Home Hukum Kejagung Periksa Komisaris PT RBT soal Korupsi Timah

Kejagung Periksa Komisaris PT RBT soal Korupsi Timah

Jakarta, Gatra.com – Kejaksaan Agung (Kejagung) memeriksa Komisaris PT Refined Bangka Tin (PT RBT, AGR, dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk. tahun 2015–2022.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana, pada Rabu (3/4), menyampaikan, Kejagung memeriksa AGR sebagai saksi untuk tersangka TN alias AN dkk.

Sesuai data di Minerba One Data Indonesia (MODI) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), komisaris PT Refened Bangka Tin dijabat oleh Anggraeni.

Lebih lanjut Ketut menyampaikan, Tim Jaksa Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejagung juga memeriksa satu orang saksi lainnya yang juga berasal dari PT Refened Bangka Tin. Dia adalah KNNG selaku karyawan di perusahaan tersebut.

“Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dimaksud,” katanya.

Dalam kasus ini, Kejagung telah menetapkan 16 orang tersangka, yakni:

1. Suwito Gunawan (SG) alias AW selaku Komisaris PT Stanindo Inti Perkasa (PT SIP).

2. MB. Gunawan (MBG) selaku Direktur PT Stanindo Inti Perkasa (PT SIP).

3. Hasan Tjhie (HT) alias ASN selaku Direktur Utama CV Venus Inti Perkasa (CV VIP). CV ini perusahaan milik tersangka Tamron alias AN.

4. Mochtar Riza Pahlevi Tabrani (MRPT) alias RZ selaku Direktur Utama PT Timah Tbk tahun 2016–2021.

5. Emil Ermindra (EE) alias EML selaku Direktur Keuangan PT Timah Tbk tahun 2017–2018.

6. Kwang Yung (BY) alias Buyung (BY) selaku Mantan Komisaris CV VIP.

7. Robert Indarto (RI) selaku Direktur Utama PT SBS

8. Tamron (TN) alias Aon selaku beneficial ownership CV VIP dan PT MCN.

9. Achmad Albani (AA) selaku Manajer Operasional tambang CV VIP.

10. Toni Tamsil (TT), tersangka kasus perintangan penyidikan perkara korupsi timah.

11. Rosalina (RL), General Manager PT Tinindo Inter Nusa (PT TIN).

12. Suparta (SP) selaku Direktur Utama PT Rifined Bangka Tin (PT RBT).

13. Reza Adriansyah (RA) selaku Direktur Pengembangan Usaha PT Rifined Bangka Tin (PT RBT).

14. Alwin Albar (ALW) selaku mantan Direktur Operasional (Dirops) dan Direktur Pengembangan Usaha PT Timah Tbk.

15. Helena Lim (HLN), Manager PT Quantum Skyline Exchange (PT QSE).

16. Harvey Moeis (HM), perakilan PT Refened Bangka Tin (PT RBT).

Kejagung menetapkan Helena Lim sebagai tersangka karena selaku manager PT Quantum Skyline Exchange (PT QSE) pada 2018–2019 diduga kuat telah membantu mengelola hasil tindak pidana kerja sama sewa-menyewa peralatan processing peleburan timah di wilayah IUP PT Timah Tbk.

Perbuatan itu dilakukan Helena Lim dengan memberikan sarana dan fasilitas kepada para pemilik smelter dengan dalih menerima atau menyalurkan dana Corporate Social Responsibility (CSR).

“[Perbuatan itu] yang sejatinya menguntungkan diri tersangka sendiri dan para tersangka yang telah dilakukan penahanan sebelumnya,” ujar Kuntadi, Direktur Peyidikan Pidsus Kejagung.

Sedangkan Harvey Moeis ditetapkan sebagai tersangka karena awalnya selaku perwakilan PT Refined Bangka Tin (PT RBT) menghubungi tersangka Mochtar Riza Pahlevi Tabrani (MRPT) alias RZ selaku Direktur Utama PT Timah Tbk. untuk mengakomodir penambangan timah ilegal di wilayah IUP PT Timah Tbk.

Selanjutnya, terjadi pertemuan antara tersangka Harvey Moeis dengan tersangka Mochtar Riza Pahlevi Tabrani alias RZ. Setelah itu ada beberapa kali pertemuan dan terjadi kesepakatan kerja sewa-menyewa peralatan processing peleburan timah di wilayah IUP PT Timah Tbk.

“Tersangka HM [Harvey Moeis] mengondisikan agar smelter PT SIP, CV VIP, PT SBS, dan PT TIN mengikuti kegiatan tersebut,” ujar Kuntadi.

Harvey Moeis kemudian menginstruksikan kepada para pemilik smelter untuk mengeluarkan keuntungan bagi tersangka sendiri maupun para tersangka lain yang telah ditahan sebelumnya.

Jatah uang tersebut dengan dalih dana Corporate Social Responsibility (CSR) kepada tersangka Harvey Moeis melalui PT Quantum Skyline Exchange (PT QSE) yang difasilitasi oleh tersangka Helena Lim.

Sementara itu, ahli lingkungan dan akademisi dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof. Bambang Hero Saharjo, menyampaikan, kasus ini mengakibatkan kerugian lingkungan (ekologis) sebesar Rp183.703.234.398.100 (Rp183,7 triliun), kerugian ekonomi lingkungan Rp74.479.370.880.000 (Rp74,4 triliun), dan biaya pemulihan lingkungan Rp12.157.082.740.000.

“Totalnya akibat kerusakan tadi itu yang juga harus ditanggung negara Rp271.069.688.018.700 (Rp271 triliun),” ujarnya.

Kejagung menyangka mereka melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

184