Jakarta, Gatra.com - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai pihak penasehat hukum (PH) Mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) terlalu dini melakukan pembelaan terhadap terdakwa. Padahal, tahapan persidangan baru pada dakwaan, belum masuk ke babak pembuktian materi.
Jaksa menilai, materi nota keberatan atau eksepsi dari pengacara terdakwa SYL hampir seluruhnya tidak masuk dalam ruang lingkup keberatan atau eksepsi yang telah diatur dalam pasal 156 huruf ayat 1 KUHAP.
“Setelah mendengar dan mempelajari materi keberatan eksepsi yang telah disampaikan oleh tim Penasehat Hukum terdakwa SYL yang pada pokoknya ternyata hampir seluruhnya tidak termasuk dalam ruang lingkup keberatan atau eksepsi dalam pasal 156 ayat 1 KUHAP melainkan termasuk ruang lingkup materi praperadilan dan sebagian besar telah masuk pada pembuktian materi pokok perkara,” ucap Jaksa Penuntut Umum dalam persidangan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (20/3).
Jaksa menilai, tim pengacara juga terlihat sangat tidak sabar, bahkan telah melakukan pembelaan secara prematur terhadap sejumlah dugaan atas tindakan pemerasan yang dilakukan oleh SYL saat menjabat sebagai Mentan pada periode 2019-2023.
“Sangat terlihat tim PH sudah tidak sabar dan terlalu dini atau prematur dalam melakukan pembelaan diri terdakwa. Sehingga, dalam eksepsinya sudah menyampaikan dalil-dalil pembelaan yang seharusnya baru dapat disampaikan pada tahap pembelaan atau pledoi,” lanjut jaksa.
Selain itu, pihak terdakwa juga dikatakan telah membuat kesimpulan sendiri tanpa melewati tahap pemeriksaan dalam persidangan.
“Tim PH SYL juga terburu-buru untuk mem-framing persidangan, seolah-olah terdakwa SYL bukan pelaku tindak pidana dan tidak melakukan perbuatan sebagaimana dalam surat dakwaan penuntut umum,” kata jaksa.
Jaksa pun menyinggung soal eksepsi pengacara terdakwa yang mengklaim SYL sebagai pahlawan dengan menjabarkan sejumlah penghargaan yang pernah ia dapatkan selama menjabat sebagai pegawai pemerintahan.
Terkait hal ini, jaksa yakin akan dapat dibuktikan faktanya melalui alat bukti yang akan ditampilkan dalam persidangan. “Kami mohon kepada Yang Mulia Majelis Hakim yang memeriksa, mengadili dan memutus perkara ini untuk menolak nota keberatan atau eksepsi penasehat terdakwa Syahrul Yasin Limpo untuk seluruhnya,” ucap jaksa.
Majelis hakim juga diharapkan dapat menyatakan surat dakwaan perkara ini telah sah menurut hukum sehingga dapat menjadi dasar untuk mengadili SYL.
Mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) didakwa telah melakukan pemerasan dan menerima gratifikasi hingga merugikan negara hingga Rp 44,5 miliar.
Dalam kasus perkara ini, Jaksa menyebutkan, SYL melakukan pemerasan bersama-sama dengan Sekretaris Jenderal Kementan Kasdi Subagyono dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan, Muhammad Hatta
Pemerasan yang dilakukan oleh SYL disebutkan mencapai Rp44,5 miliar. Lalu, uang ini dipergunakan untuk keperluan pribadi dan keluarga SYL.
Selain itu, SYL juga didakwa telah menerima gratifikasi sebesar Rp40,6 miliar. Namun, jaksa belum merinci aliran dana gratifikasi yang dimaksud.
Atas tindakannya, SYL didakwa melanggar Pasal 12 huruf e jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 tentang UU TIPIKOR jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.