraih kekuasaan dengan janji untuk mengalahkan para elit yang berkuasa sejak lengsernya Soeharto pada 1998, namun alih-alih mengalahkan para elit, Jokowi malah bergabung dengan mereka.
Apalagi setelah putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka maju sebagai calon wakil presiden mendampingi calon presiden Prabowo Subianto. Putusan Mahkamah Konstitusi yang membatalkan batas usia capres dan cawapres 40 tahun dinilai memuluskan jalan Gibran sebagai cawapres di usianya yang baru menginjak 36 tahun. Diduga pembatalan batas usia ini dipermulus atas bantuan paman Gibran yang saat itu menjabat sebagai Ketua MK, Anwar Usman. Dilanjutkan dengan masa masa kampanye yang banyak menuai kritikan dengan “cawe-cawe” nya presiden Jokowi yang terlalu jauh, bahkan seakan pak Jokowi lah yang mencalonkan diri kembali sebagai presiden 2024 - 2029.
Seperti yang di diangkat oleh The Economist pada awal April 2024 silam dalam editorialnya. Menurut The Economist, Jokowi mengakhiri masa jabatannya dengan mengecewakan/memalukan, sesuai judul editorial tersebut: Jokowi's Inglorious Exit. Menurut editorial tersebut, Jokowi disutkan meninggalkan jabatan presidennya dengan membawa banyak sekali kekecewaan dari masyarakat dibanding ketika dia mencalonkan diri pertama kali 10 tahun lalu.
Budi Wiyono, Anggota Perhimpunan Ahli Professional - KPBU (PAP – KPBU) Indonesia