Jakarta, Gatra.com – Kejaksaan Agung (Kejagung) memeriksa Kepala Tanur PT Tinindo Inter Nusa, ARM, dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk tahun 2015–2022.
Selain itu, lanjut Ketut Sumedana, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, pada Selasa (26/3), menyampaikan, pihaknya juga memeriksa dua orang lainnya dalam kasus ini.
Kedua saksi lainnya tersebut, yakni FM selaku karyawan PT Timah Tbk. dan Kepala Cabang (Kacab) PT Bank Mandiri Koba. Ketiga orang di atas diperiksa sebagai saksi untuk tersangka TN alias AN dkk.
“Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dimaksud,” katanya.
Selain tiga orang di atas, Tim Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejagung juga memeriksa crazy rich Helena Lim dalam kasus ini. Bahkan yang bersangkutan kemudian ditetapkan sebagai tersangka.
“Setelah melakukan pemeriksaan intensif, penyidik menyimpulkan telah cukup alat bukti untuk menetapkan yang bersangkutan [Helena Lim] sebagai tersangka,” kata Kuntadi, Direktur Penyidikan Pidana Khusus Kejagung.
Tim Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejagung menemukan bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan Helena Lim selaku Manager PT QSE sebagai tersangka.
“Tim penyidik telah memeriksa 3 orang saksi sehingga jumlah total yang diperiksa penyidik adalah142 orang saksi,” katanya.
Kejaugung langsung menahan Helena Lim di Rumah Tahanan (Rutan) Negara Salemba Cabang Kejagung selama 20 hari ke depan terhitung mulai tanggal 26 Maret sampai dengan14 April 2024 untuk kepentingan penyidikan.
Kuntadi menjelaskan, Helena Lim sebagai manager PT QSE pada 2018–2019 diduga kuat telah membantu mengelola hasil tindak pidana kerja sama sewa-menyewa peralatan processing peleburan timah di wilayah IUP PT Timah Tbk.
Kuntadi melanjutkan, perbuatan itu dilakukan Helena Lim dengan memberikan sarana dan fasilitas kepada para pemilik smelter dengan dalih menerima atau menyalurkan dana Corporate Social Responsibility (CSR).
“[Perbuatan itu] yang sejatinya menguntungkan diri tersangka sendiri dan para tersangka yang telah dilakukan penahanan sebelumnya,” ujarnya.
Kejagung menyangka Helena Lim melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jucto Pasal 18 Undang-Undang (U) RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 56 KUHP.
Dalam kasus ini, Kejagung telah menetapkan 15 orang tersangka, yakni:
1. SG alias AW selaku Pengusaha Tambang di Kota Pangkalpinang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
2. MBG selaku Pengusaha Tambang di Kota Pangkalpinang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
3. HT alias ASN selaku Direktur Utama CV VIP (perusahaan milik Tersangka TN alias AN).
4. MRPT alias RZ selaku Direktur Utama PT Timah Tbk tahun 2016-2021.
5. EE alias EML selaku Direktur Keuangan PT Timah Tbk tahun 2017-2018.
6. BY selaku Mantan Komisaris CV VIP.
7. RI selaku Direktur Utama PT SBS.
8. TN selaku beneficial ownership CV VIP dan PT MCN
9. AA selaku Manajer Operasional tambang CV VIP
10. TT, Tersangka kasus perintangan penyidikan perkara korupsi timah.
11. RL, General Manager PT TIN
12. SP selaku Direktur Utama PT RBT
13. RA selaku Direktur Pengembangan Usaha PT RBT
14. ALW selaku mantan Direktur Operasional (Dirops) dan Direktur Pengembangan Usaha PT Timah Tbk.
15. Helena Lim (HLN), Manager PT QSE.
Ahli lingkungan dan akademisi dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof. Bambang Hero Saharjo, menyampaikan, kasus ini mengakibatka kerugian lingkungan (ekologis) sebesar Rp183.703.234.398.100 (Rp183,7 triliun), kerugian ekonomi lingkungan Rp74.479.370.880.000 (Rp74,4 triliun), dan biaya pemulihan lingkungan Rp12.157.082.740.000.
“Totalnya akibat kerusakan tadi itu yang juga harus ditanggung negara Rp271.069.688.018.700 (Rp271 triliun),” ujarnya.