Jakarta, Gatra.com – Tim kuasa hukum PT Artha Bumi Mining (ABM) mengharapkan penyidikan yang dilakukan Polda Sulawesi Tengah (Sulteng) dapat mengakhiri sengkarut tumpang tindih wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) nikel kliennya di Morowali, Sulteng.
“Makanya, akhirnya kami memutuskan mengambil langkah pidana,” kata Happy Hayati Helmi, salah satu kuasa hukum PT ABM dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (18/3).
Ia menyampaikan, pihaknya terpaksa menempuh jalur pidana karena melalui jalur perdata melalui gugatan TUN tidak kunjung menyelesaikan persoalan atau sengkarut tersebut.
“Segala upaya itu sudah dilakukan, termasuk ada rekomendasi Satgas untuk menyelesaikan tumpang tindih IUP di Kabupaten Morowali,” ujarnya.
Happy mengungkapkan, meskipun masalah administrasi sempat selesai melalui putusan Mahkamah Agung (MA) dan seterusnya, tapi pihak perusahaan lain kembali menggugat sehinga perkara ini tidak pernah berujung.
Kisruh tersebut berawal dengan adanya klaim bahwa PT BDW sebagai pemilik wilayah atas wilayah IUP dari PT ABM. Klaim tersebut berawal dari adanya Surat Dirjen Minerba Nomor 1489/30/DBM/2013, tanggal 3 Oktober 2013. “Isinya tentang Permintaan Penerbitan IUP atas Nama PT BDW,” ujarnya.
Berbekal dokumen surat Ditjen Minerba yang diduga dipalsukan itu, PT BDW menggunakannya sebagai dasar hukum perpindahan IUP perusahaan tersebut dari Kabupaten Konawe ke Kabupaten Morowali. PT BDW mengajukan IUP Operasi Produksi (IUP OP) kepada Bupati Morowali. Pada 7 Januari 2014, Bupati Morowali menerbitkan surat IUP OP untuk perusahaan tersebut.
IUP yang dikantongi PT BDW ternyata menyebabkan tumpang tindih wilayah atau lokasi IUP dengan lima perusahaan tambang lainnya, salah satunya IUP milik PT ABM dengan luas 10.160 hektare.
“IUP milik 5 perusahaan tambang itu sejak awal diterbitkan di wilayah Morowali, sedangkan IUP PT BDW awalnya berada di wilayah Konawe,” katanya.
Atas surat tersebut kemudian langkah perdata di PTUN pun ditempuh PT ABM. Namun, proses hukum ini tidak menghasilkan titik terang. Sejak PT ABM mengantongi IUP pada 2012 hingga sekarang tidak bisa melakukan aktivitas pertambangan.
PT ABM mengalami kerugian sangat besar. Beberapa investor, di antaranya dari Rusia yang nilainya cukup besar terpaksa batal karena tidak kunjung selesainya sengkarut. “Terakhir rencana kerja sama pembangunan smelter senilai USD2 miliar tidak bisa terealisasi,” katanya.
Atas dasar itu, lanjut Happy, pihaknya terpaksa menempuh jalur hukum pidana dengan melaporkan dugaan tindak pidana pemalsuan surat dan atau menggunakan surat palsu untuk menerbitkan IUP PT BDW ke Polda Sulteng dengan Nomor: LP/B/153/VII/2023/SPKT/Polda Sulteng pada 13 Juli 2023.
Happy mengungkapkan, pihaknya melaporkan dugaan tersebut setelah meminta klarifikasi kepada Ditjen Minerba Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang kemudian dibalas Ditjen Minerba melalui surat Dirjen Minerba Nomor 2143/30/DBM.PU/2017 tertanggal 15 November 2017.
“Pada inti surat jawaban menyatakan bahwa surat Nomor 1489/30/DBM/2013, tanggal 03 Oktober 2013 tidak teregister,” katanya.
Bupati Morowali pun kemudian mengeluarkan surat keputusan yang isinya mencabut Keputusan Bupati Morowali Nomor 188.4.45/Kep.0243/DESDM/2014terkait pemberian IUP OP atas nama PT BDW.
Untuk memastikan itu, PT ABM berkirim surat ke Ditjen Minerba untuk kepastian IUP miliknya. Direktur Pembinaan Program Mineral dan Batubara Ditjen Minerba membalas melalui Surat Nomor: 0584/30/DBP.PW/2019.
Happy menyampaikan, salah satu poin penting dari surat itu yakni bahwa Surat Nomor 1489/DBM/2013 tanggal 03 Oktober 2013 adalah surat yang diterbitkan oleh Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral tangggal 15 Juli 2013 perihal Legalisir Dokumen Perizinan yang ditujukan kepada Kadis ESDM Kabupaten Morowali.
“Surat tersebut terkait dokumen perizinan PT Sharon Sindo Sejahtera dan PT Global Samudra Atlantik, bukan surat terkait IUP PT BDW,” ucapnya.
Selain itu, lanjut Happy, Kemenkomarves melalui Surat Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Nomor 027/Deputi6/Marves/III/2021 tertanggal 9 Maret 2021 menyampaikan, pihaknya mendasarkan pada Surat Derektur Pembinaan Pengusahaan Mineral Nomor 2143/BDM.PU/2017 tanggal 15 November 2017 dan Surat Dirjen Minerba Nomor 0584/30/DBP.PW/2019 tertangal 20 Mei 2019.
“Surat tersebut sama-sama menyatakan bahwa Surat Nomor 1489/30/DBM/2013, tanggal 03 Oktober 2013 tersebut adalah dipastikan palsu dan tidak benar isinya,” kata dia.
Kuasa hukum PT ABM lainnya, Undang Prasetya Umara, lebih lanjut menyampaikan, pelaporan tersebut sebagaimana dimaksud Pasal 263 KUHP juncto Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP.
Setelah melalukan penyelidikan, lanjut Undang, Penyidik Polda Sulteng kemudian menaikkan kasus ini ke tahap penyidikan pada 17 Januari 2024 berdasarkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) No. SPDP/08/I/RES.1.9/2024/Ditreskrimum Polda Sulteng.
“Berdasarkan informasi yang telah diterima oleh kuasa hukum, penyidik telah melakukan penyitaan dokumen terkait dari beberapa saksi, termasuk dari Dirjen Minerba sebagaimana SP2HP No. B/08/I/RES.1.9./2024/Ditreskrimum tanggal 15 Maret 2024,” ujarnya.
Ia mengungkapkan, Tim Penyidik Polda Sulteng juga sempat memanggil salah satu petinggi PT BDW, yakni Direktur Utama (Dirut) inisial HM untuk menjalani pemeriksaan sebagai saksi pada 8 Maret lalu.
“Namun berdasarkan informasi yang kami terima, pemeriksaan tersebut belum dapat dilakukan karena yang bersangkutan belum dapat memenuhi panggilan tersebut,” katanya.
Ia mengungkapkan, informasi tersebut berdasarkan Surat Pemberitahuan Pekembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) yang diterima pihaknya dari penyidik Polda Sulteng. Gatra.com masih berupaya mengonfirmasi pihak terkait.