Jakarta, Gatra.com – Kejaksaan Agung (Kejagung) memeriksa istri Harvey Moeis, Sandra Dewi, sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk. tahun 2015–2022.
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyami Saiman, pada Kamis (4/4), mengatakan, memang sudah seharusnya Tim Jaksa Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejagung memeriksa Sandra Dewi dalam kasus korupsi timah ini.
“Sudah seharusnya dan semestinya penyidik Kejagung memanggil Sandra Dewi karena apapun dia istri dari Harvey Moeis yang sekarang jadi tersangka,” ujarnya.
Terlebih lagi, lanjut Boyamin, Hervey Moeis selaku perwakilan PT Refined Bangka Tin ?(PT RBT) diduga sempat memberikan sejumlah hadiah fantastis kepada Sandra Dewi. Hadiah-hadiah kendaraan mewah itu patut diduga dari hasil tindak piana korupsi timah.
“Berdasarkan catatan-catatan media sosial, [Sandra Dewi] pernah mendapat hadiah mobil Rolls-Royce, Mini Cooper, dan bahkan private jet atau jet pribadi yang nilainya saya yakin mahal,” ujarnya.
Boyamin lebih lanjut menyampaikan, setidaknya Sandra Dewi sebagai istri tersangka Harvey Moeis mendapatkan atau memperoleh uang dari suaminya. Uang yang diberikan itu diduga dari hasil korupsi timah.
“Dari sisi itu, Harvey Moeis yang diduga memperoleh uang dari dugaan korupsi timah, otomatis kan sebagai istri mendapatkan uang-uang tadi, itu dimintai keterangan, minimal ya betul menerima aliran dana. Soal tahu atau tidak uang itu, itu urusan lain,” katanya.
Dalam kasus ini, Kejagung telah menetapkan 16 orang tersangka, yakni:
1. Suwito Gunawan (SG) alias AW selaku Komisaris PT Stanindo Inti Perkasa (PT SIP).
2. MB. Gunawan (MBG) selaku Direktur PT Stanindo Inti Perkasa (PT SIP).
3. Hasan Tjhie (HT) alias ASN selaku Direktur Utama CV Venus Inti Perkasa (CV VIP). CV ini perusahaan milik tersangka Tamron alias AN.
4. Mochtar Riza Pahlevi Tabrani (MRPT) alias RZ selaku Direktur Utama PT Timah Tbk tahun 2016–2021.
5. Emil Ermindra (EE) alias EML selaku Direktur Keuangan PT Timah Tbk tahun 2017–2018.
6. Kwang Yung (BY) alias Buyung (BY) selaku Mantan Komisaris CV VIP.
7. Robert Indarto (RI) selaku Direktur Utama PT SBS
8. Tamron (TN) alias Aon selaku beneficial ownership CV VIP dan PT MCN.
9. Achmad Albani (AA) selaku Manajer Operasional tambang CV VIP.
10. Toni Tamsil (TT), tersangka kasus perintangan penyidikan perkara korupsi timah.
11. Rosalina (RL), General Manager PT Tinindo Inter Nusa (PT TIN).
12. Suparta (SP) selaku Direktur Utama PT Rifined Bangka Tin (PT RBT).
13. Reza Adriansyah (RA) selaku Direktur Pengembangan Usaha PT Rifined Bangka Tin (PT RBT).
14. Alwin Albar (ALW) selaku mantan Direktur Operasional (Dirops) dan Direktur Pengembangan Usaha PT Timah Tbk.
15. Helena Lim (HLN), Manager PT QSE.
16. Harvey Moeis (HM), perakilan PT RBT.
Kejagung menetapkan Helena Limsebagai tersangka karena selaku manager PT Quantum Skyline Exchange (PT QSE) pada 2018–2019 diduga kuat telah membantu mengelola hasil tindak pidana kerja sama sewa-menyewa peralatan processing peleburan timah di wilayah IUP PT Timah Tbk.
Perbuatan itu dilakukan Helena Lim dengan memberikan sarana dan fasilitas kepada para pemilik smelter dengan dalih menerima atau menyalurkan dana Corporate Social Responsibility (CSR).
“[Perbuatan itu] yang sejatinya menguntungkan diri tersangka sendiri dan para tersangka yang telah dilakukan penahanan sebelumnya,” ujar Kuntadi, Direktur Peyidikan Pidsus Kejagung.
Sedangkan Harvey Moeis ditetapkan sebagai tersangka karena awalnya selaku perwakilan PT Refined Bangka Tin (PT RBT) menghubungi tersangka Mochtar Riza Pahlevi Tabrani (MRPT) alias RZ selaku Direktur Utama PT Timah Tbk. untuk mengakomodir penambangan timah ilegal di wilayah IUP PT Timah Tbk.
Selanjutnya, terjadi pertemuan antara tersangka Harvey Moeis dengan tersangka Mochtar Riza Pahlevi Tabrani alias RZ. Setelah itu ada beberapa kali pertemuan dan terjadi kesepakatan kerja sewa-menyewa peralatan processing peleburan timah di wilayah IUP PT Timah Tbk.
“Tersangka HM [Harvey Moeis] mengondisikan agar smelter PT SIP, CV VIP, PT SBS, dan PT TIN mengikuti kegiatan tersebut,” ujar Kuntadi.
Harvey Moeis kemudian menginstruksikan kepada para pemilik smelter untuk mengeluarkan keuntungan bagi tersangka sendiri maupun para tersangka lain yang telah ditahan sebelumnya.
Jatah uang tersebut dengan dalih dana Corporate Social Responsibility (CSR) kepada tersangka Harvey Moeis melalui PT Quantum Skyline Exchange (PT QSE) yang difasilitasi oleh tersangka Helena Lim.
Sementara itu, ahli lingkungan dan akademisi dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof. Bambang Hero Saharjo, menyampaikan, kasus ini mengakibatkan kerugian lingkungan (ekologis) sebesar Rp183.703.234.398.100 (Rp183,7 triliun), kerugian ekonomi lingkungan Rp74.479.370.880.000 (Rp74,4 triliun), dan biaya pemulihan lingkungan Rp12.157.082.740.000.
“Totalnya akibat kerusakan tadi itu yang juga harus ditanggung negara Rp271.069.688.018.700 (Rp271 triliun),” ujarnya.
Kejagung menyangka mereka melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.