Jakarta, Gatra.com - Ketua umum Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), Entjik S Djafar buka suara terkait temuan hasil penelitian Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) yang menunjukan bahwa pinjaman online (Pinjol) pendidikan diduga berpotensi melakukan monopoli usaha. Menurutnya, dugaan tersebut tidak memiliki dasar hukum.
“Apa yang dituduhkan kepada kami dari Fintech (peer-to-peer) lending ini artinya itu sebenarnya tidak berdasar hukum,” kata Entjik dalam acara LawTech Mini Roundtable yang diselenggarakan AFPI secara online, Rabu (27/3).
Menurut Entjik, layanan pinjaman pendidikan sampai saat ini belum diatur oleh Undang-Undang manapun dan tidak ada pasal yang melarang pemberian kredit kepada mahasiswa.
“Karena sebenarnya di dalam Undang-Undang tadi sudah dijelaskan, baik itu Undang-Undang Perguruan Tinggi maupun Undang-Undang daripada KPPU, tidak ada pasal yang melarang untuk pemberian kredit kepada mahasiswa,” jelasnya.
Entjik menjelaskan bahwa sebagai warga negara yang baik pihaknya akan menghormati hukum, dan akan mengikuti proses hukum yang berlaku. Walaupun ia yakin kasus pemberian pinjaman online kepada mahasiswa untuk pembayaran biaya kuliah ini tidak melanggar hukum.
“Apabila KPPU merasa bahwa itu harus diangkat menjadi kasus atau menjadi penyelidikan, kita akan mengikutinya,” imbuhnya.
“Kita sangat yakin bahwa ini tidak melanggar dari ketentuan yang ada, tidak melanggar hukum,” katanya.
Untuk diketahui, KPPU beberapa waktu lalu, telah menyelesaikan kajian atau penelitiannya berkaitan dengan pinjaman pendidikan melalui Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) atau pinjaman online (pinjol).
Dalam proses kajian, KPPU telah mendapatkan berbagai informasi maupun data dari berbagai pihak, seperti regulator pendidikan, Otoritas Jasa Keuangan, perguruan tinggi dan para pelaku usaha yang bergerak di industri pinjaman baik perbankan maupun pinjol. Dari kajian, KPPU menemukan adanya dugaan pelanggaran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dan memutuskan untuk menindaklanjutinya dengan penegakan hukum, khususnya melalui tindakan penyelidikan awal perkara inisiatif.
Sejak Februari 2024, KPPU telah melakukan berbagai pendalaman atas persoalan pinjol pendidikan dan telah menghadirkan berbagai pihak terkait. Dari proses tersebut, hasil kajian KPPU menunjukkan bahwa pelaku usaha pinjol telah menetapkan suku bunga pinjaman yang sangat tinggi, jauh lebih tinggi daripada suku bunga pinjaman perbankan, baik pinjaman produktif maupun konsumtif.
Selanjutnya, KPPU juga melakukan perbandingan suku bunga pinjaman pendidikan di berbagai negara dan menemukan bahwa pinjaman pendidikan melalui pinjol di Indonesia sangat jauh lebih tinggi dibandingkan produk pinjaman pendidikan di luar negeri.
Dengan menerapkan suku bunga yang tinggi, KPPU menduga bahwa pelaku usaha pinjol telah melakukan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat di pasar tersebut.