Jakarta, Gatra.com - Ketua umum Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Entjik S Djafar membatah temuan Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) yang menunjukan bahwa pinjaman online (Pinjol) pendidikan telah menetapkan suku bunga pinjaman yang sangat tinggi, jauh lebih tinggi daripada suku bunga pinjaman perbankan, baik pinjaman produktif maupun konsumtif.
Menurut Entjik, pinjol Danacita maupun platform lain yang bergerak di kredit mahasiswa telah menetapkan bunga pinjaman sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yakni di bawah 0,1%.
“Itu tidak ada yang satupun yang melanggar ketentuan bunga yang ditentukan oleh OJK. Ini yang harus kita sama-sama pahami, yang kedua adalah OJK sudah menetapkan 0,1 persen dimana hampir semua itu di bawah daripada ketetapan 0,1 persen atau ketetapan daripada OJK,” kata Entjik dalam acara LawTech Mini Roundtable yang diselenggarakan AFPI secara online, Rabu (27/3).
Sehingga kata Entjik, terkait dugaan patokan bunga tinggi tersebut tidak terbukti dan tidak terjadi di industri Fintech P2P lending yang berizin di OJK.
“Saya mengkonfirmasi lagi bahwa pelanggaran tentang bunga tinggi itu tidak terbukti,” pungkasnya.
Dalam kesempatan yang sama Direktur Utama pinjol Danacita, Alfonsus Wibowo mengatakan, sejak kasus ini viral di sosial media ia telah menjelaskan kepada OJK bahwa komponen biaya yang mereka kenakan di bawah 0,1% yaitu sebesar 0,07% per harinya.
“Kami juga kurang lebih 0,07 persen maksimum perharinya. Apakah tinggi, kalau terkait dengan tinggi atau tidaknya, kami selalu menyatakan bahwa kami comply semua dengan apa yang diamanatkan oleh OJK. Dan kami masih ada di bawah ambang batas yang diamanatkan di SE OJK terakhir,” jelas Alfonsus.
Untuk diketahui, KPPU beberapa waktu lalu, telah menyelesaikan kajian atau penelitiannya berkaitan dengan pinjaman pendidikan melalui Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) atau pinjaman online (pinjol).
Dalam proses kajian, KPPU telah mendapatkan berbagai informasi maupun data dari berbagai pihak, seperti regulator pendidikan, Otoritas Jasa Keuangan, perguruan tinggi dan para pelaku usaha yang bergerak di industri pinjaman baik perbankan maupun pinjol. Dari kajian, KPPU menemukan adanya dugaan pelanggaran Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 dan memutuskan untuk menindaklanjutinya dengan penegakan hukum, khususnya melalui tindakan penyelidikan awal perkara inisiatif.
Sejak bulan Februari 2024, KPPU telah melakukan berbagai pendalaman atas persoalan pinjol pendidikan dan telah menghadirkan berbagai pihak terkait. Dari proses tersebut, hasil kajian KPPU menunjukkan bahwa pelaku usaha pinjol telah menetapkan suku bunga pinjaman yang sangat tinggi, jauh lebih tinggi daripada suku bunga pinjaman perbankan, baik pinjaman produktif maupun konsumtif.
Selanjutnya, KPPU juga melakukan perbandingan suku bunga pinjaman pendidikan di berbagai negara dan menemukan bahwa, pinjaman pendidikan melalui pinjol di Indonesia sangat jauh lebih tinggi dibandingkan produk pinjaman pendidikan di luar negeri.
Dengan menerapkan suku bunga yang tinggi, KPPU menduga bahwa pelaku usaha pinjol telah melakukan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat di pasar tersebut.