Home Hukum Usai Harvey Moeis Tersangka Korupsi Timah, Kejagung Periksa Komisaris PT Refined Bangka Tin

Usai Harvey Moeis Tersangka Korupsi Timah, Kejagung Periksa Komisaris PT Refined Bangka Tin

Jakarta, Gatra.com – Kejaksaan Agung (Kejagung) memeriksa Komisaris PT Refined Bangka Tin, AGR, setelah menetapkan cracy rich Helena Lim dan perwakilan PT RBT, Harvey Moeis (HM), sebagai tersangka kasus korupsi timah.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana, pada Jumat (29/3) menyampaikan, penyidik memeriksa AGR pada Kamis (28/3), sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015–2022.

“Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) memeriksa satu orang saksi,” kata Ketut.

Tim Jaksa Pidsus Kejagung, lanjut Ketut, memeriksa AGR sebagai saksi untuk tersangka TN alias AN dkk dalam kasus dugaan korupsi timah tersebut.

“Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dimaksud,” katanya.

Dalam kasus ini, Kejagung telah menetapkan 16 orang tersangka, yakni:

1. SG alias AW selaku Pengusaha Tambang di Kota Pangkalpinang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

2. MBG selaku Pengusaha Tambang di Kota Pangkalpinang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

3. HT alias ASN selaku Direktur Utama CV VIP (perusahaan milik Tersangka TN alias AN).

4. MRPT alias RZ selaku Direktur Utama PT Timah Tbk tahun 2016–2021.

5. EE alias EML selaku Direktur Keuangan PT Timah Tbk tahun 2017–2018.

6. BY selaku Mantan Komisaris CV VIP.

7. RI selaku Direktur Utama PT SBS

8. TN selaku beneficial ownership CV VIP dan PT MCN.

9. AA selaku Manajer Operasional tambang CV VIP.

10. TT, Tersangka kasus perintangan penyidikan perkara korupsi timah.

11. RL, General Manager PT TIN

12. SP selaku Direktur Utama PT RBT.

13. RA selaku Direktur Pengembangan Usaha PT RBT.

14. ALW selaku mantan Direktur Operasional (Dirops) dan Direktur Pengembangan Usaha  PT Timah Tbk.

15. Helena Lim (HLN), Manager PT QSE.

16. Harvey Moeis (HM), perakilan PT RBT.

Kejagung menetapkan Helena Lim sebagai manager PT QSE pada 2018–2019 diduga kuat telah membantu mengelola hasil tindak pidana kerja sama sewa-menyewa peralatan processing peleburan timah di wilayah IUP PT Timah Tbk.

Perbuatan itu dilakukan Helena Lim dengan memberikan sarana dan fasilitas kepada para pemilik smelter dengan dalih menerima atau menyalurkan dana Corporate Social Responsibility (CSR).

“[Perbuatan itu] yang sejatinya menguntungkan diri tersangka sendiri dan para tersangka yang telah dilakukan penahanan sebelumnya,” ujarnya.

Sedangkan Harvey Moeis ditetapkan sebagai tersangka karena awalnya selaku perwakilan PT RBT menghubungi tersangka MRPT alias RZ selaku Direktur Utama PT Timah Tbk. untuk mengakomodir penambangan timah ilegal di wilayah IUP PT Timah Tbk.

Selanjutnya, terjadi pertemuan antara tersangka Harvey Moeis dengan tersangka MRPT alias RZ. Setelah itu ada beberapa kali pertemuan dan terjadi kesepakatan kerja sewa-menyewa peralatan processing peleburan timah di wilayah IUP PT Timah Tbk.

“Tersangka HM [Harvey Moeis] mengondisikan agar smelter PT SIP, CV VIP, PT SBS, dan PT TIN mengikuti kegiatan tersebut,” ujar Kuntadi, Direktur Penyidikan Pidana Khusus (Pidsus) Kejagung.

Harvey Moeis kemudian menginstruksikan kepada para pemilik smelter untuk mengeluarkan keuntungan bagi tersangka sendiri maupun para tersangka lain yang telah ditahan sebelumnya.

Jatah uang tersebut dengan dalih dana Corporate Social Responsibility (CSR) kepada tersangka Harvey Moeis melalui PT QSE yang difasilitasi oleh tersangka HLN.

Kejagung menyangka mereka melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

“Tim penyidik telah memeriksa 3 orang saksi sehingga jumlah total yang diperiksa penyidik adalah142 orang saksi,” katanya.

Sementara itu, ahli lingkungan dan akademisi dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof. Bambang Hero Saharjo, menyampaikan, kasus ini mengakibatkan kerugian lingkungan (ekologis) sebesar Rp183.703.234.398.100 (Rp183,7 triliun), kerugian ekonomi lingkungan Rp74.479.370.880.000 (Rp74,4 triliun), dan biaya pemulihan lingkungan Rp12.157.082.740.000.

“Totalnya akibat kerusakan tadi itu yang juga harus ditanggung negara Rp271.069.688.018.700 (Rp271 triliun),” ujarnya.

603