Jakarta, Gatra.com – Kuasa hukum Tommy Admadiredja, Ichwan Anggawirya, mengapresiasi putusan Mahkamah Agung (MA) menolak kasasi No 266 K/Pdt.Sus-HKI/2024 tentang Ganti Rugi Desain Industri Produk Genset.
Ichwan pada Kamis (4/4), menyampaikan, putusan MA sudah tepat sesuai undang-undang (UU). Menurutnya, CV Rajawali Diesel selaku pemohon tidak mempunyai legal standing seperti diatur dalam UU yang berlaku.
Advokat dari kantor hukum Master Lawyer ini menyatakan, legal standing merupakan hak gugat bagi pihak yang ingin mengajukan permohonan gugatan ke pengadilan.
Sesuai Pasal 46 Ayat (1) UU Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri, lanjut dia, jelas menyebutkan bahwa haknya Pemegang Hak Desain Industri atau penerima Lisensi yang dapat menggugat atas pelanggaran Desain Industri.
Menurutnya, sebagai pemegang Hak Desain Industri dibuktikan dengan adanya sertifikat Desain Industri yang dikeluarkan oleh direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI). Sedangkan penerima lisensi dibuktikan dengan adanya surat pencatataan perjanjian lisensi dari DJKI.
Ichwan mengungkapkan, pemohon kasasi juga melaporkan pidana pemalsuan surat Pasal 263 KUHP kepada kliennya. Perkara ditangani penyidik Ditreskrimsus Polda Jateng atas laporan pihak CV Rajawali Diesel.
Menurutnya, penggugat mencampuradukkan pemahaman asas kebaruan (novelty) suatu Desain Industri dengan pelanggaran Desain Industri dan juga dengan delik pidana umum Pasal 263 KUHP.
Akibatnya, lanjut Ichwan, kejanggalan-kejanggalan pun terjadi. Ia mempertanyakan kewenangan penyidik Krimsus Polda Jateng yang menangani laporan pihak CV Rajawali Diesel atas dasar pemalsuan surat yang belakangan baru diketahui saat gelar perkara khusus di Mabes Polri.
“Ternyata objek hukum yang dilaporkan adalah dokumen surat pernyataan ketika terlapor mengajukan permohonan desain industri di Jakarta,” katanya dalam keterangan pers.
Ia pun mempertanyakan mengapa laporan tersebut dilaporkan di Polda Jateng. “Locus dan tempus delicti-nya kenapa bisa ada di Semarang? Lalu bagaimana pihak Pelapor bisa mendapatkan bukti dokumen tersebut, apakah sudah melalui cara-cara yang sah menurut hukum?” ujarnya.
Menurut Ichwan, laporan pidana yang dilayangkan pihak CV Rajawali Diesel menggunakan pasal tunggal 263 KUHP yang seharusnya ditangani oleh Ditreskrimum, bukan Ditreskrimsus.
Ichwan mengungkapkan dalam gelar perkara khusus di Mabes Polri, pihak kuasa pelapor menyebut bahwa pengaduannya adalah berdasarkan keputusan pembatalan desain industri milik terlapor yang keputusannya telah berkekuatan hukum tetap (inkracht).
Sedangkan gugatan pembatalan desain industri terkait kebaruan (novelty) bukanlah merupakan pelanggaran dan tidak ada delik pidananya. Pidana desain industri terkait Pasal 9 UU No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri adalah jika membuat, memakai, menjual, mengimpor, mengekspor, dan atau mengedarkan barang tanpa seizin pemilik hak. “Jadi tidak ada kaitannya dengan kebaruan,” ujarnya.
Laporan pidana pemalsuan surat Pasal 263 KUHP, lanjut Ichwan, juga tidak jelas. “Ini adalah pidana umum tapi pelapor mengkaitkan dengan kebaruan dan pelanggaran desain industri yang seharusnya merupakan lex specialist,” jelas Ichwan.
Menurutnya, dengan putusan MA menolak permohonan kasasi atas gugatan ganti rugi ini maka sudah sepatutnya laporan pidana Pasal 263 KUHP ini dihentikan karena sudah tidak memenuhi unsur kerugian.
“Pelapor tidak dapat membuktikan kerugian yang di klaim mencapai Rp9 miliar dan tidak ada pemalsuan surat,” kata Ichwan.
Ia menyampaikan, MA menolak kasasi No 266 K/Pdt.Sus-HKI/2024. Putusan tersebut tanggal 1 Maret 2024. “Tolak kasasi,” ujarnya mengutip amar putusan MA.
Adapun termohon dalam kasasi ini adalah Tommy Admadiredja dan PT Pelangi Teknik Indonesia. Perkara ini semula diadili Pengadilan Niaga PN Jakarta Pusat dengan Nomor 76/Pdt.Sus-Desain Industri/2023/PN.Niaga.Jkt.Pst yang diputus pada 31 Oktober 2023.