Home Hukum Kejagung Periksa Direktur Operasi dan Produksi PT Timah

Kejagung Periksa Direktur Operasi dan Produksi PT Timah

Jakarta, Gatra.com – Kejaksaan Agung (Kejagung) memeriksa Direktur Operasi (Dirop) dan Produksi PT Timah Tbk., Nur Adi Kuncoro (NAK); dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk. tahun 2015–2022.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana, di Jakarta, Selasa (2/4), menyampaikan, Kejagung memeriksa yang bersangkutan sebagai saksi.

Selain Nur Adi, Tim Jaksa Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) juga memeriksa seorang saksi lainnya yang juga pejabat PT Antam Tbk. Saksi tersebut adalah General Manager (GM) inisial RA.

Kejagung memeriksa Direktur Operasi dan Produksi PT Timah Tbk., Nur Adi Kuncoro dan GM PT Timah Tbk, RA sebagai saksi tersangka Tamron alias Aon (TN/AN) dkk.

“Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dimaksud,” ujarnya.

Dalam kasus ini, Kejagung telah menetapkan 16 orang tersangka, yakni:

1. Suwito Gunawan (SG) alias AW selaku Komisaris PT Stanindo Inti Perkasa (PT SIP).

2. MB. Gunawan (MBG) selaku Direktur PT Stanindo Inti Perkasa (PT SIP).

3. Hasan Tjhie (HT) alias ASN selaku Direktur Utama CV Venus Inti Perkasa (CV VIP). CV ini perusahaan milik Tersangka Tamron alias AN.

4. Mochtar Riza Pahlevi Tabrani (MRPT) alias RZ selaku Direktur Utama PT Timah Tbk tahun 2016–2021.

5. Emil Ermindra (EE) alias EML selaku Direktur Keuangan PT Timah Tbk tahun 2017–2018.

6. Kwang Yung (BY) alias Buyung (BY) selaku Mantan Komisaris CV VIP.

7. Robert Indarto (RI) selaku Direktur Utama PT SBS.

8. Tamron (TN) alias Aon selaku beneficial ownership CV VIP dan PT MCN.

9. Achmad Albani (AA) selaku Manajer Operasional tambang CV VIP.

10. Toni Tamsil (TT), tersangka kasus perintangan penyidikan perkara korupsi timah.

11. Rosalina (RL), General Manager PT Tinindo Inter Nusa (PT TIN).

12. Suparta (SP) selaku Direktur Utama PT Rifined Bangka Tin (PT RBT).

13. Reza Adriansyah (RA) selaku Direktur Pengembangan Usaha PT RBT.

14. Alwin Albar (ALW) selaku mantan Direktur Operasional (Dirops) dan Direktur Pengembangan Usaha  PT Timah Tbk.

15. Helena Lim (HLN), Manager PT Quantum Skyline Exchange (PT QSE).

16. Harvey Moeis (HM), perakilan PT RBT.

Kejagung menetapkan Helena Limsebagai manager PT QSE pada 2018–2019 diduga kuat telah membantu mengelola hasil tindak pidana kerja sama sewa-menyewa peralatan processing peleburan timah di wilayah IUP PT Timah Tbk.

Perbuatan itu dilakukan Helena Lim dengan memberikan sarana dan fasilitas kepada para pemilik smelter dengan dalih menerima atau menyalurkan dana Corporate Social Responsibility (CSR).

“[Perbuatan itu] yang sejatinya menguntungkan diri tersangka sendiri dan para tersangka yang telah dilakukan penahanan sebelumnya,” ujarnya.

Sedangkan Harvey Moeis ditetapkan sebagai tersangka karena awalnya selaku perwakilan PT RBT menghubungi tersangka MRPT alias RZ selaku Direktur Utama PT Timah Tbk. untuk mengakomodir penambangan timah ilegal di wilayah IUP PT Timah Tbk.

Selanjutnya, terjadi pertemuan antara tersangka Harvey Moeis dengan tersangka MRPT alias RZ. Setelah itu ada beberapa kali pertemuan dan terjadi kesepakatan kerja sewa-menyewa peralatan processing peleburan timah di wilayah IUP PT Timah Tbk.

“Tersangka HM [Harvey Moeis] mengondisikan agar smelter PT SIP, CV VIP, PT SBS, dan PT TIN mengikuti kegiatan tersebut,” ujar Kuntadi, Direktur Penyidikan Pidana Khusus (Pidsus) Kejagung.

Harvey Moeis kemudian menginstruksikan kepada para pemilik smelter untuk mengeluarkan keuntungan bagi tersangka sendiri maupun para tersangka lain yang telah ditahan sebelumnya.

Jatah uang tersebut dengan dalih dana Corporate Social Responsibility (CSR) kepada tersangka Harvey Moeis melalui PT QSE yang difasilitasi oleh tersangka HLN.

Kejagung menyangka mereka melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

“Tim penyidik telah memeriksa 3 orang saksi sehingga jumlah total yang diperiksa penyidik adalah142 orang saksi,” katanya.

Sementara itu, ahli lingkungan dan akademisi dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof. Bambang Hero Saharjo, menyampaikan, kasus ini mengakibatkan kerugian lingkungan (ekologis) sebesar Rp183.703.234.398.100 (Rp183,7 triliun), kerugian ekonomi lingkungan Rp74.479.370.880.000 (Rp74,4 triliun), dan biaya pemulihan lingkungan Rp12.157.082.740.000.

“Totalnya akibat kerusakan tadi itu yang juga harus ditanggung negara Rp271.069.688.018.700 (Rp271 triliun),” ujarnya.

204