Home Nasional Sesalkan Jawaban Singkat Pemerintah di Pertemuan ICCPR, Aktivis HRWG: Kontradiktif

Sesalkan Jawaban Singkat Pemerintah di Pertemuan ICCPR, Aktivis HRWG: Kontradiktif

Jakarta, Gatra.com - Aktivis dari Human Rights Working Group (HRWG), Jesse Adam Halim menyoroti jawaban perwakilan Indonesia dalam pertemuan dengan Komite Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik (ICCPR), terkait kebebasan pers, aktivis, dan pembela HAM di Indonesia.

Jesse menilai, jawaban yang diberikan delegasi Indonesia pada pertemuan yang berlangsung di Jenewa, Swiss pada 11-12 Maret 2024 lalu kontradiktif dengan realita yang ada di lapangan.

“Ketika ada pertanyaan dari komite soal situasi mengkhawatirkan yang dialami aktivis, jurnalis, dan pembela HAM di Indonesia rentan dikriminalisasi, Pemerintah Indonesia, delegasi cuma menyebut begini, ‘Aktivis, jurnalis, pembela HAM, kami anggap sebagai rekan,” ucap Jesse Adam Halim dalam konferensi pers melalui YouTube KontraS pada Senin (18/3).

Jesse menilai, jawaban tersebut sangat singkat dan tidak jelas. Terlebih, delegasi Indonesia tidak memberikan penjelasan tambahan usai pernyataan tersebut.

“Ini sangat kontradiktif dengan fakta dan tren kriminalisasi yang kerap menyerang jurnalis, aktivis, dan pembela HAM di Indonesia,” kata Jesse

Berdasarkan data Aliansi Jurnalis Independen (AJI), pada tahun 2023 terdapat 89 kasus kriminalisasi terhadap jurnalis. Angka ini meningkat drastis dari tahun 2022 yang kasusnya mencapai sekitar 60-an kasus.

Baca Juga: Amnesty Nilai Pemerintah Indonesia Kerdilkan Masalah Papua di Forum ICCPR

Jesse mengatakan, sepanjang tahun 2023 masih terdapat tren kriminalisasi dengan menggunakan pasal karet dalam UU ITE. Pasal-pasal yang sering digunakan untuk mengkriminalisasi jurnalis dan aktivis adalah pasal 27 ayat 3, pasal 28 ayat 2, pasal 45 ayat 1, pasal 45 ayat 3, pasal 45 a, dan pasal 21.

“Data kita juga menunjukkan, di tahun 2023 itu dapat kita anggap sebagai salah satu tahun di mana begitu banyak terjadi kemunduran dalam perlindungan hak-hak sipil dan juga perlindungan kepada pembela HAM,” lanjut Jesse.

Setidaknya, ada 269 kasus penyerangan yang terjadi. Baik itu penyerangan fisik, kriminalisasi, atau bentuk penyerangan lainnya. Jesse pun menyoroti kasus-kasus penyerangan dan intimidasi yang dialami oleh para aktivis perempuan.

Ia mengatakan, kaum perempuan yang merupakan aktivis dan pembela HAM mengalami pengalaman yang lebih spesifik, yaitu terjadi sejumlah kekerasan seksual yang menyerang reputasi dan pribadi mereka.
 

465