Jakarta, Gatra.com – Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Jakarta Raya (FH Ubhara Jaya) menggandeng Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) untuk kegiatan riset dosen dan mahasiswa.
“Ubhara Jaya berkomitmen hasil riset dapat menjadi kebaruan dalam proses perkuliahan,” kata Prof. Dr. Alum Simbolon, S.H., M.Hum., Ketua Program Studi S-3 FH Ubhara Jaya dilansir dari Antara, Senin (25/3).
Prof. Alum menyampaikan, kolaborasi ?FH Ubhara Jaya dengan BRIN tersebut sebagai bukti dari komitmen pihaknya menerapkan tridarma perguruan tinggi, terutama penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.
Ia meyampaikan keteranan tersebut usai? bertemu dengan Kepala Pusat Riset Hukum BRIN, Dr. Laely Nurhidayah di Jakarta, padsa Kamis pekan kemarin. Pada hari yang sama, BRIN juga menerima sejumlah pengurus Asosiasi Pengajar Hukum Adat (APHA) Indonesia yang diketuai Prof. Dr. St. Laksanto Utomo, S.H., M.Hum.
Prof. Alum Simbolon berharap mahasiswa, khususnya mahasiswa Program Studi (Prodi) S-3, dapat melakukan riset yang merupakan salah satu manifestasi tridarma perguruan tinggi.
Menurutnya, dengan kolaborasi dengan BRIN tersebut, maka dosen dan mahasiswa Ubhara Jaya sebagai akademikus dapat menjalankan riset yang telah menjadi agenda dari BRIN.
Prof. Alum Simbolon lebih lanjut menyampaikan, kerja sama antara Prodi S3 Ubhara Jaya dan Pusat Riset Hukum BRIN ?ini perlu dioptimalkan dengan adanya kerja sama mahasiswa S-3 dalam riset disertasi dari Library BRIN, perpustakaan khusus di bawah instansi tersebut.
“Mahasiswa S-3 Ubhara Jaya bisa memanfaatkan fasilitas riset hukum yang ada di BRIN," kata Prof. Alum didampingi Sesprodi FH Ubhara Jaya, Dr. Dwi Andayani Budisetyowati, S.H., M.H. dan Guru Besar FH Ubhara Jaya, Prof. Dr. Laksanto Utomo.
Semenara itu, Prof. Laksanto menyampaikan, perjuangan mendorong lahirya Undang-Undang (UU) Hukum Adat adalah tugas semua pihak, utamanya kelompok akademikus untuk terus melakukan penelitian dan penulisan, baik lewat jurnal maupun opini ilmiah untuk menegaskan, perlunya ada UU Hukum Adat yang dapat melindungi eksistensi mereka.
Sesuai Pasal 18B Ayat (2), lanjut Prof. Laksanto, Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.
“Sampai saat ini, UU sebagai amanat dari konstitusi dasar itu belum juga lahir,” katanya.