Jakarta, Gatra.com – Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan perwakilan PT RBT, Harvey Moeis (HM), sebagai tersangka kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015–2022.
“Tim Penyidik telah menaikkan status satu orang saksi menjadi tersangka yakni HM selaku Perwakilan PT RBT,” kata Kuntadi, Direktur Penyidikan Pidana Khusus (Pidsus) Kejagung, dalam konferensi pers di Kejagung, Jakarta, Rabu (27/3).
Kejagung menetapkan HM sebagai tersangka setelah memeriksanya sebagai saksi. Hari ini penyidik memeriksa 6 orang saksi. Dengan demikian, Kejagung telah memeriksa 148 orang saksi.
Penyidik menetapkan HM sebagai tersangka setelah mengantongi bukti pemulaan yang cukup. “Berdasarkan hasil pemeriksaan dan dikaitkan dengan alat bukti yang cukup, Tim Penyidik telah menaikkan status satu orang saksi menjadi tersangka,” katanya.
Kejagung langsung menahan tersangka HM di Rumah Tahanan (Rutan) Negara Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kejari Jaksel) selama 20 hari ke depan, terhitung mulai tanggal 27 Maret sampai dengan 15 April 2024.
Kuntadi menjelaskan, ulah tersangka HM dalam kasus dugaan korupsi timah ini, yakni sekitar tahun 2018-2019 selaku perwakilan PT RBT menghubungi tersangka MRPT alias RZ selaku Direktur Utama PT Timah Tbk.
“[Dia menghubung MRPT] dengan maksud untuk mengakomodir penambangan timah ilegal di wilayah IUP PT Timah Tbk.,” kataya.
Selanjutnya, terjadi pertemuan antara tersangka HM dengan tersangka MRPT alias RZ. Setelah itu ada beberapa kali pertemuan dan terjadi kesepakatan kerja sewa-menyewa peralatan processing peleburan timah di wilayah IUP PT Timah Tbk.
“Tersangka HM mengkondisikan agar smelter PT SIP, CV VIP, PT SBS, dan PT TIN mengikuti kegiatan tersebut,” ujarnya.
Selepas itu, lanjut Kuntadi, tersangka HM menginstruksikan kepada para pemilik smelter tersebut untuk mengeluarkan keuntungan bagi tersangka sendiri maupun para tersangka lain yang telah ditahan sebelumnya.
Jatah uang tersebut dengan dalih dana Corporate Social Responsibility (CSR) kepada tersangka HM melalui PT QSE yang difasilitasi oleh tersangka HLN.
Kejagung menyangka HM melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.